Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Zakat: Sebuah Tantangan

Ahmad Muslim bicara mengenai zakat, penunaian zakat masih langka dan tak bergelar. Kini dibentuk BAZ ( Badan Amil Zakat) tapi kurang menarik masyarakat dan ini merupakan tantangan.

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ZAKAT berarti kesuburan, keberkatan atau kesucian. Ia sering disebut dalam Kitab Suci hampir semua setelah kata shalat. Dari tiga puluh kali, dua delapan di antaranya berbarengan. Dari penyebutan itu kita terkesan bahwa ia adalah terpenting kedua setelah shalat (sebelum puasa atau berhaji). Ia juga diperintahkan sejak awal mula setelah Muhammad resmi menjadi Nabi. Kalau dilihat dari segi kata, memang zakat telah dikenal di negeri ini. Tapi penunaiannya masih langka, kecuali zakat fitrah -- karena momen yang tepat, ringan dan pelaksanaan teknis yang mudah. Ada beberapa hal yang mungkin kurang menunjang. Masih ada kecenderungan di sebagian besar masyarakat kita bahwa mereka memerlukan prestise, gengsi dan status sosial. Sebagai contoh gelar insinyur, doktorandus dll. yang diperoleh setelah selesai sekolah. Tetapi juga gelar yang diperoleh setelah selesai berhaji. Tidak demikian dengan orang yang memberi zakat: ia tidak digelari Zaaki. Ia hanya kehilangan sebagian harta yang di tangannya. Juga karena langka penulis atau da'i yang mengupas dan menganjurkan penunaiannya -- dengan segi segi yang betul betul dapat membukakan hati para hartawan itu. Kurang populer. Bukan mereka kurang mampu mengungkapkannya, tetapi karena pandangan yang mengatakan "belum saatnya", karena tingkat keimanan yang "belum mencapai tarafnya." Zakat fitrah umumnya diurus suatu panitia insidentil yang khusus dibentuk untuk itu. Dengannya kewajiban membayar itu mudah penyalurannya. Untuk zakat mal agak sulit, karena tak adanya pengurusan yang jelas. Setelah Presiden Suharto menyatakan dirinya sebagai 'amil, ekornya terbentuklah BAZ (Badan Amil Zakat). Badan setengah resmi itu kurang menarik. Pada umumnya masyarakat was-was. Dengan itu hartawan-hartawan ragu menyerahkan sebagian hartanya. Atau hanya diserahkan kepada lembaga tertentu seperti panti asuhan, yayasan sosial atau pendidikan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu lembaga yang dapat dipercaya masyarakat, dan popularisasi zakat dengan mengingatkan segi-segi sosial yang menyentuh hati si kaya, akan dapat membantu terlaksananya. Perlu para ekonom, alim ulama dan para entrepreneur mengurus dan memikirkannya -- terutama merubah penerimaan yang langsung dikonsumsi menjadi suatu yang dapat berproduksi. Tentu saja perlu pemikiran lebih lanjut. Adalah tantangan ! AHMAD MUSLIM Jalan Ganesa 7, Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus