Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Riset: Publik Riuh Soal Babi Ngepet, Tapi Akademisi juga Tak Minat Bahas BRIN

Ismail Fahmi mengungkap sejumlah temuan menarik bahwa publik, netizen langsung riuh soal babi ngepet tapi di saat yang sama sepi soal BRIN.

9 Mei 2021 | 07.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi penelitian di Lembaga Biologi Molekular Eijkman. Sumber: dokumen Lembaga Eijkman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengungkap sejumlah temuan menarik tentang isu babi ngepet yang ia bandingkan tentang pembantukan Badan Riset dan Inovasi Nasional. Dua topik yang hampir secara bersamaan mengemuka ke publik, yang bisa mencerminkan wajah kita, wajah publik Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ismail Fahmi membagikan anlisisnya dalam lini masa Twitter pribadinya pada 3 Mei 2021. Ia mencoba memetakan ketertarikan netizen Indonesia yang riuh membahas isu babi ngepet dan disaat yang sama sepinya pembicaraan tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN. Data tersebut berdasarkan Social Network Analysis (SNA) yang diambil dari 2018 hingga 2 Mei 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam analisisnya terdapat tiga kluster atau kelompok besar dalam peta SNA. Dua kluster terdiri dari pro-kontra pemerintah, dimana pembahasan terkait kontorversi BRIN. Untuk kluster kontra pemerintah lebih besar dibanding pro pemerintah. Akan tetapi di saat yang sama, justru pembahasan pada kluster ketiga sangat besar terkait topik sepele yaitu pembahasan soal babi ngepet.

Dari analisis Ismail Fahmi itu tampak jelas bahwa bagi publik, topik terkait riset dan inovasi tidak menarik bagi mereka. Meski topik tersebut sangat penting bagi kemajuan bangsa, tetapi tampaknya minat dan pemikiran warganet Indonesia belum sampai ke sana. Mereka lebih berminat dengan isu babi ngepet. Publik lebih suka membahas small talk selama itu bersifat kontroversial.

“Dan ini berbahaya, karena kapanpun publik akan mudah dialihkan perhatiannya dari hal-hal besar dan esensial bagi masa depan bangsa, mereka lebih berminat dengan itu babi ngepet yang memperlihatkan kemunduran berpikir” tulis Isamil Fahmi.

Pembahasan ini juga dikaitkan dengan para akademisi yang juga tidak banyak berminat atau berani menyampaikan pemikirannya secara terbuka. Serta membangun diskursus di kalangan cendikiawan dan publik tentangg isu penting di media sosial.

Dari data SNA, memperlihatkan pembahasan terkait isu BRIN lebih banyak dan konsisten oleh kelompok kontra pemerintah. Yang memprihatinkan, menurut Ismail Fahmi, disaat publik riuh membahas isu babi ngepet, para akademisi juga ternyata tidak tertarik membahas isu BRIN.

Setelah hampir setahun tanpa kejelasan, Presiden Jokowi akhirnya membentuk BRIN sebagai badan sendiri, dan melebur Kementerian Ristek ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Belakangan, empat lembaga yang terkait dengan riset seperti BPPT, LIPI, LAPAN dan BATAN akan dibubarkan dan dilebur ke dalam BRIN.

Topik soal BRIN ini tidak semata-mata soal administrasi pembentukan lembaga negara dan riset tapi sarat dengan nilai politik karena Megawati Soekarno Putri Ketua Dewan Pengarah BPIP yang juga masih tercatat sebagai Ketua Umum PDIP akan menjabat sebagai Dewan Pengarah BRIN. Disnilah kemudian sejumlah pihak menganggap bahwa di balik pembentukan BRIN ada kepentingan politik.

Adapun keriuhan soal babi ngepet, dipicu kabar penangkapan babi ngepet di Kampung Bedahan, Sawangan, Depok. Dengan cepat kabar tersebut menjadi viral di sosial media, dan memancing keriuhan di media sehingga menjadi perbincangan publik. Padahal kasus babi ngepet tersebut hanyalah akal akalan sekelompok orang. Di mana seorang ustadz bernama Adam Ibrahim disangka sebagai dalang penyebar hoax babi ngepet jadi-jadian.

WILDA HASANAH

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus