NYALA api tiba-tiba mengamuk di satu kamar lantai 24 sebuah kondominium 28 lantai di Tokyo. Isi kamar ludes, hangus. Untung, sistem penangkal api di gedung jangkung itu rupanya cukup sigap. Lidah api dilumpuhkan sebelum merembet ke kamar-kamar yang lain. Masih untung lagi, karena sistem pemadam api di kamar itu tak macet. Seandainya tak berfungsi, sudah bisa dipastikan kebakaran besar akan berkobar. Di tengah musibah api semacam itu, mungkin petugas kebakaran hanya bisa mengkhayalkan kehadiran seorang Superman. Dengan menyangga balok es, seperti adegan film Superman III, si jagoan melawan kobaran api. Kalau perlu, ia menarik selang air dan menyemprotkannya ke lantai yang dilalap api. Khayalan kedatangan Superman itu mungkin akan menjadi nyata, karena kini tengah dicoba pengoperasian robot pemadam api oleh dua orang pakarnya, yakni Prof. Toshio Fukuda dari Universitas Nagoya dan Hidemi Hasokai, kandidat doktor robot di Fakultas Teknik Mesin SUT (Science University of Tokyo). Mereka sedang membidani robot terbang, yang bisa membawa selang air ke puncak gedung. Setelah dua tahun, kedua ahli robot itu berhasil membuat dua macam prototip robot terbang antikebakaran itu. "Robot terbang kami kemungkinan besar adalah prototip pertama di dunia," kata Hasokai-san kepada TEMPO. Hanya saja, kedua prototip tadi masih dibikin dalam ukuran miniatur. Memadamkan api di pencakar langit Jepang bukan pekerjaan mudah. Yang bisa diandalkan cuma sistem pemadaman dari dalam gedung sendiri. Bantuan dari luar hampir tak akan menolong. Betapa tidak. Hingga saat ini, tangga terpanjang di Jepang, yang bisa dipakai petugas memanjat dinding gedung, hanya setinggi 50 meter. Bahkan tangga mobil yang biasa dioperasikan petugas pemadam kebakaran di kota Tokyo, yang berada di bawah TFD (Tokyo Fire Department), paling banter tingginya cuma 40 meter. Hanya bisa melayani gedung yang tingginya tak lebih dari 12 lantai. Helikopter tentu saja bisa diharapkan membantu mematikan api. "Tapi hanya sebatas untuk menyelamatkan orang yang terjebak dalam gedung," kata juru bicara TFD kepada TEMPO. Jadi, paling-paling, heli itu mendarat di atap gedung dan mengungsikan orang-orang yang ada di situ. "Tapi bukan untuk memadamkan api," tambahnya. Menerbangkan heli di seputar gedung terbakar tentu saja bahaya. Maklum, di sekitar bangunan itu terjadi pergolakan udara yang tak beraturan yang bisa mengancam keselamatan heli sendiri. Sebab itu, TFD meminta Prof. Fukuda dan Hasokai-san untuk merancang robot terbang. Tapi jangan dibayangkan si robot ini bersosok mirip Superman. Wujudnya sederhana: berupa empat buah silinder terbuka berimpit dua-dua, dan dirangkai dengan batang logam. Garis tengah silinder itu sekitar 45 sentimeter dan tingginya 32 sentimeter. Berat seluruhnya cuma 4,2 kg. Pada setiap silinder tadi ada baling-baling tipis bergaris tengah 28 cm. Masing-masing digerakkan oleh motor listrik kecil berkekuatan 11 Newton, atau sekitar 1,1 kg. Motor listrik ini bukan barang istimewa. Dia biasa dipakai untuk memutar gurdi (bor) listrik. Aki mobil 12 volt dipakai sebagai sumber tenaga keempat motor itu. Jika motor dinyalakan, baling-baling itu berputar. Pada saat kecepatan propeler mencapai 2.000 rpm (putaran per menit), robot tadi bisa melayang bak helikopter. Tapi untuk memberikan beban tambahan bagi robot itu, sungguh tak mudah. Bayangkan, untuk menambahnya 1,8 kg saja, baling-baling itu, "harus berputar paling tidak pada kecepatan 30 ribu rpm," kata Hidemi Hasokai. Untuk mencapai keseimbangan, empat baling-baling tadi berputar dengan pola khusus. Yang berseberangan secara diagonal diputar dengan arah yang berlawanan. Satu ke kiri yang lain ke kanan. Keadaan itu mirip dengan helikopter, yang sering memiliki dua buah baling-baling, satu di atas punggung dan yang lain di ujung ekor. Keduanya berputar pada arah yang berlawanan. Otak robot terbang ini ada pada sebuah mikrokomputer tipe PC-98 yang dihubungkan dengan tiga buah rate gyroscope (bandul) dan empat buah flap, yang berfungsi mirip sayap pesawat terbang. Ketiga bandul itu masing-masing berperan sebagai sensor pemantau posisi dan orientasi robot selama dia melayang di udara. Katakan robot itu mengalami perubahan orientasi, dari posisi mendatar jadi nungging, misalnya. Keadaan itu akan terpantau oleh gyroscope yang ada. Maka, sensor itu akan mengirim sinyal ke komputer. Diolah. Lantas, komputer akan memerintahkan flap membuat gerakan yang mengimbanginya, hingga robot itu tak perlu runtuh ke tanah. Robot Jepang ini juga telah dilengkapi dengan lengan dan tangan yang bisa dipakai untuk memegang semprotan air. Tapi dengan batas beban yang baru 6 kg itu, dia memang belum sanggup menanggulangi api yang kecil sekalipun. Tapi, menurut Hasokaisan, robot itu akan mampu "bicara", bila propeler dan mesinnya diperbesar. Sayangnya, Tokyo Fire Department sendiri kurang antusias menyambut hasil riset itu. Maka, boleh jadi pembuatan robot terbang dalam skala yang lebih besar bakal tertunda. Itu yang dikhawatirkan Hasokai. Padahal, Tokyo, dengan 50 buah gedung jangkung (di atas 100 meter) dan 3.000-an bangunan lebih dari 31 meter (7-8 lantai), sangatlah rawan bagi amukan api. Kalaupun tak digunakan sebagai penyemprot air, kata Hasokai, robot itu toh bisa disuruh membawa kamera video, untuk mendeteksi tempat kebakaran. "Atau bisa dimanfaatkan untuk mengantarkan tali penyelamat ke jendela-jendela gedung jangkung," ujarnya. Seiichi Okawa (Tokyo) dan Putut Trihusodo (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini