PERNAH membaca Goofy Minds the House buku cerita kanak-kanak terbitan serial Walt Disney? Dalam cerita yang sederhana itu dikisahkan bagaimana Goofy, anjing yang berperan sebagai petani, merasa jenuh dengan pekerjaan luar rumah yang dilakukannya dan mulai iri kepada istrinya yang seharian mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. Timbul keinginannya untuk berganti peran, dan si istri tampaknya setuju. Tapi, ternyata, mengurus rumah tangga tak mudah. Dari menyapu, mengepel lantai, mencuci, sampai memasak, semua lebih mudah dilihat daripada dikerjakan. Tidak satu pun kerja rumah tangga dapat diselesaikan Goofy secara sempurna, dan esok harinya ia mengusulkan kembali ke peran semula. Dalam berbagai seminar dan diskusi yang membahas ketenagakerjaan, selalu timbul perdebatan mengenai peranan wanita yang (terpaksa) melakukan pekerjaan rumah tangga. Bagaimana menilai sumbangan mereka -- khususnya pada perekonomian negara? Atau, patutkah peran mereka masuk dalam penghitungan GNP? Kalau ya, bagaimana caranya? Sering, kalau sudah sampai di sini, banyak peserta terdiam. Mungkin memang sulit menghayati -- dan menghitung nilai -- kerja rutin rumah tangga. Dan Ini telah menggoda banyak peneliti di Amerika Serikat. Oli Hawrylyshyn, misalnya, mencoba memberikan nilai pasar: ditentukan berapa besar biayanya kalau saja jasa-jasa itu dibeli dari luar. Dan hasil yang diperoleh cukup mengejutkan. Untuk setahun, jasa-jasa membersihkan rumah, memasak, mengasuh anak, dan lain-lain yang dilakukan ibu rumah tangga -- dalam keluarga yang hanya terdiri dari suami-istri dan anak, di Amerika -- berharga US$ 5.220, dengan memakai patokan 1967. Kalau diperhitungkan dengan inflasi, maka pada 1980 angka itu bisa menjadi sekitar US$ 13.000. Boleh diingat: jasa yang diberikan itu bukan sekadar yang bisa diharapkan dari seorang pembantu rumah tangga. Maklum, istri namanya. Cara lain adalah menghitung opportunity cost para ibu rumah tangga ini. Kalau si ibu bekerja di luar rumah, berapa penghasilannya? Masalahnya, sering si ibu enggan bekerja di luar karena menganggap mengurus rumah tangga mempunyai nilai yang lebih. Terutama di negara-negara berkembang, banyak istri yang enggan menyerahkan tugas memasak untuk suami kepada pembantu. Atau merasa khawatir menyerahkan perawatan anak semata-mata kepada baby-sitter. Dalam hal ini opportunity cost bekerja di luar rumah menjadi tinggi. Pekerjaan rumah juga dapat dianggap self-employment. Bagi mereka yang bekerja secara penuh di rumah, Reuben Gronau, dalam artikelnya yang berjudul "Home Production-A Forgotten Industry" dimuat pada Review of Economics and Statistics Agustus 1980 memperkirakan nilai hasil kerja tersebut US$ 15.700 per tahun. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dihasilkan seorang kepala rumah tangga. Dari data Gronau terbukti pekerjaan rumah tangga cukup bernilai tinggi, meski sering kali diremehkan. Tapi, untuk menerapkan model penghitungan di atas terhadap para ibu rumah tangga di sini, mungkin sedikit membuat risi. Apalagi, para ibu-ibu kita tidak pernah memikirkan "menjual" jasa yang telah mereka hasilkan. Bahkan banyak di antara mereka yang menganggap jasa-jasa tersebut sebagai tanda bakti wanita sejati. Dalam keadaan demikian, analisa ekonomi tidak akan sesuai bila dipaksakan untuk diterapkan. Karena itu akan mengguncangkan keseimbangan. Padahal, keseimbangan itu yang ingin kita jaga dan pelihara 'kan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini