Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Sang bomber yang lumpuh

Pesawat terbang pengebom nuklir paling mutakhir andalan as yakni b-1, ternyata rewel pada sistem elektroniknya. kerewelan itu diduga karena pembuatan pesawat b-1 dilakukan terburu-buru.

19 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENAMPILANNYA mengesankan. Bertubuh ramping, hitam dan runcing, "tongkrongan" B1, pengebom paling mutakhir AS, ini memang boleh. Apalagi jika dikaitkan dengan kunjungan ke pusat latihan awaknya di pangkalan udara militer Dyess, Texas. Di ruangan yang agak redup itu tampak sederet awak B-1 yang sedang serius di depan layar komputer mereka, di tengah ruang yang mengesankan bagai dekor dalam film khayalan ilmiah. Sebentar-sebentar tangan mereka menekan atau memutar tombol yang memenuhi tiruan kokpit B-1 itu. Mereka berlatih menjalankan perangkat elektronik yang dirancang untuk melindungi pesawat saat melakukan misi pengeboman wilayah Soviet. Namun, boleh jadi para awak itu harus menunggu bertahun-tahun sebelum dapat mempraktekkan keterampilannya pada perangkat elektronik di luar ruang kelas mereka. Soalnya, perangkat yang sebenarnya, yang terdapat pada pesawat B-1, tidak berfungsi sesuai dengan rancangan. Dan sialnya, pihak angkatan udara AS sendiri tak dapat memastikan perkara ini dipecahkan. Padahal, pengebom berawak empat B-1 ini adalah salah satu andalan utama kekuatan strategis nuklir AS. Tak kurang dari Presiden Reagan sendiri yang enam tahun silam mencanangkan peran si B-1 ini. Kini dengan kegagalan berfungsinya otak elektronik pesawat dengan sempurna, kemampuan B-1 menjalankan misi utamanya pun diragukan. Misi B-1 adalah menyelusup ke jantung wilayah Soviet, menjatuhkan bom nuklir pada sasaran yang ditetapkan, lalu kembali ke pangkalan dengan selamat. Ini, tentunya, jika terjadi perang nuklir antara kedua negara adidaya itu. Agar mampu menyelusup dengan selamat, pesawat berharga 450 milyar rupiah ini harus mampu terbang rendah dengan kecepatan tinggi, berkemampuan olah gerak (manuver) bagai pesawat pemburu dan mampu menetralisasikan pemantauan radar lawan. Semua ini tak mungkin dilakukan secara manual oleh pilot. Maka, kemudi pun terpaksa diserahkan pada lebih dari 10 komputer canggih yang ada pada pesawat. Tak heran jika salah seorang pilotnya, Mayor Michael A. Kenny, menyebutkan B-1, "Sistem komputer yang terbungkus oleh bahan bakar dan mesin." Celakanya, justru sistem elektronik pesawat yang sayapnya dapat berubah bentuk ini yang sekarang rewel. Maka, para awak pun belum diperkenankan oleh pimpinan angkatan udara AS melakukan latihan yang mirip seperti misi sebetulnya itu. Bahkan dari 54 buah pesawat yang sekarang ada, hanya sebuah saja yang setiap saat siaga menghadapi kemungkinan perang nuklir dengan Rusia. Padahal, seharusnya 30% dari pesawat yang ada mampu melakukannya. Hal ini jelas melemahkan keseluruhan sistem strategis nuklir AS yang bertumpu pada 3 wahana: kapal selam bersenjata nuklir, peluru kendali antarbenua, dan pengebom nuklir B-1 itu. Sial juga bagi AS, ternyata kerewelan serupa juga terjadi pada sistem elektronik rudal antarbenua MX-nya. Hingga banyak beban terpaksa ditanggung kapal selam jenis Trident angkatan laut AS. Menurut hasil penyidikan pihak General Accounting Office (GAO), alias badan penyelidik Kongres AS, kerewelan itu kemungkinan besar terjadi karena pembuatan pesawat dilakukan terburu-buru. Maklum, Rockwell International Corp., pembuat pesawat ini, paham betul bahwa proyeknya sangat peka terhadap angin politik para pemimpin negermtu. Proyek ini sebenarnya sudah lama direncanakan, hanya saja Presiden Carter sempat membatalkannya, dan kemudian Presiden Reagan menghidupkannya kembali. Maka, pabrik ini pun ngebut memproduksi pesawat begitu kontrak ditandatangani, dan tiga tahun kemudian upacara penggelindingan pesawat pertama dilakukan. Sekarang terbukti bahwa upaya yang tergopoh-gopoh ini membawa masalah. Banyak bagian pesawat belum sempat diuji secara penuh sebelum dipadukan. Akibatnya, banyak kerewelan terjadi. Misalnya pintu pembuang bom ternyata tak terbuka dengan baik hingga jatuhnya bom tidak keruan. Alat pengacau radar lawan pun ternyata mengacaukan sistem radar sendiri. Untuk memperbaiki kerewelan itu saja, pihak angkatan udara memperkirakan dibutuhkan 800 milyar rupiah. Tidak berfungsinya peralatan canggih pada pengebom B-1 ini bukanlah satu-satunya yang terjadi pada peralatan militer AS. Kapal perang modern angkatan laut AS pun terbukti tak mampu mendeteksi kehadiran ranjau gaek Iran di Teluk Persia, kendati dirancang untuk mampu mendeteksi kehadiran kapal selam Rusia. Bahkan pemerintah Indonesia pun pernah merasakan getah akibat kesalahan peralatan canggih AS ini. Ketika satelit B-1 hanyut dari posisinya, Agustus 1985. Ketika itu Indonesia meminta bantuan radar pemantau ruang angkasa militer AS, Norad, untuk mencari Palapa B-1. Norad adalah kesatuan angkatan udara AS yang bertugas mendeteksi peluncuran rudal antarbenua berkepala nuklir yang mengancam wilayah AS. Ternyata, Norad kemudian menyangka satelit orang lain sebagai Palapa B-1. Akibatnya, operasi mengembalikan satelit ini ke posisi semula, dengan menembakkan jet satelit sesuai dengan perhitungan tertentu, meleset. Maka, umur satelit Palapa B-1, yang bergantung pada berapa banyak sisa bahan jetnya, terpaksa terpangkas. Kendati demikian, bukan berarti lawan AS dapat menganggap enteng kemampuan mesin perang negara ini. Beberapa produk lain berhasil membuktikan kecanggihannya. Pesawat tempur mutakhir F-16 AS hingga kini tetap terbaik untuk kelasnya. Ada juga mesin perang AS yang rewel pada awal pembuatannya tapi kemudian tcrbukti mcnjadi senjata ampuh. Contohnya adalah pcngebom tempur -111. Sempat dianggap rewel pada perang Vietnam, pesawat ini ternyata menunjukkan keunggulannya pada operasi pengeboman terhadap Libya, awal tahun lalu. Bambang Harymurti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus