Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masih melekat di ingatan Yudo Erianto sulitnya melumat daging ikan. Terlebih memisahkan duri halus di sela-sela daging ikan seukuran dua ibu jari. Pengusaha kerupuk asal Malang ini terpaksa mendesain sendok untuk mengerok daging menjadi setengah halus, sebelum ikan digerus menjadi pasta. Tapi tetap saja gerenjulan duri ikan masih terasa di kerupuk produksinya. ”Capek dan lama,” kata pria 47 tahun ini.
Bayangkan, untuk 80 kilogram ikan, Yudo membutuhkan dua hari dengan dua pegawai. Warga Perumahan Tambak Asri, Tajinan, Malang, Jawa Timur, ini juga kerap menuai protes dari warga sekitar. ”Baunya terkadang sampai ke rumah tetangga,” kata Yudo, yang memulai usaha kerupuk pada 1996.
Pengalaman Yudo kini tinggal cerita masa lalu. Para peneliti di Institut Pertanian Bogor telah mengembangkan mesin pemisah duri ikan bernama Suritech, dari kata ”surimi” dan ”teknologi”. Surimi adalah daging ikan laut lumatan siap olah yang kaya protein. Pada awal Agustus lalu, Suritech dinobatkan sebagai salah satu inovasi paling prospektif oleh Kementerian Riset dan Teknologi. ”Cukup satu jam untuk 80 kilogram ikan,” kata Yudo. Hasilnya, daging ikan laut terpisah sempurna dari durinya. Produksi kerupuk Yudo pun naik drastis. ”Sepekan bisa mencapai empat kuintal,” katanya pekan lalu.
Suritech merupakan karya Ari Purbayanto. Sejak 2004, Ari bersama tiga rekannya, Eddi Husni, Beni Pramono, dan M. Riyanto, meneliti pengolahan pangan dari hasil sampingan penangkapan ikan di Laut Arafura. Menurut Ari, peneliti menemukan satu dari 15-20 tangkapan ikan nelayan termasuk ka tegori tangkapan sampingan yang bernilai ekonomi rendah. ”Malahan hasil tangkapan sampingan sering dibuang kembali ke laut,” kata doktor ilmu per ikanan Universitas Tokyo ini.
Pada 2004 itu saja hasil tangkapan sampingan mencapai lebih dari 300 ribu ton per tahun. Tapi harganya, jika dijual begitu saja, hanya Rp 2.000 per kilogram. ”Jika dibuang ke laut pun hanya akan mengotori lingkungan,” kata Ari. Maka diciptakanlah teknologi peng olahan agar tangkapan sampingan itu memiliki nilai ekonomis. Suritech berfungsi memisahkan duri dan daging ikan dalam sekejap.
Dengan Suritech, Yati Suryati, pengelola Kelompok Usaha Hurip Mandiri di Sukabumi, Jawa Barat, misalnya, tinggal membersihkan dan memotong kepala ikan, baik ukuran kecil maupun besar, dan memasukkannya ke mesin sebesar mesin fotokopi itu. Dengan teknologi kompresi mekanis, Suritech yang berbahan baja itu otomatis akan memisahkan daging dan duri ikan. Sedikit demi sedikit ikan akan berputar di ruang kompresi (meliputi silinder berpori dengan conveyer belt). Setelah penggencetan menggunakan baja, ikan akan keluar lewat si linder berpori. Sisik dan durinya keluar mengikuti conveyer belt.
Yati mengaku tak pernah memanfaatkan ikan kecil hasil tangkapan sampingan sebelum ada Suritech. ”Ikan kecil seperti camaul atau simata goyang seukuran jari biasa dibiarkan mubazir,” kata perempuan 38 tahun ini.
Kehadiran Suritech membawa ber kah. Dalam sehari Yati dan puluhan ibu rumah tangga di sekitar pantai Pela buhan Ratu bisa mengolah ikan kecil satu kuintal menjadi surimi tanpa harus berkeringat. Hasilnya mereka manfaatkan untuk membuat bakso, nugget, atau otak-otak. ”Di pasaran, surimi dihargai Rp 15-17 ribu per kilogram,” kata Yati.
Menurut Ari, selain murah dan tepat guna, Suritech juga tidak boros listrik. Rumah tangga dengan daya 450 watt pun bisa memanfaatkannya. Mesin seberat 200 kilogram ini mampu meng olah 80 kilogram ikan per jam menjadi daging tanpa duri sekitar 72 kilogram. ”Pemisahan mencapai 94 persen,” katanya. Kini Suritech telah dipakai industri, usaha kecil dan menengah, dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga Papua. Harganya Rp 20 jutaan. Lebih murah dibanding mesin buatan Cina atau Jerman, yang mencapai Rp 80 juta.
Di bengkel Samudera Teknik Mandiri milik Ari di Vila Ratu Endah, Bogor, Suritech terus dikembangkan. Ari berjanji, tak lama lagi Suritech bisa terintegrasi langsung dengan perahu milik nelayan. ”Perairan kita ini surga,” katanya.
Rudy Prasetyo, Diki Sudrajat (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo