Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Serangga Afrika Di Pematang Siantar

Indoensia mengimpor serangga afrika (elecisdobius) via malaysia, untuk membantu penyerbukan di kebun kelapa sawit (meningkatkan produksi). percobaan dilakukan di laboratorium ppm pematangsiantar. (ilt)

16 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI mungkin cerita baru: Indonesia mengimpor serangga. Manfaat serangga impor itu sendiri memang tidak asing lagi. Yaitu disebarkan untuk menyerbuki bunga kelapa sawit. Akhir bulan lalu, Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Perkebunan/Tanaman Keras Ir. Hasjrul Harahap meresmikan penyebaran serangga sejenis kumbang tersebut, Elaeisdobius kamerunicus, di kebun percobaan kelapa sawit PPM (Pusat Penelitian Marihat) Pematangsiantar di Sumatera Utara. Sudah lama disadari bahwa tingkat produksi kelapa sawit di Indonesia masih jauh di bawah potensi optimal. Kendatipun di tanam DP (ura pisifera), jenis unggul, yang mampu menghasilkan 3,8 sampai 4 ton per ha setiap tahun. Ini diperkirakan belum separuh dari tingkat produktivitas yang semestinya. Padahal awal Pelita III, pemerintah menetapkan 6 andalan utama produk perkebunan sebagai penghasil devisa. Di samping kopi, karet, gula, kelapa (kopra), cokelat, juga kelapa sawit. Bahkan, kelapa sawit itu diharapkan mengisi 42% dari volume total ke-6-komoditi itu, serta menghasilkan hampir seperempat dari jumlah devisanya! Namun dengan tingkat produktivitas yang rendah itu, niscaya rencana ltu akan tetap tinggal impian. Itu sebabnya, para peneliti berpaling pada cara peningkatan produksi yang sudah lama diterapkan di Afrika, dan belakangan juga dikembangkan di Malaysia dan Papua Nugini: penyerbukan dengan bantuan serangga Elaeisdobius itu. Jika kumbang yang gemar bunga kelapa sawit itu merayap dari bunga ke bunga, tepung sari jantan yang melekat pada tubuhnya, akan membuahi buna betina secara sempurna. Tanaman kelapa sawit tergolong tanaman monoecious, berumah satu, artinya pada satu pihak terdapat bunga betina yang terpisah dari bunga jantan. Hanya jumlah bunga Jantan - yang berada di bagian atas pohon itu - jauh kurang jumlahnya dibanding bunga betina. Akibatnya, penyerbukan alamiah sangat tidak efisien, karena hanya sebagian kecil dari bunga betina itu yang terbuahi. Karena itu di perkebunan diterapkan polinasi atau pembuahan yang dibantu tangan manusia. Caranya dengan mengumpulkan pollen, tepung sari, bunga jantan dan dikeringkan selama tiga hari untuk menghilangkan kelembabannya. Setelah dicampurkan dengan tepungan, seperti talk misalnya, campuran tersebut kemudian disemprotkan ke tandan bunga betina. Penyerbukan balltuan atau assisted pollination selama ini dianggap cara yang paling jitu untuk meningkatkan produksi kelapa sawit. Tapi, penyerbukan yang dilakukan 3 hari sekali itu sering meleset waktunya, karena bunga betina hahya selama beberapa jam saja siap dibuahi. Di samping itu, hanya bunga betina di bagian luar saja yang terbuahi, sedang bagian dalamnya terlewati. Penyerbukan yang dilakukan manusia, memang, "sifatnya hanya spekulatif", seperti kata Ir. Charles Hutauruk, staf peneliti di PPM kepada TEMPO pekan lalu. Padahal cara tersebut melibatkan banyak tenaga manusia dan biaya. Syahdan, setelah mengamati penyebaran serangga di Malaysia, para ahli pertanian dari PT dan PN perkebunan, PPM dan Badan Litbang Pertanian - berkeyakinan cara penyerbukan dengan penyebaran kumbang Elaeisdobius akan jauh lebih produktif dan murah. "Serangga EK itu meningkatkan intensitas perkawinan bunga," ujar Menteri Muda Hasjrul kepada TEMPO pekan lalu. "Jadi buahnya lebih banyak." Pengamatan para ahli pertanian Indonesia itu juga meyakinkan Menteri Pertanian Soedarsono Hadisaputro. Maka pertengahan Juli 1982, menteri mengeluarkan izin pemasukan serangga Elaeisdobius kamerunicus ke Indonesia. Serangga yang berasal dari Nigeria, Afrika, diimpor melalui Balai Penelitian OPRS Banting di Malaysia. Dan pada Agustus tahun itu juga, sebanyak 4.623 pupa (kepompong) Elaeisdobius tiba di bandar udara Polonia, Medan. Kepompong yang dalam keadaan suci hama dan penyakit itu, langsung dikirim ke PPM Pematangsiantar, di bawah pengawasan cukup ketat. Selama dua hari perjalanan, dari Malaysia ke laboratorium PPM di Pematangsiantar, hanya 508 kepompong menjelma jadi serangga (394 ekor jantan dan 114 betina). Di PPM serangga itu dikarantinakan. Penelitian intensif mulai dilakukan para peneliti PPM atas sifat spesifik serangga itu serta cara pembiakannya yang paling efisien. Sebetulnya di sini juga terdapat sejenisserangga, Thrips, yang sering bertindak sebagai penyerbuk. Thrips beterbangan di antara bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit. Tetapi serangga lokal itu juga hinggap pada bunga tanaman lain, hingga peranannya di perkebunan kelapa sawit tak menonjol. Berbeda dengan Elaeisdobius yang memang hanya bisa- hidup pada kelapa sawit. Di laboratorium PPM, Elaeisdobius ditempatkan pada 22 jenis tanaman. Dan ternyata serangga impor itu tak bisa hidup di sernbarang tanaman. "Ia hanya bisa hidup pada sawit saja," tutur Hutauruk. Artinya habitat lain berupa tanaman, hewan atau manusia, tidak akan terganggu olehnya. Kini penelitian mencapai tahap percobaan yang menentukan: mampukah serangga Afrika tersebut meningkatkan produksi sawit di Indonesia? Percobaan yang dilakukan di kebun sawit PPM berhasil baik, seperti sudah diduga, produksi buah naik sekitar 20%. Sehingga PPM berani minta agar Menteri Pertanian mengizinkan penyebaran serangga Elaeisdobius iiu secara besar-besaran. Maka 10 Maret lalu keluarlah SK Menteri Pertanian yang diharapkan. Dalam suatu upacara di PPM, Maret lalu, Ir. Hasjrul Harahap meresmikan penyebaran itu. "Karena jelas, dengan cara baru ini, produksi bisa meningkat," ujar Harahap sambil menyerukan: "Seluruh perkebunan negara maupun rakyat, harus memakai cara penyerbukan baru ini!" Setiap hektar tanaman sawit, memerlukan sekitar 400 ekor serangga, untuk taraf penyebaran permulaan. Menurut Kepala PPM, E.L. Tobing, sejak April ini seluruh PTP I-IX di Sumatera Utara dan Aceh, sudah memesan kepada PPM. "Semuanya akan kami layani," ujar Tobing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus