TATKALA dunia masih diselimuti Perang Dingin, perdamaian justru dipelopori di angkasa luar. Tonggak monumental itu ditandai dengan peluncuran modul utama stasiun angkasa luar Mir (perdamaian) oleh Uni Soviet pada 20 Februari 1986. Mungkin peluncuran modul seberat 20 ton itu juga berkesan mengejek Amerika Serikat, yang seminggu sebelumnya terkena musibah akibat kecelakaan pesawat ulang-alik Challenger.
Yang pasti, awak Mir pertama, Leonid Kizim dan Vladimir Solovyou, kemudian membuat sejarah penting. Dengan pesawat ruang angkasa Soyuz dari Stasiun Salyut 7, dua kosmonaut Uni Soviet itu menciptakan penerbangan antarstasiun ruang angkasa pertama kali di dunia. Berikutnya, pada 1987, modul kedua bernama Kvant1 dapat dilekatkan pada modul inti Mir. Kvant1 berisi perlengkapan astrofisika, ruang untuk tinggal yang lebih banyak, dan giroskop untuk kestabilan Mir. Dua tahun setelah itu, giliran Kvant2, yang merupakan stasiun riset biologi, bisa dilekatkan.
Misi Mir yang awalnya berguna bagi ilmu pengetahuan dan teknologi itu terus berkembang, sampai pada 1995 Mir berarti bagi perdamaian dunia. Ketika itu, pesawat ruang angkasa AS melakukan penerbangan rendezvous di sekeliling Mir. Astronaut AS Norman Thagard mendarat di Mir dengan kapsul Soyuz bersama dua kosmonaut Rusia. Setelah peristiwa bersejarah itu, pesawat ulang-alik Atlantis milik AS untuk pertama kalinya mendarat di Mir.
Sejarah lantas mencatat Mir sebagai simbol perdamaian internasional. Ia menjadi rumah bagi lebih dari 100 kosmonaut dan astronaut dari 12 negara, termasuk Uni Soviet, Amerika Serikat, Kanada, Suriah, Afganistan, Jerman, Inggris, dan Jepang. Lebih dari 20 ribu percobaan angkasa luar dilakukan di ruangan-ruangan Mir. Tak aneh bila Mir pun dikukuhkan sebagai landmark bagi kemajuan ilmu pengetahuan bersama. Nama Mir sepertinya sinonim dengan kemajuan teknologi abad ke-20. Di Stasiun Mir pula keyakinan bahwa manusia bisa tinggal di angkasa luar kian mengental.
Sayangnya, keyakinan tak selalu linier dengan kenyataan. Dalam interval waktu yang pendek, pada 1997, serangkaian kecelakaan menerpa Mir. Pada Januari, misalnya, terjadi kebakaran yang membuat awak Mir panik. Pada Juni, Mir tertumbuk kargo pesawat ruang angkasa. Akibatnya, panel solar rusak dan tekanan udara di dalam Stasiun Mir anjlok. Dua tahun kemudian, kerusakan lebih besar terjadi. Waktu itu, komputer utama sekarat gara-gara panel solar tak bisa menangkap energi matahari. Mir nyaris loyo karena suhu udaranya yang harus dipertahankan di bawah 28 derajat Celsius meningkat drastis hingga lebih dari 32 derajat Celsius.
Hantaman Mir kian bertambah dengan keadaan ekonomi Rusia yang tak kunjung membaik. Puncak hantaman terjadi pada 1999, setelah Rusia menghentikan dana Mir. Kendati Rusia tetap menginginkan Mir mengangkasa, upaya untuk mencari donatur bagi Mir kian sulit. Ujung-ujungnya, Mir ditinggalkan di atas sana tanpa perawatan.
Untung, ironi yang melanda Mir bisa diredam setelah seorang pengusaha AS, Walt Anderson, menyediakan dana US$ 20 juta. Misi Mir pun dilanjutkan melalui Mircorp pada tahun 2000. Walhasil, pada April hingga Juni, dua kosmonaut Rusia mendarat di Mir atas biaya Mircorp. Bersamaan dengan itu, pebisnis asal California, Dennis Tito, menyatakan bersedia menghabiskan US$ 20 juta untuk menjadi turis pertama ke Mir.
Ternyata, Tito tak kunjung bisa mewujudkan hasratnya. Sebab, pada November 2000, badan antariksa Rusia mengumumkan akan menarik Mir ke bumi. Kiprah terminal perdamaian di ruang angkasa itu diakhiri pada Jumat pekan lalu, 23 Maret 2001. Sebagian besar badan Mir terbakar saat memasuki atmosfer bumi, sedangkan sisanya seberat 27,5 ton tercebur ke Samudra Pasifik, antara Australia dan Cile. Di wilayah yang dijadikan tempat pembuangan sampah angkasa luar Rusia ini, sudah 85 pesawat dan stasiun ruang angkasa Rusia terkubur sejak 1978.
Toh, terkuburnya Mir seberat 140 ton tak lantas menghentikan proses perdamaian dunia, sekaligus perkembangan ilmu dan teknologi untuk kepentingan bersama, yang telah dipelopori Mir.
Agus Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini