USAHA mengkomersialkan ruang angkasa tampaknya semakin gencar. Dua pertemuan yang membahas kemungkinan itu baru-baru ini diselenggarakan dalam waktu yang hampir bersamaan, masing-masing di Italia dan Amerika Serikat. Keduanya mencoba menarik kesimpulan tentang untung rugi pembangunan industri di kawasan bebas bobot itu. Akhir tahun ini, diharapkan produk komersial pertama yang dibuat di antariksa sudah mulai dijual. Barang itu berwujud bola plastik sempurna, berdiameter seperseratus ribu inci, dan bakal ditawarkan kepada pelbagai laboratorium untuk mikroskop kalibrasi dan instrumen lainnya. Sementara itu, dalam pekan ini juga perusahaan McDonnell Douglas Corporatlon merencanakan menglnm seorang insinyurnya ke ruang angkasa, melihat-lihat kemungkinan pembuatan obat-obatan di sana. Kini, lebih dari 350 perusahaan AS bersiap-siap menyongsong era industn yang tidak berpiJak di bumi itu. Mereka menyimak segala prospek pembuatan barang yang hanya mungkin dilakukan di ruang angkasa. Bahkan, perusahaan Astrotech International Corporation yang bermarkas di Pittsburgh, sudah mengumumkan rencananya membuka bisnis transpor ruang angkasa. Di Stresa, Italia, Fisikawan Luigi Napolitano berusaha meyakinkan para ilmuwan dan wakil-wakil perusahaan besar yang berkumpul di kota itu betapa masuk akalnya mengembangkan industri di antariksa. Dia mengingatkan mereka, betapa "Perjalanan udara trans-Atlantik, televisi, apalagi penerbangan ruang angkasa, tadinya ditertawakan sebagai impian yang mustahil." Pertemuan tempat Profesor Napolitanoangkat suara itu dihadiri utusan sejumlah perusahaan Eropa terkemuka. Misalnya, MBB dari Jerman Barat, Aerospatiale dari Prancis, Aeritalia dari Italia, dan British Aerospace dari Inggris. Perusahaan-perusahaan inilah yang berpatungan membangun Spacelab. Mereka kini digoda impian akan "pabrik-pabrik antariksa generasi baru", yang berproduksi seraya mengorbit di atas bumi. Dalam membangun Spacelab saja, misalnya, pemerintah Eropa (Barat) berani menanamkan sekitar US$ 1 milyar, dua kali jumlah yang semula diperkirakan. Dalam pada itu, Uni Soviet sudah lebih dulu bergerak merancang pabrik ruang angkasa dengan stasiun antariksa Soyuz berawak. Dan AS, yang teknologi ruang angkasanya terpusat pada peroketan dan satelit, pada 1991 merencanakan peluncuran stasiun angkasa permanen berawak yang pertama di dunia, dengan biaya US$ 8 milyar. Bulan ini juga, Jerman Barat dan Italia menerima imbauan presiden AS Ronald Reagan dalam sebuah program stasiun ruang angkasa. Program ini, yang diharapkan didukung negara-negara Eropa Barat lainnya, meliputi pembangunan kapsul riset berharga US$ 300 juta dan dinamakan Columbus, yang akan diperbantukan pada stasiun ruang angkasa berawak AS yang lebih besar. Sepanjang penyelidikan, memang banyak produk yang lebih sempurna bila dibuat di iingkungan bebas bobot. Misalnya, generasi baru mikrochip bertenaga ganda. Juga, pembelahan sel dan berbagai substansi kimia bisa mencapai akurasi yang sangat tinggi di kawasan bebas bobot itu. Hal ini membuat ruang angkasa menjadi tempat yang ideal bagi produksi biologis dan obat-obatan jenis baru. Bahkan beberapa jenis logam campuran, yang mustahil dibuat di bumi. Menurut Geoffrey K.C. Pardoe, direktur pelaksana General Technology Systems, perusahaan konsultan ruang angkasa Inggris, beberapa proses kimia memperlihatkan hasil 700 kali dibandingkan bila dibuat di bumi. Dan standar kemurnian mencapai paling tidak lima kali. Kenyataan ini, katanya, bisa meningkatkan harga produk yang dibuat di ruang angkasa. AS bahkan bertindak lebih maju. Pemerintahan Reagan mulai melangkah menyusun ketentuan yang mengatur bisnis di ruang angkasa. Semacam garis besar kebijaksanaan sedang disusun NASA untuk membantu terciptanya ketentuan itu. Garis besar kebijaksanaan ini meliputi masalah pajak, dana riset, perlindungan hukum bagi kerahasiaan perusahaan yang beroperasi, biaya transpor ruang angkasa, dan banyak segi lainnya. Tetapi, NASA juga mengingatkan para pengusaha untuk tidak terlalu banyak mengharapkan keuntungan. Philip E. Culbertson, pejabat lembaga penerbangan ruang angkasa AS ini mengakui, "Harapan besar memang layak diletakkan pada komersialisasi ruang angkasa dalam sekitar dasawarsa akan datang." Namun, ia berterus terang, "Kami belum bisa membayangkan keuntungan besar dalam waktu singkat." Hingga saat ini, bisnis ruang angkasa yang menguntungkan barulah di bidang komunikasi. Itu pun masih banyak diragukan (Baca Teleskop). Namun, menurut sebuah perkiraan, bisnis telekomunikasi satelit itu setahun mendatangkan keuntungan sekitar US$ 10 milyar. Dan, setiap tahun, bisnis satelit komunikasi mencatat pertumbuhan antara 20% dan 30%. Di Eropa, antusiasme pemerintah agak berbeda dengan sikap berhati-hati para pengusaha untuk menanamkan modal dalam industri ruang angkasa ini. "Masih sangat kecil perhatian di bidang industri yang satu ini," tutur Yves Demerliac, sekretaris jenderal Eurospace, asosiasi industri ruang angkasa Eropa, yang menyelenggarakan pertemuan di Stresa itu. Para industrialis besar yan bergerak di bidang farmasi dan elektronik, misalnya, bahkan tak mengirim utusan ke pertemuan tadi. Risiko memang sudah bisa dibayangkan sejak awal. Masalah pertama datang dari biaya peluncuran stasiun ruang angkasa. Menurut perkiraan, dalam dua tahun mendatang ongkos penerbangan pesawat antariksa saja akan naik dua kali, menjadi sekitar US$ 71 juta. Problem berikutnya menyangkut waktu yang dibutuhkan untuk melakukan eksperimen ruang ankasa. Menempatkan sebuah pabrik, atau Taboratorium, di ketinggian sana, memang tidak semudah membangun pencakar langit di permukaan bumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini