Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Wabah COVID-19, Dekan ITB Kirim Daftar Obat ke Menkes via WA

Bisa digunakan sebagai alternatif sepanjang belum tersedia atau ditemukan antivirus corona COVID-19. Mirip inisiatif dari UI dan IPB University.

19 Maret 2020 | 06.45 WIB

Ilustrasi obat. TEMPO/Mahanizar Djohan
Perbesar
Ilustrasi obat. TEMPO/Mahanizar Djohan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bandung - Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung membuatkan daftar 30-an obat dan bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai alternatif sepanjang belum tersedia antivirus corona COVID-19. Daftar telah dikirim langsung ke Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami meneliti, menyaring, dan mengecek juga antivirus komersial yang ada dan yang paling dekat atau memungkinkan,” kata Dekan Sekolah Farmasi ITB, Daryono Hadi Tjahjononya, Rabu 18 Maret 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Selain 30-an obat itu masih ada puluhan lagi obat yang sedang diperiksa senyawanya di komputasi. Inisiatif ini mirip dengan yang dilakukan peneliti gabungan Universitas Indonesia dan IPB University ketika menyodorkan rekomendasi jambu biji daging merah kepada masyarakat pada Jumat 1 Maret 2020.  

“Saya kirim WA (WhatsApp) ke Pak Menteri Kesehatan sudah disampaikan tabelnya ada yang masuk fase 3 dan 4 pengujiannya untuk dipakai pengobatan,” ujar Daryono.

Beberapa obat antivirus yang disodorkan ke pemerintah itu seperti ribavirin, remdesivir, favipiravir, dan lopinavir. “Obat untuk HIV juga, bisa cocok dengan COVID-19 kalau lihat dari interaksinya,” kata Daryono. 

Ini bisa impor juga karena belum ada. Peluang pemerintah untuk bahan baku obat. Yang paling sulit uji pada manusia.

Menurutnya, saat ini yang paling penting atau mendesak adalah obat dibandingkan vaksin pencegah COVID-19. Vaksin disebutkannya perlu waktu lebih lama untuk bisa digunakan meski waktu riset vaksin dan obat baru relatif sama.

Untuk vaksin, Daryono menjelaskan, fase tiga atau uji ke manusia butuh dalam jumlah banyak, biasanya selama 12 tahun, dan bisa dipersingkat dengan komputasi menjadi 5-8 tahun. “Kalau obat yang sudah ada bisa lebih cepat lagi,” katanya. Tahap terakhir atau fase 4 yaitu pemantauan jangka panjang soal efek samping obat atau vaksin.

Hingga Rabu 18 Maret 2020, tercatat jumlah kasus infeksi COVID-19 di indonesia sudah 227 dengan korban meninggal 19 orang. Diperkirakan jumlahnya masih akan bertambah.

 

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus