Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Yang Baru Tentang Wereng

Menurut laporan copr (cetre for overseas pest research) sejak 1970-an ribuan hektar padi diserang wereng. cara pemberantasan yang efektif a.l.: membiarkan mush alamiah wereng berkembang.

24 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR suram dari negeri tetangga. Sudah lebih dari 1300 acres (520 Ha) sawah di sekitar Kuala Selangor di pantai barat Semenanjung Melayu hancur terserang wereng coklat. Di antaranya sekitar 400 Ha baru akan dituai bulan ini. Sisanya baru, saja ditanam, dan hanya sedikit yang tertolong karena sudah siap panen. Lebih dari 400 keluarga tani terancam kelestarian perutnya. Menurut harian New Straits Times yang melansir berita itu 18 Agustus lalu, itu baru pertama kalinya wereng melanda Malaysia. Tak disebutkan dari mana asalnya. Tapi ada kemungkinan, serangga itu tiba di Kuala Selangor menyeberangi Selat Malaka dengan menumpang kapal atau perahu nelayan dari Sumatera Utara. Maklumlah, serangga biasanya tertarik cahaya lampu kapal atau petromaks nelayan Dan memang begitu pulalah cara wereng coklat dari Banyuwangi, Jawa Timur, menyeberangi Selat Bali dan kemudian Selat Lombok, dua tahun lalu (TEMPO, 7 Juni 1975). Tapi betulkah musibah yang terjadi hanya 60 Km dari Kuala Lumpur itu perkenalan pertama antara petani Malaysia dengan hama padi ini? Masih bisa diragukan. Menurut laporan Centre for Overseas Pest Research (COPR) yang berkedudukan di Londom semenjak awal 1970-an sudah ribuan hektar pada diganyang wereng di Indonesia, Filipina, Muangthai, Malaysia, Vietnam, Sri Lanka, India, Taiwan, Korea, Jepang dan bahkan juga Kepulauan Solomon di timur Irian. Jadi boleh dianggap sudah jadi keprihatinan internasional. Khususnya buat negeri-negeri penghasil padi. Baik untuk pengganjel perut, mampu pundi-pundi devisa. Bukan Baru, Pak Thoyib Meskipun Inggeris bukan negeri pemakan nasi, ekspansi wereng coklat pembawa virus penyakit kerdil rumput itu tak luput dari perhatian COPR. Lembaga yang bernaung di bawah Kementerian Kerjasama Pembangunan Internasional Inggeris itu telah meneliti daya adaptasi wereng coklat dengan bantuan Universitas Cardiff di Wales. Terutama masalah peremajaan wereng coklat menjadi biotypes yang lebih ganas dari pada nenek moyangnya. Untuk itu Dr Mike Claridge, yang memimpin riset itu, mencomot wereng percobaan dari Asia Timur. Ia bekerja sama dengan Internasional Rice Research Institute di Los Banos, dekat Manila. Masalah biotype wereng ini - yang dibeberkan dengan dramatis oleh menteri Pertanian Thoyib Hadiwijaya awal bulan lalu - ternyata bukan masalah baru. Menurut laporan COPR yang disiarkan London Press Service baru-baru ini, akhir 1974 di Kepulauan Solomon dan negara bagian Kerala di India wereng coklat telah mulai mengganyang habis padi unggul IR-26. Setelah diteliti temyata jenis wereng coklat yang sama telah beradaptasi terhadap varitas padi unggul tahan wereng (v.u.t.w.) itu. Dari situ timbullah kesibukan melahirkan generasi v.u.t.w. baru, berpacu dengan kecepatan adaptasi wereng coklat, yang tiap 12 generasi berkembang jadi biotype baru. Dan semakin sulit ditumpas. COPR juga meneliti cara penggunaan insektisida yang paling efektif. Cara penyemprotan weren selama ini, menurut para ahli kimia COPR tak banyak gunanya. Sebab serangga itu senang bercokol di pangkal batang dan daun padi, dekat air. Di situ dia terlindung dari cipratan insektisida yang disemprotkan dari pesawat terbang atau pompa semprot pikulan. Sedang obat semprot yang toh turun ke pangkal batang, sebentar saja sudah habis terbasuh air irigasi atau hujan. Karena itu, mereka mengusulkan penyelipan butir-butir insektisida ke akar padi. Dari situ, insektisida terserap masuk ke sari pati batang, dan membunuh wereng yang mengisap sari batang padi itu. Racun serangga yang diselundupkan lewat akar padi itu disebut systemic insecticides. Sedang yang disemprotkan untuk mematikan serangga secara langsung disebut contact insecticides. Slow Release.... "Pil anti hama" yang diselundupkan lewat akar memang sangat menolong tanaman yang twnbuh di tanah kering. Namun untuk padi yang terendam dalam air sawah, masih ada kelemahannya. Sebab zat kimia yang terkandung dalam lumpur di sekitar air dapat mengurangi daya punah insektisida. Dan menanam pil anti hama itu di antara akar rumpun padi terang saja makan waktu jauh lebih lama dari pada menyemprot insektisida kontak dari darat atau udara. Juga bekerjanya lebih lambat. Makanya disebut slow release pellets. Penelitian di Cardiff sudah dimanfaatkan hasiinya di Malaysia. Seperti dijelaskan Zahari Awang, Kepala Pertanian Pantai Utara: "Mula-mula sawah yang diserang wereng coklat itu disemproti insektisida kontak jenis carvaryl dan dieldrin." Tanpa penyemprotan udara, sebab dia takut meracuni perairan di daerah itu. Cukup dengan mesin penyemprot dan pengabut yang beroperasi dari darat. Ternyata cara itu tak seberapa efektif. Baru Dinas Pertanian membagi-bagikan 60 ribu Kg systemic insecticides jenis furadan 3 C. Kendati demikian, masih ada juga petani yang mengeluh karena sudah 3 kali menyebarkan racun serangga di sawahnya, tapi sang wereng tetap masih sanggup bertahan. Makanya di malam hari serangga hama itu dicoba dijebak pula dengan lampu. Seluruh operasi anti wereng itu dikordinasi oleh 31 orang yang terbagi dalam 9 tim dan tersebar di 22 lokasi. Merekalah yang menentukan daerah mana yang harus disemprot, dikabuti, atau dipasangi lampu penjebak, serta saat yang teat. Namun selain cara-cara represif tersebut, Encik Awang tak melupakan cara-cara alamiah. Katanya: "Populasi wereng dapat ditekan, bilamana jumlah pemangsa (predator)-nya meningkat kembali. Makanya kami mengharapkan musuh-musuh alamiah wereng ini -- seperti ladybirds dan syrtorhinus -- meningkat lagi, sehingga hama itu dapat dibatasi secara biologis." Jangan Obral Semprot Kedengarannya memang gampang. Namun dalam jangka panjang, tak cukup hanya dengan melepas burung ladybird atau kumbang syrtorhinus di persawahan yang terserang wereng. Secara ekologis, perlu ditegakkan kembali keseimbangan antara areal pertanian sebagai lingkungan hidup (habitat) serangga hama, dengan hutan di sekelilingnya yang merupakan habitat serangga pemangsanya. Sebab di tepi hutan itulah tumbuh aneka ragam bunga liar yang dihuni serangga parasit dan pemangsa, yang bertindak sebagai alat 'KB' alamiah terhadap serangga hama di kawasan pertanian. Dengan kata lain: hutan yang masih tersisa di sela sawah dan ladang jangan dibabat habis. Malah di mana bisa dihijaukan kembali. Sebab itulah 'benteng alamiah' petani untuk membendung gelombang serbuan hama serangga. Juga penyemprotan pestisida secara besar-besaran seyogyanya dibatasi. Salah-salah, bukan hanya hamanya yang mati (untuk sementara). Tapi juga musuh-musuh alamiahnya. Dua faktor itulah - pembabatan hutan di dekat kawasan pertanian, serta obral pestisida -- diperkirakan ikut merintis eksplosi wereng di Asia dan Pasifik semenjak Revolusi Hijau dicanangkan di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus