USAHA mencari penyakit DC-10 bisa berlangsung lama dan menelan
biaya tinggi. Kritik dari berbagai penjuru sudah bertubi-tubi
pada FAA (Badan Penerbangan Sipil Amerika).
Sampai berapa lama FAA akan tetap mencabut sertifikat semua tipe
DC-10? Belum lagi terjawab, Direktur FAA Langhorne di Bond
bahkan memperluas keputusannya. Pekan laIu ia memerintahkan pula
penelitian terhadap semua pesawat berbadan luas lainnya seperti
Boeing 747, Lockheed TriStar L-1011 -- keduanya juga buatan
Amerika -- dan yang buatan Eropa: Airbus 300. Semua itu
mempunyai rakitan pemasangan mesin mirip dengan -- yang
dipersoalkan pada DC-10.
Berdasarkan laporan perawatan yang tertimbun pad FAA,
suratkabar Los Angeles Times mengadakan studi perbandingan. LAT
menemukan bahwa dalam 5 tahun terakhir 37 kali keretakan pada
jumbo jet Boeing 747 pada rakitan mesin dan penyangganya. Untuk
Airbus yang di Amerika baru berjumlah 7, belum tersedia angka.
TriStar Lockheed muncul sebagai pesawat yang paling bebas dari
bermacam kelemahan dalam kurun waktu yang sama. Hanya 1 laporan
tentang kelemahan pada rakitan mesin L-1011. Ada 83 pesawat
L-1011 yang dioperasikan di Amerika kini, sedang Boeing 747
sebanyak 114.
Namun DC-10 tetap pegang rekor dalam laporan 5 tahun itu.
Ditemukan 62 kasus kelemahan pada rakitan penyangga dan mesin.
Semua itu terjadi sebelum jatuhnya DC-10 di Chicago (25 Mei)
yang menewaskan 275 orang.
Di Seattle -- pusat pabrik Boeing Aircraft yang telah
menghasilkan hampir 3.800 pesawat penumpang jet, seorang
jurubicara mengumumkan bahwa hanya 37 laporan kasus kelemahan.
Itu menunjukkan suatu rekor penerbangan yang sangat baik,
dibanding dengan jumlah jumbo jet 747 yang terbang.
Semua pesawat berbadan luas selain DC-10 segera setelah
pemeriksaan selesai diizinkan terbang kembali. Nasib DC-10 masih
belum menentu, masih didaratkan. McDonnell Douglas masih perlu
meyakinkan FAA bahwa tidak terdapat kesalahan disain yang pokok
pada penyangga mesin dan mesin DC-10 atau sampai hal itu
diperbaiki.
Para pemakai DC-10 di Eropa dan Asia turut menghadapi bermacam
kesulitan, karena pengaruh keputusan FAA itu. Sejumlah negara
Eropa mengadakan suatu pertemuan di Zurich pekan lalu yang
bertugas membuat rencana mengelakkan keputusan FAA. Di situ
dinyatakan bahwa perusahaan penerbangan Eropa umumnya sependapat
mengenai sebab jatuhnya sebuah DC-10 di Chicago. Mereka
berpendapat bahwa kecelakaan itu disebabkan kurang sempurnanya
perawatan pesawat itu, dan bukan karena kesalahan disain.
Udara AS Tetap Tertutup
Claude Abraham, direktur jenderal Penerbangan Sipil Perancis,
seusai pertemuan itu menjelaskan bahwa beberapa perusahaan
penerbangan di Amerika menggunakan metode perawatan yang berbeda
dengan yang dianjurkan pembuat pesawat. "Semua perusahaan di
Eropa mengikuti anjuran pembuatnya yang ternyata menjamin
keselamatan yang maksimal," kata Abraham.
Ia menambahkan bahwa 21 negara telah menyetujui suatu program
yang menjamin pesawat DC-10 mereka menjelang 19 Juni bisa
mengudara lagi. "Tidak perlu terjadi konfrontasi dengan FAA,"
ujar Abraham.
Tentang keputusan Eropa itu, Richard Stafford dari FAA
mengatakan: "Terserah mereka kalau mau terbang di luar wilayah
tanggung jawab kami, tetapi udara AS tetap tertutup (buat
DC-10)."
Perusahaan penerbangan di Asia umumnya mengecam FAA.
Keputusannya mendaratkan dan mencabut izin terbang DC-10,
menurut mereka, seharusnya tidak mencakup seri 30 dan 40.
Kebanyakan perusahaan di Asia, seperti juga Eropa, menggunakan
seri ini. DC-10 yang jatuh di AS adalah dari seri 10.
JAL, yang mempergunakan 9 DC-10, membatalkan 13 2 penerbangan
yang dilayani pesawat itu dalam seminggu. Akibatnya, gagal
perjalanan hampir 19.000 calon penumpang. Korean Airlines
menyatakan setiap harinya mengalami kerugian $ 200.000 karena 5
pesawat DC-10 mereka didaratkan. Philippine Airlines mengeluh
bahwa penerbangan trans-Pacific yang tadinya dilayani oleh DC-10
terpaksa digantikan oleh DC-8. Kapasitas DC-8 lebih kecil. Kata
pejabat PAL, Enrique B. Santos, "Sejak pendaratan DC-10,
sekarang sudah 700 penumpang terpaksa menunggu penyaluran."
Garuda Indonesian Airways menanggung 300 penumpang yang terpaksa
kandas di Jakarta akibat perintah pendaratan armada DC-10
miliknya. Mereka ditempatkan di berbagai hotel di Jakarta atas
biaya Garuda sepenuhnya, dan disalurkan dengan pesawat lain
secara berangsur.
Thai International Airlines dan Singapore Airlines menyatakan
belum dapat memperkirakan kerugian mereka, tapi diduga cukup
besar. Air New Zealand mendapat kerugian "melebihi 4 juta dollar
sejak FAA bertindak," ujar Gordon Steptoe, jurubicara perusahaan
itu pekan lalu.
Umumnya perusahaan di Asia menunggu perkembangan rekan mereka di
Eropa, walaupun di sana-sini telah ada pertimbangan untuk
menuntut FAA atau perusahaan McDonnell Douglas atas kerugian
mereka. Pakistan international Airways, misalnya,
menginstruksikan wakilnya di Amerika untuk mendukung setiap aksi
legal terhadap McDonnell Douglas. Garuda pernah mengungkapkan
niat serupa.
Umroh
Di Jakarta, Garuda pekan lalu hendak mengadakan ferryflight ke
Denpasar, tetapi kemudian dibatalkannya Ditjen Perhubungan Udara
belum memberi izin untuk itu. Padahal, demikian sekretaris
R.A.J. Lumenta dari Garuda, perusahaan asuransi Lloyd di London
telah memberi izin untuk penerbangan semacam itu asalkan tanpa
penumpang dan telah mendapat izin resmi pula dari Badan Pengawas
Penerbangan Sipil di negeri sendiri, dalam hal ini Subdit
Kelaikan Udara. Rupanya pihak Ditjen Perhubungan Udara tidak mau
berspekulasi dalam menunggu perkembangan langkah FAA di
Washington. Garuda kini memiliki 4 pesawat DC-10. Dua lagi
pesanan baru diharapnya akan tiba Juli nanti. "Mudah-mudahan
menjelang musim haji Oktober nanti, semua DC-10 dapat melayani
jemaah sebagaimana biasa," ujar Lumenta.
Sebuah konsorsium biro perjalanan nasional terpaksa membatalkan
penerbangan umroh paket pertama bulan ini, karena tidak
tersedianya DC-10. Paket kedua, yang direncanakan 22 Juli diduga
akan batal juga untuk umroh.
Menteri Agama Alamsyah, menurut Reuter, di depan komisi DPR
mengajak kaum muslimin se-Indonesia untuk berdoa agar menjelang
musim haji nanti pesawat DC-10 sudah diperbolehkan terbang lagi
DC-10 paling populer bagi jemaah haji Indonesia, katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini