Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Yang Menunggu Dengan DC-10

Direktur FAA Langhorne memperluas keputusannya, meneliti semua pesawat berbadan luas seperti Boeing 747, Lockheed Tristar l-1011 dan airbus 300. Jumlah kasus kecelakaan DC-10 mencapai rekor. (tek)

23 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USAHA mencari penyakit DC-10 bisa berlangsung lama dan menelan biaya tinggi. Kritik dari berbagai penjuru sudah bertubi-tubi pada FAA (Badan Penerbangan Sipil Amerika). Sampai berapa lama FAA akan tetap mencabut sertifikat semua tipe DC-10? Belum lagi terjawab, Direktur FAA Langhorne di Bond bahkan memperluas keputusannya. Pekan laIu ia memerintahkan pula penelitian terhadap semua pesawat berbadan luas lainnya seperti Boeing 747, Lockheed TriStar L-1011 -- keduanya juga buatan Amerika -- dan yang buatan Eropa: Airbus 300. Semua itu mempunyai rakitan pemasangan mesin mirip dengan -- yang dipersoalkan pada DC-10. Berdasarkan laporan perawatan yang tertimbun pad FAA, suratkabar Los Angeles Times mengadakan studi perbandingan. LAT menemukan bahwa dalam 5 tahun terakhir 37 kali keretakan pada jumbo jet Boeing 747 pada rakitan mesin dan penyangganya. Untuk Airbus yang di Amerika baru berjumlah 7, belum tersedia angka. TriStar Lockheed muncul sebagai pesawat yang paling bebas dari bermacam kelemahan dalam kurun waktu yang sama. Hanya 1 laporan tentang kelemahan pada rakitan mesin L-1011. Ada 83 pesawat L-1011 yang dioperasikan di Amerika kini, sedang Boeing 747 sebanyak 114. Namun DC-10 tetap pegang rekor dalam laporan 5 tahun itu. Ditemukan 62 kasus kelemahan pada rakitan penyangga dan mesin. Semua itu terjadi sebelum jatuhnya DC-10 di Chicago (25 Mei) yang menewaskan 275 orang. Di Seattle -- pusat pabrik Boeing Aircraft yang telah menghasilkan hampir 3.800 pesawat penumpang jet, seorang jurubicara mengumumkan bahwa hanya 37 laporan kasus kelemahan. Itu menunjukkan suatu rekor penerbangan yang sangat baik, dibanding dengan jumlah jumbo jet 747 yang terbang. Semua pesawat berbadan luas selain DC-10 segera setelah pemeriksaan selesai diizinkan terbang kembali. Nasib DC-10 masih belum menentu, masih didaratkan. McDonnell Douglas masih perlu meyakinkan FAA bahwa tidak terdapat kesalahan disain yang pokok pada penyangga mesin dan mesin DC-10 atau sampai hal itu diperbaiki. Para pemakai DC-10 di Eropa dan Asia turut menghadapi bermacam kesulitan, karena pengaruh keputusan FAA itu. Sejumlah negara Eropa mengadakan suatu pertemuan di Zurich pekan lalu yang bertugas membuat rencana mengelakkan keputusan FAA. Di situ dinyatakan bahwa perusahaan penerbangan Eropa umumnya sependapat mengenai sebab jatuhnya sebuah DC-10 di Chicago. Mereka berpendapat bahwa kecelakaan itu disebabkan kurang sempurnanya perawatan pesawat itu, dan bukan karena kesalahan disain. Udara AS Tetap Tertutup Claude Abraham, direktur jenderal Penerbangan Sipil Perancis, seusai pertemuan itu menjelaskan bahwa beberapa perusahaan penerbangan di Amerika menggunakan metode perawatan yang berbeda dengan yang dianjurkan pembuat pesawat. "Semua perusahaan di Eropa mengikuti anjuran pembuatnya yang ternyata menjamin keselamatan yang maksimal," kata Abraham. Ia menambahkan bahwa 21 negara telah menyetujui suatu program yang menjamin pesawat DC-10 mereka menjelang 19 Juni bisa mengudara lagi. "Tidak perlu terjadi konfrontasi dengan FAA," ujar Abraham. Tentang keputusan Eropa itu, Richard Stafford dari FAA mengatakan: "Terserah mereka kalau mau terbang di luar wilayah tanggung jawab kami, tetapi udara AS tetap tertutup (buat DC-10)." Perusahaan penerbangan di Asia umumnya mengecam FAA. Keputusannya mendaratkan dan mencabut izin terbang DC-10, menurut mereka, seharusnya tidak mencakup seri 30 dan 40. Kebanyakan perusahaan di Asia, seperti juga Eropa, menggunakan seri ini. DC-10 yang jatuh di AS adalah dari seri 10. JAL, yang mempergunakan 9 DC-10, membatalkan 13 2 penerbangan yang dilayani pesawat itu dalam seminggu. Akibatnya, gagal perjalanan hampir 19.000 calon penumpang. Korean Airlines menyatakan setiap harinya mengalami kerugian $ 200.000 karena 5 pesawat DC-10 mereka didaratkan. Philippine Airlines mengeluh bahwa penerbangan trans-Pacific yang tadinya dilayani oleh DC-10 terpaksa digantikan oleh DC-8. Kapasitas DC-8 lebih kecil. Kata pejabat PAL, Enrique B. Santos, "Sejak pendaratan DC-10, sekarang sudah 700 penumpang terpaksa menunggu penyaluran." Garuda Indonesian Airways menanggung 300 penumpang yang terpaksa kandas di Jakarta akibat perintah pendaratan armada DC-10 miliknya. Mereka ditempatkan di berbagai hotel di Jakarta atas biaya Garuda sepenuhnya, dan disalurkan dengan pesawat lain secara berangsur. Thai International Airlines dan Singapore Airlines menyatakan belum dapat memperkirakan kerugian mereka, tapi diduga cukup besar. Air New Zealand mendapat kerugian "melebihi 4 juta dollar sejak FAA bertindak," ujar Gordon Steptoe, jurubicara perusahaan itu pekan lalu. Umumnya perusahaan di Asia menunggu perkembangan rekan mereka di Eropa, walaupun di sana-sini telah ada pertimbangan untuk menuntut FAA atau perusahaan McDonnell Douglas atas kerugian mereka. Pakistan international Airways, misalnya, menginstruksikan wakilnya di Amerika untuk mendukung setiap aksi legal terhadap McDonnell Douglas. Garuda pernah mengungkapkan niat serupa. Umroh Di Jakarta, Garuda pekan lalu hendak mengadakan ferryflight ke Denpasar, tetapi kemudian dibatalkannya Ditjen Perhubungan Udara belum memberi izin untuk itu. Padahal, demikian sekretaris R.A.J. Lumenta dari Garuda, perusahaan asuransi Lloyd di London telah memberi izin untuk penerbangan semacam itu asalkan tanpa penumpang dan telah mendapat izin resmi pula dari Badan Pengawas Penerbangan Sipil di negeri sendiri, dalam hal ini Subdit Kelaikan Udara. Rupanya pihak Ditjen Perhubungan Udara tidak mau berspekulasi dalam menunggu perkembangan langkah FAA di Washington. Garuda kini memiliki 4 pesawat DC-10. Dua lagi pesanan baru diharapnya akan tiba Juli nanti. "Mudah-mudahan menjelang musim haji Oktober nanti, semua DC-10 dapat melayani jemaah sebagaimana biasa," ujar Lumenta. Sebuah konsorsium biro perjalanan nasional terpaksa membatalkan penerbangan umroh paket pertama bulan ini, karena tidak tersedianya DC-10. Paket kedua, yang direncanakan 22 Juli diduga akan batal juga untuk umroh. Menteri Agama Alamsyah, menurut Reuter, di depan komisi DPR mengajak kaum muslimin se-Indonesia untuk berdoa agar menjelang musim haji nanti pesawat DC-10 sudah diperbolehkan terbang lagi DC-10 paling populer bagi jemaah haji Indonesia, katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus