Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Benjamin Pavard mencuat pada pergelaran Piala Dunia 2018 setelah menjadi pilihan utama skuad Prancis asuhan Didier Deschamps. Bek kelahiran 28 Maret 1996 (22 tahun) itu mampu menggeser seniornya, Djibril Sidibe, dari sisi kanan pertahanan Les Blues.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pavard tercatat melakoni enam dari tujuh laga Prancis di Piala Dunia 2018. Secara statistik, performanya tersebut sangat istimewa. Sebagai bek, dia hanya melakukan 9 pelanggaran dan mengantongi satu kartu kuning. Dia juga mampu mencetak satu gol spektakuler pada laga perempat final kontra Argentina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum ajang Piala Dunia 2018, nama Pavard nyaris tak terdengar. Lahir di sebuah kota kecil Maubeuge, Pavard dinilai sebagai salah satu contoh sukses Prancis dalam melahirkan bek-bek tangguh kelas dunia. Selain Pavard, ada nama Raphael Varane, Samuel Umtiti hingga Lucas Hernandez yang kini mengisi lini belakang mereka.
Karir Pavard dimulai ketika dia bergabung bersama akademi Lille sejak 2005 lalu. Sempat masuk ke dalam skuad senior klub Prancis itu, dia memutuskan hengkang ke klub Jerman, Vfb Stuttgart, pada 2016. Saat itu, dia menilai karirnya terancam karena Pelatih Frederic Antonetti tak menjadikannya pilihan utama.
Pelatih Vfb Stuttgart, Hannes Wolf, merupakan tokoh yang mampu mengasah bakat alami Benjamin Pavard. Dia memberikan Pavard kepercayaan dalam skema 3 pemain belakang yang akhirnya membawa Stuttgart kembali ke divisi utama Bundesliga, sebutan Liga Jerman, pada musim itu.
Sebagai pemain belakang, Pavard dinilai memiliki banyak kelebihan. Selain tubuhnya yang memiliki tinggi 186 cm, Pavard juga dikenal sebagai pemain yang cerdas. Dia sangat piawai dalam membaca permainan lawan seakan-akan dia adalah seorang bek senior yang kenyang pengalaman.
Kemampuannya menempatkan diri juga luar biasa. Dia kerap berada di posisi yang tepat untuk memotong bola sebelum memasuki area pertahanan timnya.
Secara statistik, di Liga Jerman, Pavard masuk ke dalam salah satu bek terbaik musim lalu. Dia mencatatkan angka 3,2 dalam memenangkan duel udara per pertandingan serta melakukan 1,9 jegalan per pertandingan dengan 1,6 jegalan diantaranya dianggap bersih.
Direktur Olahraga Stuttgart, Michael Reschke, menyebutkan bahwa kemampuan Benjamin Pavard tersebut lahir dari instingnya yang tinggi. Menurut dia, lapangan bola merupakan rumah bagi Pavard. Reschke juga menyebut Pavard sebagai sosok yang merendah dan selalu mengutamakan tim.
"Dia sangat pintar dalam bermain bola dengan insting yang alami. Dia seakan berada di rumahnya sendiri di lapangan," ujarnya memuji performa Pavard di Piala Dunia 2018 dan Stuttgart.
"Dia selalu memahami strategi apa yang sedang di mainkan dan bagaimana itu bisa bekerja baik dengan teknik ataupun pemahaman teknik yang dia miliki."
"Dia tak melakukan sesuatu untuk bersinar. Dia melakukan itu karena itu merupakan solusi yang tepat untuk timnya saat itu. Itu yang membuat dia spesial," lanjutnya.
Tak hanya memukau saat bertahan, Pavard juga dikenal sebagai bek yang memiliki kemampuan menyerang sangat baik. Dia memiliki kepercayaan diri menggiring bola serta kuat dalam duel satu lawan satu.
Soal yang satu itu, Benjamin Pavard juga dikenal sebagai bek yang memiliki keputusan tepat. Dia hanya akan maju ke depan jika dia menilai area pertahannya cukup aman untuk ditinggalkan. Jika tidak, dia akan cepat mengalirkan bola ke lini tengah dengan umpan-umpannya yang terkenal akurat.
Kemampuannya yang cukup komplit membuat Wolf tak jarang memainkan Benjamin Pavard sebagai gelandang bertahan. Bahkan, karena keunikannya bisa bermain di berbagai posisi itu, si pelatih memberikan julukan Si Pisau Swiss Army kepada Pavard, merujuk kepada pisau multi fungsi dari Swiss.
BLEACHER REPORT| EVENING STANDARD | EIF SOCCER