Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

"paus" jassin di tengah kita

Pengarang: h.b. jassin. jakarta: gramedia, 1982. (bk)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SASTRA INDONESIA SEBAGAI WARGA SASTRA DUNIA Oleh: H.B. Jassin Penerbit: PT Gramedia, Jakarta, 1983, 280 halaman. MESKIPUN bagi kaum terpelajar H.B. Jassin tidak perlu diperkenalkan lagi, ada baiknya kalau kita ingat sejenak apa yang telah dikerjakannya selama ini. Jassin sudah memulai kegiatannya di bidang kesusastraan sejak sebelum Perang Dunia II, antara lain, dengan menyiarkan cerita pendek di majalah Pujangga Baru. Namanya di bidang itu menjadi sangat menonjol ketika ia, sejak tahun 1950-an bahkan sampai sekarang, secara bersungguh-sungguh dan tak putus-putus menunjukkan perhatiannya terhadap sastra Indonesia modern. Awal 1950-an buku-buku Jassin terbit. Buku-buku tersebut selain menunjukkan penguasaannya yang baik atas konsep-konsep dasar kesusastraan, juga memamerkan ketajaman pandangannya tentang beberapa masalah penting dalam perkembangan sastra kita. Dari segi tertentu bahkan bisa dikatakan bahwa Jassinlah yang menjadi sumber, atau musabab, masalah-masalah tersebut. Pada kurun yang sama ia juga menjadi redaksi pelbagai majalah yang besar sumbangannya terhadap sejarah sastra Indonesia. Di samping itu, Jassin sejak masih bekerja untuk Balai Pustaka, di tahun 1940, telah merintis usaha dokumentasi yang kini dikenal sebagai Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. Minat, kesempatan, dan dokumentasi telah menjadikan Jassin seorang yang "paling" berpengaruh dalam perjalanan sastra kita. Dan bukan kebetulan kalau ia mendapat julukan Paus di bidang sastra Indonesia -- meskipun tidak jarang julukan tersebut dipakai juga untuk mengejeknya. Ada beberapa hal menarik yang harus dicatat tentang kegiatan Jassin selama ini. Pertama, perhatiannya terhadap sastra tidak semakin menyempit, tapi semakin meluas. Sebagai kritikus ia banyak membaca dan mempelajari disiplin lain. Karena ia berkeyakinan bahwa sastra bisa berkaitan dengan disiplin apa pun. Kedua, tampaknya H.B. Jassin mencapai puncak-puncak kegiatannya apabila ia mendapat semacam "tekanan". Pada tahun 1950-an ia menulis karangan-karangan yang padat dan penuh keyakinan tentang Chairil Anwar, krisis sastra, dan humanisme universal. Dasa warsa berikutnya ia membela Tenggelamnya Kapal van der Wijk (Hamka) dari tuduhan jiplakan, dan membela Langit Makin Mendung (Kipanjikusmin) -- dalam pelbagai karangan dan di pengadilan -- terhadap tuduhan merendahkan Tuhan, Nabi Muhammad, dan sendi-sendi Islam. Pada saat-saat "tertekan" itu Jassin cenderung menunjukkan kualitasnya yang tinggi sebagai pemikir: penalaran, pembuktian, dan keyakinan yang sangat kuat. Itu semua ditunjang oleh pengalaman, bacaan, dan dokumentasi yang baik. Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia adalah kumpulan karangan yang menunjukkan dua hal yang sudah disinggung itu. Karangan dalam buku ini, jumlahnya 24 buah, yang dikelompokkan menjadi lima bagian, mencakup pelbagai ragam karangan: "Beberapa Penyair di Depan Forum" adalah tentang puisi mutakhir, "Pengalaman Menerjemahkan Al Quran Secara Puitis" adalah tentang terjemahan, dan "Dokumentasi Sastra H.B. Jassin menjadi Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin" menjelaskan perkembangan sebuah usaha pribadi yang menjadi lembaga. Karangan-karangan itu ditulis dalam waktu lebih dari 10 tahun -- mulai tahun 1966. Dibandingkan dengan karya yang ditulis tahun-tahun sebelumnya, tentu ada beberapa karangan dalam buku ini yang tidak menunjukkan keistimewaan Jassin. Bahkan dalam karangan yang dijadikan judul buku ini terasa ada sesuatu yang agak "berlebihan", meskipun karangan itu berasal dari pidato penerimaan gelar Doctor Honoris Causa. Dalam karangan pendek yang diambil dari "Catatan Kebudayaan" majalah Horison Jassin berusaha membela pendiriannya tentang Angkatan '66 terhadap kritik Harry Aveling. Meskipun sudah sejak tahun 1940-an Jassin suka menerjemahkan, baru tiga dekade kemudian ia menuliskan pengalaman dan pandangannya yang tajam tentang terjemahan. Keempat karangannya tentang terjemahan menunjukkan kecermatan dan keluasan pandangannya. Jassin telah menerjemahkan Max Havelaar (Multatuli) dan Quran -- untuk yang pertama ia mendapatkan Hadiah Martinus Nijhoff dari Prins Bernhard Fonds, sedang untuk yang kedua ia sempat mendapat caci maki dari beberapa orang dan kalangan. Jassin ternyata bukan hanya penerjemah yang baik, tetapi teoritisi terjemahan yang penting diperhatikan. Bagian terpenting bunga rampai ini adalah bagian ketiga, "Imajinasi di depan Pengadilan", yang berisi delapan tulisan, secara langsung atau tidak, berkaitan dengan heboh cerpen Langit Makin Mendung. Cerpen Kipanjikusmin itu disiarkan lewat majalah Sastra pada tahun 1968. Rupanya saat itu suasana begitu sensitif sehingga tidak menguntungkan penyiarannya. Dimulai dengan penyitaan majalah tersebut oleh Kejaksaan Tinggi di Medan, masalah Langit Makin Mendung sempat menjadi perhatian nasional. Ia menyangkut hal-hal dasar dalam kehidupan budaya kita. Cerpen tersebut telah menyebabkan Jassin menjadi tertuduh di pengadilan, karena pengarangnya tetap berlindung di balik nama samaran. Dalam keadaan "tertekan" sebelum dan selama proses pengadilan itulah H.B. Jassin menulis beberapa karangan yang menunjukkan kualitasnya yang tinggi sebagai pemikir. Dalam karangan-karangan itu ia berusaha menuangkan pandangan dan keyakinannya sepenuh-penuhnya dan sejauh-jauhnya, tanpa emosi berlebihan dan tanpa takut-takut. Di depan pengadilan ia, antara lain, mengatakan: Yang Saudara adili di sini bukanlah H.B Jassin, bukan Kipanjikusmin, bukan "Langit Makin Mendung" Yang Saudara adili di sini adalah Imajinasi .... Saya tidak mengelus-elus diri akan mendapat hukuman yang ringan atau dibebaskan sama sekali... Bagi saya hanya ada dua alternatif. Atau memang bersalah dan mendapat hukuman yang paling berat karena telah menghina Tuhan, atau tidak bersalah dan bebas. Jalan tengah tidak ada. Keberanian dan ketegasan itu sendiri merupakan kualitas istimewa. Tapi yang lebih penting dan berharga bagi kita dalam karangan-karangan tersebut adalah usaha yang bernilai untuk menjelaskan hubungan antara imajinasi manusia, kebebasan mencipta, Tuhan, dan kehidupan modern. Di sinilah Jassin memamerkan keunggulannya. Penalaran, pembuktian, bacaan, dan pengalaman telah menunjang usaha tersebut. Tentu harus diakui bahwa konsep yang disodorkannya sehubungan dengan masalah Langit Makin Mendung tidak mudah ditangkap oleh orang kebanyakan -- atau oleh orang terpelajar yang memang tidak berkehendak menangkapnya. Namun karangan itu, bagi yang bisa membacanya secara tenang, akan mampu mengingatkan kita semua bahwa ada hal yang sangat sensitif dalam masyarakat kita yang bisa menimbulkan ketegangan dan kekacauan. Bunga rampai ini diedit dan diberi pengantar oleh Pamusuk Eneste. Buku ini menyadarkan kita bahwa ternyata masih banyak karangan Jassin yang penting dibukukan. Untuk seorang seperti Jassin, yang telah selama 40 tahun bersungguh-sungguh terhadap kesusastraan kita, tidak perlulah dikenakan kriteria baik-buruk bagi karangannya. Semua pantas dikumpulkan untuk dibaca oleh para peminat sastra. Apalagi kalau diingat bahwa Jassin, dari kaca mata tertentu, sebenarnya merupakan musabab pelbagai masalah penting dalam kesusastraan kita. Dan untuk kejelian Pamusuk dalam memandang Jassin ini, kita pun patut memberi selamat. Sapardi Djoko Damono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus