Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

1001 Kemungkinan President

Di tangan Hardiman Radjab, koper seolah bernapas, menangis, lalu bagai kotak pandora, ketika dibuka menampilkan segala macam parodi dan renungan-renungan.

31 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rumah bordil, lantai opera, laut, kuburan, lalu-lintas Jakarta, WC pribadi, Icarus. Berbagai imaji tersebut bisa datang dari koper-koper bekas. Unik. Segar. Dan membikin orang bisa senyum-senyum menatapnya. Semua itu tersaji dalam pemeran Hardiman Radjab di Galeri Lontar, Jakarta: Riwayat Koper.

Radjab pemulung koper-koper tua. Ia mengumpulkan aneka koper dari ba-han kayu, seng, kulit, fiber, alumunium. Ada yang dari merek terkenal se-perti Echolac, President, sampai yang ia sendiri tak tahu mereknya karena capnya sudah berkarat.

Rata-rata koper itu diproduksi tahun 70-an. ”Paling tua ada yang bertahun 1901,” kata dosen Institut Kesenian Jakarta itu. Ia tak berhenti pada mengoleksi koper, tapi juga memburu barang-barang yang berfungsi sebagai koper: kotak bekas amunisi, brankas, peti kemas kecil. Dan semua itu ia bedah, ia lubangi, ia permak. Ia pacak dengan suatu imajinasi yang ulung.

Hardiman Radjab, 46 tahun, datang dari dunia kriya, dunia yang sering menjadi primadona bagi pemerintah daerah. Ekspo pembangunan di daerah selalu dipenuhi berbagai stand yang menampilkan aneka kerajinan kayu. Di Jakarta, tiap tahun diadakan pameran barang kerajinan dari seluruh Indonesia.

Tapi ia gelisah. Betapapun pasar kerajinan di sini marak, ia melihat kreativitas jalan di tempat. ”Selama 20 tahun saya lihat tak ada perkembangan dari segi desain,” katanya. Kecenderungan etnik yang menjadi tren di sini, menurut dia, sudah tertinggal jauh. Dalam inovasi desain, negara tetangga kita Filipina, misalnya, jauh lebih unggul.

Ia sendiri pada awal karier-nya banyak bereksperimen di- dunia kriya. ”Saya sering mem-buat permainan skala. B-arang yang kecil saya besarkan, yang besar saya kecilkan,” ujarnya. Ia membuat parasut kayu kecil, gedung bioskop kecil—lengkap dengan tempat du-duk dan layarnya. Atau ia membuat tali sepatu dan ritsluiting dari kayu yang lebih besar dari ukuran asli-nya. ”Sebelum banyak orang membuat m-otormotoran dari kayu, saya telah buat dulu.”

Suatu ketika ia berada di sebuah stasiun kota di Prancis. Ia menyaksikan koper-koper tua yang ditumpuk-tumpuk menjadi monumen setinggi 14 meter. Semuanya adalah koper yang tertinggal milik para penum-pang. Ia terkesima dan ketika pulang ia lalu melebarkan sayap, intens meng-eks-plo-rasi koper. ”Koper waktu dibuka menjanjikan kemungkinan, karena kosong-,” -katanya.

Lihatlah Holiday Inn. Ini karya pa-ling ”gampang”. Ia melubangi koper de-ngan format kotak-kotak. Dan jadilah imaji facade—sisi muka hotel—yang penuh jendela-jendela terang-bende-rang. Sumur tanpa Dasar—sebuah kar-ya lain yang judulnya diambil dari kar-ya Arifin C. Noer—juga sederhana, ”mudah dibuat”, tapi kuat secara artistik. Ini menampilkan sebuah koper tertutup, tapi di pojok permukaannya ada sebuah miniatur sumur kecil dengan timbanya.

Banyak karyanya yang bermain-main dengan ide panggung. Bagian dalam koper bisa dijadikan ”arena pentas”, Curtain Call. Sebuah koper dikerowaki bagian pinggirnya. Bila kita melongok, di dalamnya tampak ”sebuah ruangan teater lengkap plus lampu antiknya”. Dan di pentas ada set sebuah ”pohon” meranggas. ”Saya terinspirasi set Waiting for Godot,” katanya, menyebut karya Samuel Becket.

Sebuah koper lain terbuat dari kulit berwarna cokelat tua dibikin seperti sebuah etalase mini. Dari kaca, kita dapat melihat di dalamnya boneka-boneka barbie menunggu berderet di kursi. Judulnya Red District. Di koper lain, ia membuat panggung yang boneka-bonekanya bisa bergerak dansa atau bahkan beradegan sodomi.

Ide Hardiman tampak subur. Jarang kita melihat sebuah pameran dengan tingkat kebe-ragaman yang tinggi seper-ti ini. Gagasan Hardiman bisa datang dari mana saja. Dari dunia komik, misalnya, ia mengangkat tokoh Lucky Luke dan penjahat Joe Dalton. Berjudul Coffee Break, sebuah koper dalam posisi terbuka, di dalamnya ditampilkan figur kedua tokoh komik tengah bercakap. Ini sindiran tentang bagaimana aparat bisa diajak bernegosiasi oleh penjahat. ”Gagasannya pertemuan Gorries Mere dan Ali Imron di Starbuck,” katanya.

Suatu hari, dari seorang teman, Hardiman memperoleh pemutar piringan hitam jinjing, alat yang bisa dibawa ke mana-mana. Tapi, secara tak terduga Hardiman kemudian menjadikan turn table itu seekor kuda-kudaan. Diberi judul Trojan Horse, pemutar itu dijadikan isi perut kuda.

Karya usil lainnya, Traveling Bag. Sebuah koper, bila dibuka terdapat kloset duduk. Lengkap dengan gulung-an -kertas tisu. Menurut dia, ini masalah yang sering timbul bila orang bepergian: kebelet buang air besar. ”Masalah itu selesai bila ada toilet portabel se-perti ini,” katanya.

Gagasannya juga tiba-tiba menukik ke kematian, Message in the Bottle. Koper dibuatnya mirip akuarium. Koper dibuka, bagian dasarnya diisi air. Bagian atasnya digambari sebuah pulau dengan pohon nyiur melambai. Di genangan air itu ada botol dengan sepucuk surat di dalamnya bertuliskan Help mengapung. Karya lain berjudul Just A Moment. Sebuah koper dibuat sedemikian rupa mengingatkan kita pada deteksi bagasi di bandar udara. Mencekam secara ide, karena di ”deteksi” itu ia meletakkan bayi-bayian di satu sisi, dan peti mati di sisi lain.

Di tangan Hardiman, koper memang seolah benda hidup. Ia bisa ”bernapas” atau ”menangis”. Tengoklah Halte. Sebuah koper tua yang membuka dan menutup sendiri perlahan. Seakan napas penghabisan. Sebuah koper lain digantung dengan tempelan sebuah mata yang terbuat dari dempul mobil dan lem bakar. Seluruh tubuh koper itu basah, seolah penuh genangan air mata. Dan darinya menitik ke bawah tetes-tetes air. Ini salah satu karyanya yang paling kontemplatif.

Koper yang dipakai untuk karya ini adalah koper berbahan fiber merek President. Mulanya koper ini ditemukan Hardiman dalam kondisi rusak. Tergores dan robek sana-sini. Hardiman lalu menjahit, memperbaikinya sendiri. Karena itu, judulnya Frankie Menangis, lantaran menurut dia itu seperti menghidupkan Frankenstein. ”Di dalamnya ada setelan untuk meng-atur kecepatan tetesan air.”

Terasa semua karyanya rapi. Ba-gian-bagian yang memerlukan- pengerjaan detail se-perti Rest In -Pea-ce bisa di-sa-ji-kan tanpa- belepotan. Ini karya yang isi ba-gian dalam k-oper menampilkan sebuah ”denah” atau ”maket” kuburan se-orang bos yang ru-mit, karena ia membawa seluruh kekaya-annya di dalam tanah.

Tengok juga Gone with the Wind, sebuah karya yang berbicara tentang penebangan liar. Di dalam koper ada puluhan ”kayu gelondong kecil” bertum-pukan, dan kemudian dari sisi koper ke-luar dayung-dayung alit, kayuhkayuh -sam-pan kecil. Cara menampilkannya ber-sih. Rajin. Tampak gagasan Har-diman direalisasikan oleh keteram-pilan -pertukangannya yang tinggi. ”Padahal ini aslinya kotak amunisi Pindad,” -katanya.

Hardiman tampak berusaha keras membuat kening pengunjung tak berkerut. Tampak ia betul-betul menjauhi abstrakisme. Sedapat mungkin karyanya harus mampu menjalin komunikasi dengan pe-ngunjung. Itu diakuinya prinsip-prinsip dari industri kriya.

Koper adalah simbol perjalanan hidup. Ia lambang manusia yang mengalami banyak asam dan garam kehidupan. Isi sebuah koper bisa menampilkan jejak riwayat biografi seseorang. Isi koper tukang sulap pasti berbeda dengan isi koper seorang dokter gigi. Isi koper seorang pembunuh bayaran tentu berbeda dengan isi ko-per seorang tukang obat. Melalui 21 kar-yanya, Hardiman membawa fantasi kita ke mana-mana, lalu abrakadabra…. Tentunya masih banyak kejutan lain yang ingin disampaikannya.

Maka, bila Anda memiliki koper President bekas atau apa saja, kirimkan kepada Hardiman. Ia tertawa. ”Saya sekarang juga menggarap helm.” Itu menyadarkan kita bahwa keteram-pilan kriya bisa menjadi basis yang berharga bagi eksplorasi seni rupa kontemporer. Di tengah hiruk-pikuknya pameran seni rupa tahun ini, bisa dibilang Riwayat Ko-per ini merupakan salah satu pameran tunggal terkuat di Jakarta.

Seno Joko Suyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus