Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Boneka-boneka Vogel dan Sajak Baudelaire

Teater Boneka Wilde dan Vogel datang lagi ke Indonesia. Menampilkan karya yang sulit dicerna tapi menakjubkan.

30 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Michael Vogel, teaterwan boneka, duduk setengah jongkok bertumpu pada lutut kirinya. Terlihat boneka tengkorak sebesar kepalan tangan anak kecil menggelayut di kakinya.

Sejenak kemudian, terdengar suara anak kecil membacakan sebuah sajak Baudelaire, "Temanku yang baik, kukirim kepadamu satu karya yang sederhana, yang kalau kita tak semena-mena, tak boleh dikatakan tidak ada ekor maupun kepalanya, karena semua justru di sana, kepala sekaligus ekornya…."

Inilah awal pembukaan pentas: Spleen yang menafsirkan sajak penyair Prancis, Baudelaire, Senin malam, 23 Januari, di Gedung Kesenian Jakarta. Teater boneka dari Leipzig, Jerman, ini mengawali rangkaian penampilan di Indonesia. Mereka tampil di Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung. Enam tahun lalu, mereka pernah datang ke Indonesia membawakan karya yang terinspirasi karya William Shakespeare: The Tragedy of Hamlet.

Spleen merupakan kaleidoskop gambar, lagu, dan miniatur yang terinspirasi prosa karya pujangga terbesar Prancis dan pelopor sastra modern Eropa, Charles Baudelaire: Le Spleen de Paris. Karya ini dipublikasikan setelah Baudelaire meninggal, pada 1869. Dia menggambarkan keadaan manusia di ambang modernitas, yang terombang-ambing antara kehausan akan hidup, rindu kematian, pencarian romantis tentang keabadian, dan kesia-siaan yang brutal.

Vogel menampilkan karyanya dengan pentas boneka-boneka, iringan gitar dan biola, serta rekaman teks Baudelaire yang direkam sebelumnya sebagai latar belakang. Vogel dan Wilde mendirikan teater ini pada 1997. Mereka tampil di berbagai festival di 20 negara Asia, Eropa, dan Amerika. Pada 2009, mereka mendapat dua penghargaan grand prix dan dua penghargaan khusus pada International Festival of Puppet Theatre Warsaw serta musik terbaik pada Festival Spotkanie di Teatr Baj Pomorski Torun, Polandia.

Boneka menjadi alat untuk merangsang imajinasi para penonton. Vogel mewujudkan cerita demi cerita dari boneka tengkorak yang melayang-layang, topeng perempuan berambut putih, boneka berambut punk, tubuh perempuan terkoyak, serta boneka kodok yang berkaki panjang dan bermulut besar. Ada kodok kecil, kodok perempuan lengkap dengan dua putingnya, yang dipadu dengan bulu-bulu. Dia juga mengaku terinspirasi wayang kulit yang tipis tapi tangannya bisa bergerak ekspresif. Gerak boneka kodoknya pun sangat lentur, dan hidup.

Saat bercerita, Vogel terlihat sangat piawai memainkan kendali bonekanya. Pada teater boneka yang lain, "dalang" terlihat menyembunyikan diri dengan kostum dan latar belakang gelap, tapi Vogel justru menampakkan dirinya, dengan celana belel sobek di lutut dan paha, jas hitam, serta baju merah. Sedangkan Charlotte Wilde mengenakan pakaian senada dengan sepatu bot merah.

"Kami memang ingin menjadi bagian dari pertunjukan. Ini terjadi pada seni teater kontemporer saat ini," ujar Wilde seusai pertunjukan. Vogel bahkan ikut menjadi boneka dengan topeng dan potongan tubuh perempuan. Ada saat dia berbaring dengan tubuh perempuan dan topengnya seperti sedang tidur bersama. Dia juga membelakangi penonton, membawa topeng, dan bergerak seakan-akan mereka sedang berdansa. Vogel juga menyampirkan tubuhnya—seakan-akan dia juga boneka—pada seutas tali untuk menggantung boneka-bonekanya.

Cerita yang disampaikan Vogel sebenarnya merupakan cerita yang menyedihkan. Tapi mencerna pertunjukan ini memang tak mudah. Penonton harus mendengarkan 11 teks Baudelaire yang dibacakan beberapa anak, sementara ekspresi dan "tindak-tanduk" boneka ini berdiri sendiri, tidak mengikuti teks.

Toh, pentas ini memukau. Wilde sendiri mengaku, saat "bergelut" dengan bonekanya, ia seperti merasakan ada energi yang merasuk ke boneka-bonekanya. "Ada satu boneka yang sama tapi seolah-olah berubah-ubah terus wajahnya," ujar Vogel.

Dian Yuliastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus