Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Buku kilat, buku bisnis

Banyaknya penerbitan buku kilat seperti khomeini, tinombala, dll. mendatangkan rejekid bagi segelintir orang. demi kepentingan komersil & mengejar aktualitas berita, mereka melupakan kode etik.

22 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDA mungkin masih ingat Raden Sawito Kartowibowo. Ketika ia ditahan, kemudian dihadapkan ke pengadilan, sementara media massa sibuk memberitakan kisah dan jalannya perkara, di Sala ada orang yang juga sibuk. Nama orang itu Titania (tanggung ini nama samaran). Ia mengguntingi berita dan tulisan tentang Sawito -- dan beberapa bulan kemudian muncul satu buku berjudul Sawito, Siapa, Mengapa Bagaimana. Isi buku: tak lebih dari isi surat kabar dan majalah yang selama itu memberitakan Sawito. Itulah sebuah contoh, bagaimana sebuah buku dipersiapkan dalam waktu singkat dan kemudian buru-buru diterbitkan guna mengejar aktualitas. Tak jelas kapan dimulainya, siapa yang memulai -- atau siapa tahu sejak kecelakaan pesawat terbang di Tinombala pertengaban 1977. Yang jelas, tahun kemarin ternyata merupakan masa ramai bagi buku semacam itu. Bisa dilihat di beberapa toko buku, misalnya Gunung Agung. Tujuan penerbitan buku kilat agaknya jelas. Kata Direktur PT Bina Ilmu, Surabaya, yang 6 bulan terakhir ini telah menerbitkan 8 judul: "Saya dulu penjual koran dan majalah. Setiap ada berita hangat, jualan saya habis terjual. Bahkan masih ada yang mencari-cari." Dari situlah dulu ia menyimpan gagasan untuk suatu waktu menerbitkan buku yang berkisah tentang masalah yang lagi hangat. Dan memang laris. Pertama, Oktober tahun lalu PT BI Surabaya itu menerbitkan Musim Heboh Islam Jamaah. Hanya dalam waktu sebulan, buku itu dicetak ulang dua kali -- setiap cetak 10 ribu eksemplar. Harganya memang murah: Rp 300 (majalah ini misalnya, yang juga menurunkan berbagai laporan tentang Islam Jamaah di beberapa nomor 1979, harganya Rp 400), dan terbit pada waktu yang tepat: masyarakat masih sibuk membicarakan Islam Jamaah. Persiapannya pun kilat. Menurut penulisnya Anshari Thayeb, hanya 5 hari. Kusni Kasdut Pengalaman pertama itu mendorong PT BI menerbitkan dua buku lagi tentang Islam Jamaah -- ditulis oleh bekas pembantu TEMPO itu juga. Dan membuktikan, bahwa buku kilat rupanya sangat tergantung aktualitas. Buku kedua, Korban-korban Islam Jamaah, hanya dicetak 20 ribu. Yang ketiga, dengan judul yang agak serem: Dalam Cengkeraman Amir Islam Jamaah, hanya terjual 10 ribu eksemplar. Memang, kecuali soal aktualitas, munculnya buku dengan topik sama dari penerbit lain tentu saja merupakan saingan. Kata H. Arifin Noor, Direktur PT BI itu kepada TEMPO "Ini soal bisnis. Yang utama, bisa muncul lebih dahulu." Itulah merasa menang waktu, buku tentang penyerbu Masjidil Haram langsung dicetak 30 ribu --dan memang habis terjual. Para penerbit buku kilat (jangan salah tangkap: mereka penerbit biasa juga, yang menerbitkan buku-buku tidak kilat) agaknya punya pengalaman yang sama. Agung Sasongko, 35 tahun, pemilik Badan Penerbit Sasongko, Sala, yang menerbitkan buku Sawito yang telah disebut, tak berani mencetak-ulang buku itu. Sekali cetak 10 ribu eksemplar, dan itu saja. "Mau cetak lagi, itu risiko," katanya. "Sudah ada buku tentang Sawito juga waktu itu, diterbitkan oleh penerbit Semarang." Dan sambung orang yang juga memegang pimpinan perusahaan penerbit surat kabar mingguan Dharma Nyata itu: "Menerbitkan buku aktual seperti itu banyak risikonya. Misalnya, dilarang beredar." Itulah yang membuat buku kilat hanya mengambil topik tertentu, dan menyuguhkan hal-hal yang sudah dimuat media massa sebelumnya, agar aman. Bahkan H. Arifin Noor, Direktur PTBI, tak berani menerbitkan buku tentang Kusni Kasdut. "Takut diperas anak buah Kusni," katanya. Itu pula yang membatalkan Sasongko menerbitkan tentang Rendra dan puisinya dan pemberontakannya. "Takut dilarang beredar." Tapi penulis buku kilat akan marah biia dituduh hanya mengulang kembali ISI surat kabar atau majalah. Anshari Thayeb, Pemimpin Redaksi majalah bulanan Semesta, yang kini telah memiliki sebuah pesawat teve dan sebiji Vespa (hasil buku kilat, katanya) dalam buku Islam Jamaah yang kedua juga melakukan wawancara sendiri. Juga penulis buku Panca Agama di Indonesia -- buku yang sempat sedikit menghebohkan -- H. Yusuf Abdullah Puar. Buku Tinombalanya mungkin tergolong buku yang tidak begitu kilat. Menurut pengakuannya, ia memerlukan waktu tiga bulan untuk memperoleh bahannya, termasuk surat-menyurat dengan para korban -- menanyakan riwayat hidup dan minta foto-foto. Dalam soal mutu buku kilat, seperi ada kata sepakat. Abdullah Puar mengaku tak cukup puas sebenarnya de ngan buku-buku yang dia tulis dalam waktu singkat itu. Tapi ia maklum, "kepentingan ideal terkadang mesti mengalah kepada kepentingan komersial." Direktur PT BI, dan Anshari, penulisnya, sama-sama mengakui "Buku kilat soal bisnis saja. Mutu nomor dua." Rezeki yang disebarkan buku kilat memang lumayan. Sasongko, penerbit Sawito itu, dengan harga buku Rp 1.250 mengaku untung Rp 2 juta lebih -- ini sudah dipotong honorarium penulisnya Rp 750 ribu. Titania, penulis itu, yang juga menulis satu seri buku tentang Bung Karno, mengaku biasa hidup sehari-hari bisa tertunjang. "Malah saya bisa beli mobil, Mas," kata bekas wartawan ini. Yusuf Abdullah Puar, menurut penerbitnya mendapat 20% harga netto. Hitung saja berapa ia dapat, kalau selama ini ia telah menulis sekitar 20 buku, antara lain Peristiwa Lubang Buaya (600 ribu eksemplar) dan Tinombala. Lantas yang diterbitkan 1979/80 ini: Perjuangan Ayatullah Khomeini, Peristiwa Masjidil Haram, Setengah Abad Bahasa Indonesia. Hanya Telunjuk Kanan Kecuali Peristiwa Lubang Buaya, buku yang lain rata-rata memang hanya di cetak 5 ribu. Tetapi buku Puar terbitan PT Pustaka Antara itu harganya memang di atas Kp 1.000. Bandingkan misalnya dengan buku kilat terbitan PT BI, Surabaya, yang hanya ratusan itu (yang mutakhir, Kemelut di Afghanistan, Rp 350). Bila di antara yang kilat itu akan juga dibeda-bedakan mutunya, rata-rata larangan Puar memang termasuk yang menempati urutan di atas. Di samping mendapat uang, sempat juga Puar, 63 tahun, mendapat pengalaman menarik. Pensiunan pegawai Departemen Penerangan, bekas Pemimpin Redaksi majalah Panji Masyarakat, Gema Islam kemudian Harian Abadi itu, dengan bukunya tentang Khomeini (yang kini mengalami cetak ulang) merarik perhatian Kedubes Iran. Konon Kuasa Usaha Kedubes itu lantas menerjemahkan buku itu, dikirim kepada Sang Ayatullah di Iran sana. Dan Abdullah Puar diundang makan ke tempat tinggal Kuasa Usaha itu (di Jakarta), sambil diberi tahu: Pemerintah Iran senang dan Puar diundang mengunjungi negeri itu. Tapi bapak haji ini lantas pingsan -- bukan karena diundang ke Iran, melainkan penyakit gula dan infeksi di kakinya kambuh. Karena itu ia masuk RS Fatmawati. Itu pula sebabnya Peristiwa Masjidil Haram praktis diketiknya dengan hanya jari telunjuk tangan kanan -- karena sekeluar dari rumah sakit tangan kirinya jadi tak bertenaga. Toh, sehari 5 halaman folio bisa diselesaikannya (biasanya dengan sepuluh jari ia menyelesaikan 10 halaman). Entah sampai kapan musim buku kilat ini. Sebuah usaha yang trampil -- meski sering sekali tak disertai tata-krama kepada pihak yang lebih dulu bersusah-payah mengumpulkan bahan. Isi majalah TEMPO misalnya, juga foto-fotonya, dicaplok begitu saja tanpa menyebut sumber. Memang ada yang tidak. Abdullah Puar misalnya, untuk buku-bukunya memerlukan mengadakan hubungan dengan beberapa pihak di dalam maupun luar negeri, di samping menimba pengetahuannya sendiri tentang latar-belakang. Sayang tak semuanya begitu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus