Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Cara Mella Mengejek Selubung Tubuh

Mella Jaarsma menggelar Fitting Room di Galeri Nasional. Hal sederhana dan sehari-hari jadi karya yang bermakna dalam.

2 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM keremangan, ”pakaian” itu berpendar. Ia sejatinya bukanlah pakaian ”normal”. Wujudnya rok, tapi mengembang sangat lebar hingga membentuk segi empat. Di tiap sudutnya ada patung-patung kecil yang bergerak-gerak dan membentuk bayangan di dinding setiap kali pemakai rok itu bergeser. Itulah Square Body—Kanda Empat, salah satu karya Mella Jaarsma yang ditampilkan dalam The Fitting Room di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, 27 Oktober hingga 8 November 2009.

Mella membuat seni instalasi ini terinspirasi kepercayaan masyarakat Bali: setiap orang sejak masih dalam kandungan telah didampingi empat ”saudara”. Empat kekuatan tak kasatmata ini selalu berubah nama dan bentuk—bergantung pada tahap kehidupan kita. ”Makna spiritualnya sangat mendalam,” kata Mella kepada Tempo. Maka seniman 49 tahun kelahiran Groningen, Belanda, ini pun mewujudkan Kanda Empat sebagai ”pakaian” atau selubung tubuh seseorang.

Lewat karya-karyanya, Mella ingin menegaskan bahwa pakaian tak semata-mata menutupi sesuatu. Dengan kostum, manusia melekatkan citra tertentu di mata orang lain: etnis, asal muasal, orientasi seksual, bahkan tingkat kecerdasan.

Mella pun ”mengobrak-abrik” konsep pakaian. Ia membuat beragam bentuk selubung tubuh manusia. Bukan hanya pakaian sebagai penutup badan, tapi juga merangkap lemari (The Wardrobe Rope, 2009), rumah tinggal yang diboyong ke mana-mana seperti kura-kura (Shelter Me I, 2008). Seniman yang lulus dari Institut Kesenian Jakarta dan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, ini juga menampilkan Zipper Zone—Master of Your Domain (2009). Satu ruangan dipenuhi ritssluiting berwarna merah. Ketika dibuka-tutup, ritssluiting itu memunculkan hal-hal yang tak terduga.

Itu sebabnya, seperti dikemukakan kurator pameran ini, Agung Hujatnikajennong, hanya di ruang ganti (the fitting room—tema pameran ini) manusia bisa menanggalkan semua atribut pencitraan dirinya. Kamar pas memberikan kebebasan kepada siapa pun untuk menjadi apa pun yang dimaui.

Dua puluh lima tahun bermukim dan berkarya di Indonesia, Mella sudah membuat seni dalam medium yang beragam: gambar, fotografi, video, instalasi, hingga performance. Meski medianya berbeda-beda, Mella menempatkan ”tubuh” dan ”selubung” sebagai benang merah seluruh karyanya.

Ini yang dilihat oleh pengamat seni rupa Hendro Wiyanto. Menurut dia, pasca-1998, banyak seniman Indonesia dilanda ”euforia tubuh”: mereka mengeksplorasi tubuh—terutama dikaitkan dengan kondisi sosial politik. Namun Mella tak terjebak pada arus besar itu. ”Bagi saya, tema sosial politik kurang estetis untuk ditampilkan,” kata alumnus Fine Art Academy Minerva, Groningen, Belanda, ini.

Seperti karyanya pada 2003: Rubber Time II. Mella menampilkan empat sosok manusia—yang diwakili hanya oleh kaki—dalam posisi tergulung di dalam sarung, kain batik, tempat tidur, dan seng. ”Di Yogya, saya selalu melihat pemandangan seperti itu di pinggir jalan. Kita tak pernah tahu, apakah mereka tidur, mati, atau apa—yang terlihat cuma kakinya,” kata Mella.

Hendro menyebut karya ini ”menggetarkan”. Menurut Hendro, Mella bisa menggunakan medium sehari-hari yang sederhana untuk membuat sesuatu yang bermakna dalam. Hendro melihat Mella sanggup berperan sebagai seniman sekaligus antropolog. Di satu sisi, Mella menggali budaya lokal suatu daerah, di sisi lain ia mewujudkannya menjadi suatu bentuk kesenian.

”Kadang saya merasa karya-karya Mella justru ’lebih Indonesia’ dibanding seniman Tanah Air,” kata Hendro. Bisa jadi, ini lantaran posisi Mella—meski sudah seperempat abad menetap di sini—tetap sebagai ”orang luar”. Ia lebih berjarak dan lebih obyektif melihat kebudayaan negeri ini. Mella sendiri menyatakan tak merasa sebagai orang asing saat berkarya dan bergaul dengan seniman Indonesia.

Andari Karina Anom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus