Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tanah bengkok untuk bimas

Dua pamong desa di sindangkerta, kec. maja diperiksa kejaksaan negeri majalengka, kedua pamong desa tersebut menjual tanah bengkok, uangnya untuk melunasi tunggakan kredit bimas & untuk memperbaiki balai desa.(ds)

14 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA orang pamong desa diperiksa kejaksaan karena menjual tanah bengkok. Mereka sendiri mengaku tidak berhak menjual tanah milik desa itu. Tapi hal itu terpaksa mereka lakukan, dengan alasan, untuk melunasi tunggakan kredit Bimas dari tiga perangkat desa yang selama ini menggarap tanah tersebut. Kedua pamong yang diperiksa oieh Kejaksaan Negeri Majalengka, Jawa Barat, sejak pertengahan bulan lalu itu ialah Duding Kamaluddin, Wakil Camat Maja dan Nurdin, Kepala Desa Sindangkerta di Kecamatan Maja. Duding juga menjadi ketua Tim Operasi Bimas Kecamatan Maja. Sampai akhir pekan lalu mereka tidak ditahan. "Kejaksaan tidak dapat main tangkap begitu saja," kata Alex, Kabag Operasi Kejaksaan Negeri Majalengka. Juga belum dapat dipastikan apakah perkaranya akan dilimpahkan ke pengadilan."Semua tergantung hasil pemeriksaan," tambah Alex. Persoalan bermula dari kredit Bimas yang macet. Adapun Kecamatan Maja sejak masa tanam 1974/75 mempunyai tunggakan Rp 50 juta lebih. Semua harus lunas dalam bulan November ini. Tunggakan di Desa Sindangkerta termasuk yang paling seret ditagih. Dari jumlah tunggakan sebesar Rp 2,5 juta, memang, sudah hampir separuhnya kembali. Tapi dari jumlah yang kembali itu, ternyata terdapat di antaranya, Rp 367. 904, berasal dari penjualan sebagian tanah bengkok yang digarap 3 perangkat desa. Tanah bengkok yang dijual itu seluas 3 bau (1 bau sama dengan setengah hektar lebih), masing-masing milik Wakil Kuwu Rasam, yang memiliki tanah 1,275 ha, Polisi Desa M. Akub yang menggarap 1,050 ha dan Muchtar, seorang Ketua RK, yang menggarap 0,645 ha. Sedang jumlah tunggakan mereka bertiga Rp 367.904. Ditipu Mentah-mentah Setelah beberapa kali gagal menagih tunggakan tersebut, akhirnya Duding Kamaluddin berunding dengan Nurdin, untuk menjual sebagian dari bengkokbengkok itu dengan harga Rp 100.000 untuk setiap bau dalam jangka waktu penggarapan setahun. Tiga penunggak bersedia membayar, seorang untuk setahun, dua lainnya untuk dua tahun. Dengan begitu terkumpul Rp 500. 000. Setelah dibayarkan untuk melunasi tunggakan kredit, sisanya, Rp 132.096, didepositokan di Bank Karya Pembangunan Desa atas nama Duding. "Semua itu saya lakukan untuk menyelamatka uang negara. Tidak satu sen pun yang saya gunakan untuk kepentmgan pribadi,' kata Duding. Tindakan saya itu sebenarnya masi 1 cukup lunak. Apalagi bila dibanding dengan instruksi dari atasan yang menyebutkan boleh menyita harta-benda penunggak yang tak mampu lagi melunas tunggakannya," tambah Duding. Apalagi Nurdin, Kepala Desa Sindangker.ta ikut menandatangani surat perjanjia jual-beli itu tanda-menyetujui. Sampai di sini penjualan tanah milik desa itu tidak tercium kejaksaan, sampa ketika Rasam, si wakil kuwu, melaporkannya. Rasam sendiri semula tida ingin melaporkannya. Sebab selain tunggakannya terlunasi, ia juga masih dapat menggarap sisa bengkok yang tidak ikut dijual. Tapi belakangan sisa ketiga bengkok itu pun dijual, bedasarkan musywarah pemuka desa, dengan harga Rp 600.000. Rasam pun naik pitam. Selain itu Rasam merasa ditipu mentah-mentah. Ia mengatakan pernah dianjurkan untuk mengundurkan diri. "Tap saya yakin hal itu hanya untuk memperlancar usaha penjualan bengkok saja,' katanya gemas. "Semua ini pasti suda diatur," tambahnya. Nurdin tak merasa bersalah. Sebab katanya, penjualan tanah bengkok tak lain berdasarkan musyawarah desa. Uang hasil penjualannyapun, yang direncanakan untuk memperbaiki balai desa, "masih tetap tersimpan di kas desa," kata Nurdin. Pokoknya, semuanya untuk kepentingan desa. Cuma, benar atau tidak cara begitu, tergantung perkara yang tengah digarap jaksa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus