Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Conrad, Borneo, dan Jawa

5 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ā€Sahabatku, perlu kau ketahui, Surabaya adalahsebuah kota tua, besarā€”dan lebih memikat daripada Winchesterā€¦.ā€

Surat itu ditulis Joseph Conradā€”novelis tersohor Inggris kelahiran Polandia, pada 22 Januari 1917 kepada sahabatnya, Macdonald Hasting. Ia ingin menegaskan kepada temannya bahwa Surabaya bukanlah suatu tempat yang terpencil, tapi kota yang ramai, tak kalah dengan kota-kota di Inggris.

Nama asli Conrad adalah Teodor Josef Konrad Nalecs Korzeniowskinya. Masa kecilnya dihabiskan Krakow, Polandia. Pada 1874, ia pergi ke Marseilles, Prancis, menjadi pelaut. Perjalanan pertamanya adalah ke Martinique. Setelah gagal bunuh diri, pada 1878 ia bekerja di maskapai pelayaran Inggris. Sebagai awak kapal dagang Inggris yang mengangkut kargo ke semua daerah yang menjadi koloni Inggris, ia bertualang ke semua bagian dunia: Afrika, Amerika Selatan, Pasifik, dan Australia.

Selama 16 tahun, ia bekerja sebagai pelaut Inggris. Dan dari perjalanannya, ia banyak menulis novel berlatar tempat-tempat yang dikunjunginya. Novelnya The Nigger of Narcissus berlatar belakang petualangannya di Bombai, India. Dan novelnya Lord Jim berlatar Asia Selatan.

Dia juga menyusuri wilayah Indonesia. Kapalnya yang bernama Palestine sempat terbakar di perairan Sumatera. Ia terapung-apung di laut, di atas sekoci selama 13 jam sebelum selamat sampai di pulau kecil di dekat Sumatera. Kisah hangusnya kapalnya itu ia tuangkan dalam cerpennya Youth.

Namun karyanya yang paling dekat dengan lingkungan kita adalah novelnya Almayerā€™s Fooly: A Story of an Eastern River. Novel yang diterbitkan pada 1895 ini bertolak dari pengalamannya di pedalaman hutan Kalimantan. Novel ini menceritakan seorang pedagang asal Belanda bernama Kaspar Almayer. Almayer tinggal di perkampungan bernama Sambir. Di sana hanya dia satu-satunya yang berkulit putih. Almayer memiliki anak angkat bernama Nina yang asli Melayu. Ia akhirnya mengawini anak adopsinya itu.

ā€Kaspar, makanā€¦.ā€ Bab pertama novel Almayerā€™s Fooly diawali dengan kata dalam bahasa Indonesia. Suara Nina yang berteriak melengking memberi tahu Almayer agar makan, membangunkan Almayer yang ketiduran sampai senja. Nasib Almayer berakhir tragis, karena ketamakannya mendapatkan emas di Kalimantan. Selain menyebut Borneo, dalam surat-suratnya Conrad juga menyebut Jawa dan Surabaya.

Sebuah pameran 150 tahun Joseph Conrad diadakan oleh Kedutaan Besar Polandia di Hotel Four Seasons, Jakarta, sampai pekan ini. Dinding lobi Four Seasons dipenui rute perjalanan Conrad. Rute itu dipresentasikan dalam bentuk bagan-bagan dan dibuat oleh kurator dari Adam Mckiewicz, museum sastra di Warsawa.

Dalam sebuah bagan ada catatan bagaimana Conrad melakukan perjalanan dari Amsterdam ke Semarang (Februari hingga Juni 1887). Lalu berlanjut ke Borneo-Celebes menuju Singapura (22 Agustus hingga 4 Januari 1887). Catatan di situ menunjukkan Conrad berpangkat perwira pertama. Ada petilan suratnya tentang Borneo: ā€Persoalan makin ruwet di sana karena ada perselisihan orang Melayu dan Dayak, para pemburu kepalaā€¦.ā€ Dalam pameran itu ditampilkan kopi dari peta navigasi Jawa. Tampak Conrad juga sampai mengunjungi pelabuhan Semarang, Merak, Tegal, dan pelabuhan Karimun Jawa.

Novel-novel Conrad oleh novelis Afrika Chinua Achebe dianggap menyajikan hal-hal yang eksotik dari dunia ketiga, tapi kerap penuh bias rasisme. Novel besarnya Heart of Darkness menuturkan pengalamannya menjadi kapten kapal uap di Kongo dianggap Achebe sangat sarat akan hal itu. Pameran di Hotel Four Seasons ini tapi tak menyajikan refleksi soal itu. Salah satu panil malah memperlihatkan bagaimana sutradara Francois Coppola terinspirasi oleh Heart of Darkness, kemudian membikin film perang: Apocalypse Now, yang berlatar Perang Vietnam.

Seno Joko Suyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus