Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LEBIH dari seribu boks dokumen kini tersimpan di ruang yang sangat dirahasiakan dan dijaga ketat. Tak hanya di gedung Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, tapi juga di sejumlah tempat di Medan. āIni sangat rahasia. Kalau sembarang orang tahu, bahaya,ā kata Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak Direktorat Jenderal Pajak, Mochammad Tjiptardjo, Rabu pekan lalu, kepada Tempo.
Jika Tjiptardjo waswas, wajar saja. Inilah dokumen milik Asian Agri Grup yang merupakan āharta karunā Direktorat Pajak untuk mengungkap dugaan penyelewengan pajak sebesar Rp 1,3 triliun yang dilakukan perusahaan tersebut. Asian Agri, grup perusahaan yang di bawahnya terdiri belasan perusahaan itu, merupakan salah satu anak Grup Raja Garuda Mas milik taipan Sukanto Tanoto, pengusaha yang pada 2006 dinobatkan majalah Forbes sebagai orang terkaya di Indonesia. Gurita bisnis Asian Agri meliputi bisnis cokelat, karet, dan, terutama, kelapa sawit.
Diangkut dengan sembilan truk dari kantor Asian Agri di Jakarta, Medan, Dumai, dokumen-dokumen itulah yang kini setiap hari dipelototi āpasukanā Tjiptardjo. āSekarang sekitar 850 boks yang sudah kami periksa,ā kata Tjiptardjo. Selain menyisir dokumen-dokumen yang mengungkap isi perut keuangan Asian Agri, Direktorat Pajak juga memeriksa tak kurang dari 60 karyawan dan pejabat Asian Agri.
Mei lalu, lima di antaranya, yang mempunyai posisi selevel direksi, ditetapkan sebagai tersangka. Pekan-pekan ini, jumlah itu dipastikan bertambah menjadi delapan. āDalam waktu dekat tiga tersangka baru segera kami umumkan,ā kata Tjiptardjo. Menurut sumber Tempo, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution turun tangan sendiri menyeleksi sekitar 11 anggota tim inti penyidik kasus ini. Syarat Darmin, semua anggota tim belum pernah menangani pajak Grup Raja Garuda Mas. āKarena dulu, kok, tidak pernah ada masalah,ā ujar sumber itu mengutip alasan Darmin.
Pengemplangan pajak yang dilakukan Asian Agri ini terungkap pada Desember tahun silam lantaran ānyanyianā Vincentius Amin Sutanto, mantan group financial controller Asian Agri. Sebelumnya, bersama bekas teman sekolah dan adiknya, Vincent melakukan pembobolan rekening Asian Agri di Bank Fortis, Singapura, sebesar US$ 3,1 juta (sekitar Rp 28 miliar). Baru bisa menarik Rp 200 juta, ulahnya tercium perusahaan. Bapak tiga anak yang di Asian Agri mempunyai kekuasaan besar dari soal pengawasan keuangan, legal, sampai informasi teknologi ini lantas kabur ke Singapura sembari menggondol data-data penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri.
Pada Desember silam Vincent āmenyerahā dan pulang ke Indonesia sambil mengungkapkan penyelewengan pajak itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam laporannya terungkap, setidaknya, sejak 2001 hingga Oktober 2006 Asian Agri melakukan penggelapan pajak sekitar Rp 1,1 triliun atau sekitar 30 persen dari keuntungan perusahaan. Modusnya, antara lain, menggelembungkan kerugian transaksi ekspor dan mengecilkan hasil penjualan, sehingga perusahaan seolah-olah tidak pernah untung. Polisi sendiri kemudian menangkap Vincent dan mengajukannya ke pengadilan dengan tuduhan melakukan praktek pencucian uang.
Kendati sudah berjalan hampir setahun, tanda-tanda akhir pengusutan kasus penggelapan pajak ini memang belum terlihat. Kepada Tempo, seorang pejabat di Direktorat Pajak membantah jika aparat pajak lelet mengusut kasus ini. Selain karena harus memeriksa 14 perusahaan anak Asian Agri, aparat juga tengah menyidik āke atasā. āKami harus hati-hati dan jika para tersangka menyebut nama itu kami bisa langsung bergerak,ā ujarnya. Siapa nama itu? Pejabat itu berbisik: Sukanto Tanoto.
Sampai sekarang, menurut sumber Tempo, yang menjadi tersangka dan calon tersangka kasus ini memang selevel direksi dan pelaksana anak-anak perusahaan Asian Agri. Jika, ādikirimā ke pengadilan, lalu dinyatakan bersalah, maka yang bakal masuk bui, ya, para pelaksana itu. āPadahal, mereka ini bisa jadi hanya menjalankan perintah atau memang sudah siap badan,ā ujarnya.
Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mengakui kasus Asian Agri ini merupakan kasus penyelewengan pajak terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Menurut Darmin, kendati menurut Undang-Undang Pajak kasus ini bisa dihentikan asal Asian Agri bersedia membayar denda, pihaknya memilih terus mengusut hingga berujung di pengadilan. āAda hal-hal lain yang nilainya jauh lebih besar dibanding penerimaan, yaitu penegakan hukum,ā katanya. āDan kami akan jalan terus.ā
Lampu hijau untuk mengusut kasus ini juga terang benderang keluar dari Lapangan Banteng, tempat berkantor Menteri Keuangan Sri Mulyani. āHasilnya nanti kami limpahkah ke kejaksaan,ā kata Sri Mulyani. Jika terbukti bersalah, bukan hanya pelaku pengemplang pajak ini yang bisa dihukum enam tahun penjara, tapi Asian Agri juga harus membayar denda hingga empat kali lipat dari besarnya pajak yang mereka kemplang.
Kasus penyelewengan pajak bernilai jumbo ini tampaknya memang bakal menempuh jalan panjang. Menurut pakar pidana Universitas Indonesia, Indrianto Senoadji, pengusutan ākasus Asian Agriā ini bukan hanya penggelapan pajaknya, tapi bisa dilanjutkan dengan dugaan melakukan kejahatan pencucian uang. āKalau hasil kejahatan pajak itu dicuci dan integrasinya melalui sarana perbankan,ā tutur Indrianto. Nah, di sini, kata Indrianto, polisi bisa melacaknya, baik atas permintaan Direktorat Pajak ataupun tidak. āKarena pencucian uang merupakan tindak pidana umum, jadi polisi bisa langsung menanganinya.ā
LRB/Sunariah, Dianing Sari
Dari Singapura ke Direktorat Pajak
2006
13 November Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membuat dua aplikasi transfer fiktif dari PT Asian Agri Oils and Fats Ltd. ke Bank Fortis, Singapura, agar mentransfer US$ 3,1 juta (Rp 28 miliar) ke Bank Panin, Jakarta. Vincent memalsukan tanda tangan dua petinggi Asian Agri di Singapura dan membuat perusahaan fiktif, PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri Utama.
15 November Vincent dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Asian Agri Group.
17 November Vincent menghilang dari kantornya dan kabur ke Singapura.
1 Desember Tidak mendapat ampunan pemilik Raja Garuda Mas Group, Sukanto Tanoto, Vincent membeberkan dugaan manipulasi pajak dan suap Asian Agri ke KPK.
11 Desember Vincent menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya.
19 Januari KPK dan aparat pajak menggeledah kantor PT Asian Agri di gedung Uniland, Jalan M.T. Haryono, Medan. Pada bulan ini, aparat pajak memeriksa kantor Asian Agri di Uniplaza East Tower, Medan.
2007
26 Januari Kantor Asian Agri Group di Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat, diperiksa aparat Brimob dan 14 penyidik pajak. Mereka memperoleh sebagian besar data digital, tapi sempat terjadi kekisruhan dengan pihak Asian Agri.
14 Mei Direktorat Pajak menetapkan lima tersangka pengemplang pajak Asian Agri.
25 Juni Direktorat Pajak memeriksa 15 wajib pajak terkait kasus Asian Agri.
9 Agustus Vincent divonis 11 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan tuduhan melakukan pencucian uang.
26 September Direktorat Pajak Pajak memanggil tersangka baru.
29 Oktober Direktorat Pajak mengumumkan Asian Agri menggelapkan pajak sekitar Rp 1,3 triliun.
30 Oktober Menteri Keuangan menyatakan lebih cenderung menginginkan penyelesaian kasus ini melalui jalur hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo