Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Pentingnya Standardisasi Keamanan Konser Musik

Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) akan membuat prosedur operasional standar penyelenggaraan konser. Pernyataan itu hadir empat hari setelah tragedi Itaewon dan pembubaran festival Berdendang Bergoyang di Istora GBK oleh kepolisian karena jumlah penonton melebihi kapasitas.

5 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penonton menyaksikan penampil dalam Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 29 Mei 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) akan membuat prosedur operasional standar (SOP) penyelenggaraan konser musik. Dengan demikian, bakal ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi promotor untuk memastikan penonton bisa menikmati pertunjukan dengan aman dan nyaman. “Standar apa saja yang perlu dilakukan untuk acara musik,” ujar Dewi Gontha, Ketua Bidang Program dan Investasi APMI, dalam konferensi pers di M Bloc Space, Jakarta Selatan, pada Kamis, 3 November 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernyataan tersebut muncul empat hari setelah pembubaran acara Berdendang Bergoyang di Istora GBK, Jakarta Pusat. Sejatinya, festival musik itu berlangsung selama tiga hari, mulai Jumat, 28 Oktober 2022. Namun polisi membubarkannya pada Sabtu malam, 29 Oktober 2022 dan tidak memberi izin penyelenggaraan pada Ahad, 30 Oktober 2022, karena jumlah penonton mencapai 30 ribu—jauh melebihi jumlah penonton dalam dokumen izin keramaian, yakni 3.000 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada saat yang sama, pada Sabtu malam, 29 Oktober 2022, terjadi tragedi Itaewon. Sebanyak 156 orang meninggal dan 172 orang luka-luka akibat terinjak-injak di tengah kepadatan seratusan ribu orang yang merayakan Halloween di Itaewon, kawasan hiburan malam di Seoul.

Menurut Dewi, ada rangkaian proses kegiatan yang panjang setelah promotor berkomitmen menyelenggarakan konser. Salah satunya mengurus perizinan, dari tingkat yang terendah, yaitu rukun tetangga dan rukun warga, sampai kepolisian. Panitia juga perlu berkoordinasi dengan pihak lain, seperti penyedia jasa pengamanan dan tenaga medis. Di luar urusan teknis, panitia perlu berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. “Diharapkan kami dapat membuat sebuah standar dengan bekerja sama dengan instansi-instansi yang telah disebutkan,” ujar promotor Java Jazz Festival tersebut.

Pengaturan dalam SOP konser itu, Dewi melanjutkan, juga meliputi penghitungan jumlah penonton, persiapan tata letak panggung, dan pengaturan keramaian atau crowd control. Standar dan ketentuan itu akan terbagi dalam beberapa kategori, misalnya konser berskala kecil, menengah, dan besar. “Basisnya pengalaman-pengalaman kami, para promotor, di APMI,” kata dia.

Hal yang menjadi perhatian utama dalam penyusunan SOP konser adalah keselamatan penonton dan pengisi acara. “Yang pertama akan kami lakukan adalah membangun sistem keamanan,” ujar Dino Hamid, Ketua Umum APMI.

Asosiasi akan mengacu pada prinsip cleanliness, health, safety, environmental sustainability (CHSE) yang disusun Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Standar CHSE ini telah diterapkan di Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan wilayah lainnya.

APMI menyatakan keamanan harus ditangani oleh lembaga profesional. “Promotor jangan pernah beranggapan bahwa crowd control bisa kita atur sendiri karena kita enggak punya ilmunya,” ujar Dewi Gontha, sembari mengajak para penyelenggara acara bergabung dalam asosiasi tersebut.

Penonton menyaksikan Kahitna dalam Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 29 Mei 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Tahapan Persiapan Konser Musik

Rangkaian kerja panjang untuk menggelar konser musik dimulai dari pengurusan izin. Dewi Gontha mengatakan penyelenggara harus mengantongi izin dari tingkat RT/RW dengan berbagai dokumen pendukungnya. “Yang terakhir adalah izin keramaian di kepolisian,” ujar dia.

Setelah mengantongi izin, promotor perlu menunjukkan tata letak atau pengaturan lokasi acara, berikut hitungan kapasitas, kepada pemberi izin. “Ke depan, ada kemungkinan penyelenggara harus mengunjungi lokasi bersama pemberi izin untuk menjelaskan layout acara,” kata Dewi.

Tahap kerja berikutnya adalah penjualan tiket. Digitalisasi penjualan mempermudah promotor memastikan jumlah pengunjung yang hadir pada hari-H.

Pada saat yang sama, panitia juga mengatur penempatan panggung dan program acara. Dua hal ini sangat krusial dalam sebuah festival karena akan sangat menentukan arah pergerakan massa di lokasi acara. Pengaturan kerja tenaga medis masuk dalam tahap ini. Terakhir, yang tak kalah penting adalah rencana evakuasi. Panitia wajib membuat jalur yang membuat penonton mudah menyelamatkan diri saat terjadi insiden. “Ini hal mendasar yang harus ada dalam semua event,” ujar Dewi.

Menurut dia, promotor juga perlu mempertimbangkan asuransi untuk penonton. Praktik ini telah menjadi persyaratan wajib bagi konser di banyak negara, tapi belum umum di Indonesia. “Sebenarnya ini untuk melindungi penonton juga,” kata Dewi.

FEBBYENTI SUCI (MAGANG) | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus