SEPERTI AS capek dengan perang Vietnam, Perancis pun capek
menghadapi perang kemerdekaan Aljazair. April 1962, sebuah
referandum menghasilkan kenyataan ini: 90% warga negara
Perancis setuju agar Aljazair dimerdekakan saja. Tapi tak semua
orang Prancis senang. Bekas-bekas tentara yang pernah bertempur
di tanah Jajahan itu -- juga orang Perancis yang dilahirkan dan
tinggal di Aljazair -- tak rela bila koloni itu Iepas. Mereka
malah pernah mencoba memberontak terhadap Paris, tapi dipadamkan
tanpa pertumpahan darah di awal 1960. Belum juga mau pasrah,
orang-orang yang merasa sudah berkorban mempertahankan Aljaair
bagi kebebasan Perancis membentuk organisasi militer rahasia:
OAS. Mereka melancarkan teror kepada penduduk Muslim. Mereka
memusuhi pemerintahan de Gaulle, yang Maret 1962 mengadakan
persetujuan penghentian tembak-menembak dengan pemerintah
sementara Aljazair. Agustus 1962, Presiden de Gaulle dicoba
dibunuh. Tapi gagal.
Bertolak dari kejadian di musim panas itulah novel Frederick
Forsyth, The Dav of the Jackal, bermula. Gagalnya percobaan
pembunuhan itu yang dilakukan oleh orang-orang OAS yang
fanatikberakibay penangkapan. Pemimpin komplotan dijatuhi
hukuman mati. Sebelumnya ia menyatakan dengan congkak bahwa tak
seorang prajurit prancis pun yang akan bersedia
menjalankan eksekusi. Tapi ia mati juga oleh regu penembak. Toh
OAS tak juga jera. Di bawah kolonel Marc Rhodin, mereka
merencanakan pembunuhan sekali lagi. Kali ini dengan menyewa
seorang pembunuh bayaran yang hanya memperkenalkan diri
sebagai "Jackal" (anjing hutan, ajak) Orang yang mengaku
sebagai orang Inggris ini adalah pembunuh yang ahli. Ia minta
dibayar setengah juta dollar AS. Dan OAS, untuk membiayai ini,
mengerahkan orang-orangnya di seluruh Prancis buat merampoki
bank-bank. Tapi dengan itulah aparat keamanan menjadi
curiga......
Ketegangan novel ini berpusar antara
langkah-langkah persiapan "Jackal" di satu pihak dan persiapan
seluruh dinas keamanan Prancis di lain pihak. Pola kisah ini
sebetulnya tak terlampau aneh buat cerita detektif atau
spionase. Yang istimewa ialah bahwa Forsyth -- seperti tokoh
"Jackal" -- menunjukan kerja penelitian yang bisa membikin kita
manggut-manggut terkesan. Ia mengumpulkan bahan dari soal
suasana setempat soal detail pencatatan penduduk, sampai dengan
soal senjata api, sebelum akhirnya duduk di meja dan mulai
menulis. Dan ia berhasil mengintegrasikan bahan penelitian itu
ke dalam sebuah kisah fantasi yang seakan-akan ingin dianggap
sebagai fragmen sejarah. De Gaulle mau dibunuh. Polisi Perancis
meraba-raba apa yang sebenarnya akan terjadi, dan tak tahu
harus menangkap siapa. Akan berhasilkah "Jackal"? Sejarah
mengatakan tidak. Sebab de Gaulle tak pernah tercatat tewas oleh
pembunuhan. Tapi Forsyth toh memukau kita terus, meskipun kita
tahu -- sampai saat-saat terakhir ketika sang pembunuh nampaknya
akan berhasil -- bahwa de Gaulle akan selamat dan "Jackal" a kan
gagaI.
Ternyata Forsyth, dengan daya rekamnya yang mengesankan, memang
tak bermaksud membuat cerita rekaannya menyimpang dari yang
tercatat dalam biografi de Gaulle. Sebagaimana ia bertolak dari
peristiwa yang benar-benar tejadi, iapun tak ingin serampangan
lepas dari orbit kebenaran itu. The Day Of The Jackal tidak
gampangan mencampur adukkan kisah kisah fiktif dengan sejarah,
macam yang dilakukan Leon urs, dalm Topaz tokoh de Gaulle
secara tidak meyakinkan diganti namanya. Forsyth tak terpaksa
atau memaksa diri begitu. Sebab ia lebih menampilkan tokoh
orang kecil, seperti detektif Lebel. Tempat-tempat tak ternama,
kejadian-kejadian yang biasanya tak tercatat. Dan juga sebuah
pergulatan yang memang masuk akal sebagai rahasia. Dengan itu
ia tak mencoba merusak atau mendistorsikan sejarah. Ia cuma
menunjukan bahwa bila historiografi hanya sempat mencatat
tokoh-tokoh ternama dan peristiwa-peristiwa yang mencolok, yang
serba resmi, maka novel bisa menyelusup di antara kenyataan
sehari-hari yang mungkin tak diamali sejarahwan. Sejarah memang
condong berada di dekat singgasana. Tapi novel bisa ada di dekat
liang lahat orang gelandangan -- di mana "Jackal" dikebumikan,
dengan ditunggui seorang petugas yang tampangnya tak
mengesankan: detektif Claude Lebel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini