Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

De gaulle memang tak tewas

Jackal, pembunuh bayaran, berusaha membunuh de gaulle atas bayaran das, organisasi militer rahasia, yang tidak setuju atas pembebasan aljazair. ternyata de gaulle tidak tewas, malah jackal tewas.

21 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI AS capek dengan perang Vietnam, Perancis pun capek menghadapi perang kemerdekaan Aljazair. April 1962, sebuah referandum menghasilkan kenyataan ini: 90% warga negara Perancis setuju agar Aljazair dimerdekakan saja. Tapi tak semua orang Prancis senang. Bekas-bekas tentara yang pernah bertempur di tanah Jajahan itu -- juga orang Perancis yang dilahirkan dan tinggal di Aljazair -- tak rela bila koloni itu Iepas. Mereka malah pernah mencoba memberontak terhadap Paris, tapi dipadamkan tanpa pertumpahan darah di awal 1960. Belum juga mau pasrah, orang-orang yang merasa sudah berkorban mempertahankan Aljaair bagi kebebasan Perancis membentuk organisasi militer rahasia: OAS. Mereka melancarkan teror kepada penduduk Muslim. Mereka memusuhi pemerintahan de Gaulle, yang Maret 1962 mengadakan persetujuan penghentian tembak-menembak dengan pemerintah sementara Aljazair. Agustus 1962, Presiden de Gaulle dicoba dibunuh. Tapi gagal. Bertolak dari kejadian di musim panas itulah novel Frederick Forsyth, The Dav of the Jackal, bermula. Gagalnya percobaan pembunuhan itu yang dilakukan oleh orang-orang OAS yang fanatikberakibay penangkapan. Pemimpin komplotan dijatuhi hukuman mati. Sebelumnya ia menyatakan dengan congkak bahwa tak seorang prajurit prancis pun yang akan bersedia menjalankan eksekusi. Tapi ia mati juga oleh regu penembak. Toh OAS tak juga jera. Di bawah kolonel Marc Rhodin, mereka merencanakan pembunuhan sekali lagi. Kali ini dengan menyewa seorang pembunuh bayaran yang hanya memperkenalkan diri sebagai "Jackal" (anjing hutan, ajak) Orang yang mengaku sebagai orang Inggris ini adalah pembunuh yang ahli. Ia minta dibayar setengah juta dollar AS. Dan OAS, untuk membiayai ini, mengerahkan orang-orangnya di seluruh Prancis buat merampoki bank-bank. Tapi dengan itulah aparat keamanan menjadi curiga...... Ketegangan novel ini berpusar antara langkah-langkah persiapan "Jackal" di satu pihak dan persiapan seluruh dinas keamanan Prancis di lain pihak. Pola kisah ini sebetulnya tak terlampau aneh buat cerita detektif atau spionase. Yang istimewa ialah bahwa Forsyth -- seperti tokoh "Jackal" -- menunjukan kerja penelitian yang bisa membikin kita manggut-manggut terkesan. Ia mengumpulkan bahan dari soal suasana setempat soal detail pencatatan penduduk, sampai dengan soal senjata api, sebelum akhirnya duduk di meja dan mulai menulis. Dan ia berhasil mengintegrasikan bahan penelitian itu ke dalam sebuah kisah fantasi yang seakan-akan ingin dianggap sebagai fragmen sejarah. De Gaulle mau dibunuh. Polisi Perancis meraba-raba apa yang sebenarnya akan terjadi, dan tak tahu harus menangkap siapa. Akan berhasilkah "Jackal"? Sejarah mengatakan tidak. Sebab de Gaulle tak pernah tercatat tewas oleh pembunuhan. Tapi Forsyth toh memukau kita terus, meskipun kita tahu -- sampai saat-saat terakhir ketika sang pembunuh nampaknya akan berhasil -- bahwa de Gaulle akan selamat dan "Jackal" a kan gagaI. Ternyata Forsyth, dengan daya rekamnya yang mengesankan, memang tak bermaksud membuat cerita rekaannya menyimpang dari yang tercatat dalam biografi de Gaulle. Sebagaimana ia bertolak dari peristiwa yang benar-benar tejadi, iapun tak ingin serampangan lepas dari orbit kebenaran itu. The Day Of The Jackal tidak gampangan mencampur adukkan kisah kisah fiktif dengan sejarah, macam yang dilakukan Leon urs, dalm Topaz tokoh de Gaulle secara tidak meyakinkan diganti namanya. Forsyth tak terpaksa atau memaksa diri begitu. Sebab ia lebih menampilkan tokoh orang kecil, seperti detektif Lebel. Tempat-tempat tak ternama, kejadian-kejadian yang biasanya tak tercatat. Dan juga sebuah pergulatan yang memang masuk akal sebagai rahasia. Dengan itu ia tak mencoba merusak atau mendistorsikan sejarah. Ia cuma menunjukan bahwa bila historiografi hanya sempat mencatat tokoh-tokoh ternama dan peristiwa-peristiwa yang mencolok, yang serba resmi, maka novel bisa menyelusup di antara kenyataan sehari-hari yang mungkin tak diamali sejarahwan. Sejarah memang condong berada di dekat singgasana. Tapi novel bisa ada di dekat liang lahat orang gelandangan -- di mana "Jackal" dikebumikan, dengan ditunggui seorang petugas yang tampangnya tak mengesankan: detektif Claude Lebel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus