TERHITUNG sejak 10 Pebruari tahun ini, para penjahat tidak akan
begitu leluasa lagi bergerak mondar-mandir antara negara-negara
Indonesia dan Malaysia, Muangthai (TEMPO, 13 Desember 1975)
serta Pilipina. Dengan negara yang terakhir, Indonesia sudah
membuat ikatan akan saling menindak mereka yang mencoba
melarikan diri dari dan ke negara masing-masing. Jadi ini
merupakan seri ketiga ekstradisi di Indonesia.
Dalam perjanjian ekstradisi yang ditandatangani oleh Prof.
Mochtar Kusumaatmadja Indonesia, dan Vicente Abad Santos.
Pilipina itu disebutkan dalam hal-hal apa saja seorang yang
berniat jahat dan sudah melakukannya menjadi tidak bebas di
radius antara kedua negara. Termuat dalam 22 pasal, di
antaranya terdapat pembunuhan, perkosaan, perbuatan tak
senonoh, penculik- an, penganiayaan, perbudakan, pencurian,
penipuan, pemerasan, penyuapan, korupsi pemalsuan surat,
penyelundupan, perusakan rumah dan harta benda, kejahatan
dalam narkotik dan obat bius. Di luar kejahatan-kejahatan yang
bersifat umum itu, ada pula perbuatan-perbuatan kriminil lain
yang agak kontemporer yaitu kejahatan yang menyangkut
pembajakan udara, perampokan serta kejahatan yang berhubungan
dengan senjata api. Mengikuti azas ekstradisi universil,
kejahatan politik tidak dimasukkan.
Singapura
Menurut Menteri Mochtar, perjanjian ekstradisi ini merupakan
dasar kerjasama dalam usaha menumpas kejahatan, lagi kedua
negara dan langkah awal untuk mewujudkan kerjasama ekstradisi di
sebuah kawasan ASEAN: Santos Menteri Kehakiman Pilipina
menilai besar sekali artinya perjanjian ekstradisi yang bagi
negara itu, baru untuk pertama kalinya. Ia mengatakan Pilipina
jauh melihat ke depan dari apa yang akan dihasilkan oleh
perjanjian tersebut.
Penandatanganan itu merupakan langkah lanjut dari pemarafan
pokok-pokok perjanjian yang dilakukan di Manila, 17 September
1975. Dengan demikian, tinggal Singapura saja yang belum
mempunyai ikatan demikian dengan Indonesia padahal jarak antara
kedua negara dekatnya bukan main.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini