Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Demokrasi Ruang Angela

The Arts Fission Company dari Singapura menampilkan tari yang bersumber dari kehidupan sehari-hari masyarakat urban dan puisi Ezra Pound. Penonton dan penari berbaur.

27 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada mulanya empat bangku kayu itu sendirian di tengah ruangan. Seorang penari perempuan berkaus dan bercelana panjang hitam mendekat dan bermain-main dengannya. Dia duduk, berbaring, telungkup, berputar-putar di atasnya. Lalu ia meniti bangku itu perlahan-lahan, seperti meniti jembatan yang sempit. Dia meloncat hati-hati dari satu bangku ke bangku lain, lalu kembali ke bangku pertama dan tertidur. Dia tak peduli ada sekelompok penonton yang lesehan di lantai tak jauh darinya.

Lima penari lain tiba-tiba berhamburan masuk dari sela-sela penonton. Para penari itu berebut kursi-kursi yang tersisa. Satu penari bergerak menuju satu bangku dan yang lain langsung merebut bangkunya. Yang lain mengintai gerak penari lain, siap untuk merebut bangku yang ditinggalkan. Lalu mereka duduk berdesak-desakan di satu bangku. Pada saat lain mereka berdua-dua di tiap bangku dan duduk bersila dalam berbagai posisi yoga. Tubuh mereka bergoyang-goyang, kepala mereka terayun ke kiri-kanan dengan mata tertutup, seperti Buddha mengantuk, hingga tubuh itu pun jatuh terguling di lantai.

Gerakan-gerakan dalam nomor Next Stop Dozing Buddha dari Petals in the Crowd-Flowers of Lamentation Series II karya Angela Liong itu mengingatkan kita pada suasana dalam gerbong kereta api komuter: dari penumpang yang berebutan duduk di bangku hingga perjalanan lama yang membuat mereka terkantuk-kantuk. Koreografi terbaru Angela itu dipentaskan kelompoknya, The Arts Fission Company, di Teater Salihara, Jakarta, pada Jumat-Sabtu dua pekan lalu.

Angela memang memungut gerak dan pengalaman hidup sehari-hari masyarakat urban dan dua keping puisi, Faces in Peach Blossoms karya Cui Hu, penyair Cina dari masa akhir Dinasti Tang, dan In a Station of the Metro karya penyair Amerika, Ezra Pound. Judul karya Angela banyak diambil dari puisi Pound yang terkenal dan cuma dua baris itu: The apparition of these faces in the crowd; /Petals on a wet, black bough.

Seperti puisi itu, tari tersebut melukiskan suatu imaji tentang keramaian di stasiun kereta api, wajah-wajah yang tak dikenal, serta putik bunga yang basah dan akhirnya jatuh. Angela menangkap pengalaman itu pada saat sering naik Metro, jaringan kereta api komuter di Singapura. Dia menyaksikan bagaimana kehidupan urban membuat manusia jadi individualistis, seperti orang memasang earphone di telinga dan menutup dunia di sekitarnya, sendirian dalam keramaian. "Lewat tari ini saya ingin mengajak orang untuk kembali melihat sekelilingnya, mendengar dan merasakannya," kata Angela, koreografer penerima penghargaan Singapore Cultural Medallion.

Itu sebabnya mengapa bentuk pertunjukan ini berbeda dengan pentas tari pada umumnya. Ruang Teater Salihara berubah jadi seperti hanggar: lowong, tanpa deretan bangku penonton dan panggung pentas. Penari bergerak di antara penonton, duduk atau berdiri di tengah atau pinggir ruang. Angela memang hendak menghapus sekat-sekat yang selama ini membatasi penonton dan penari. "Semacam mendemokrasikan ruang pertunjukan," kata dia. "Saya ingin penonton dapat mencerap hal yang berbeda."

Dan, sensasinya memang berbeda. Bayangkanlah tiba-tiba penari itu meloncat dari samping, berdiri tepat di depan hidung kita, menari di dekat kaki Anda, atau mengedipkan sebelah matanya. Bau keringat dan parfum mereka menyergap dan Anda mulai bergoyang mengikuti musik mengentak-entak yang dimainkan DJ K.

Pentas Angela kali ini cukup berhasil. Para penonton aktif bergerak dan bergoyang mengikuti irama musik atau duduk tenang menonton ketika nomor tari solo dimainkan. Menurut Angela, pada saat dia berpentas di Singapura, para penonton cenderung pasif dan menjaga jarak dari penari. Perbedaan-perbedaan ini, kata dia, mencerminkan budaya masyarakat masing-masing.

Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus