Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Dengan semangat wa

Zenko suzuki berasal dari lingkungan perikanan di wilayah iwate. berawal dari partai sosialis, th 1950 diapun menyeberang ke ldp. terpilihnya suzuki sebagai pm diluar dugaan rakyat jepang. (tk)

17 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SACHI, istrinya, pernah mengatakan bahwa ketika mereka menikah kehidupan di luar perikanan tak terpikirkan olehnya. "Saya mengira orang ini mungkin akan jadi boss Federasi Koperasi Nelayan Nasional. Tapi tak pernah saya bermimpi bahwa dia akan jadi perdana menteri." Zenko memang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan perikanan. Ayahnya, Zengoro Suzuki, punya bisnis di bidang itu, memiliki sejumlah perahu dan jadi majikan kaum nelayan di wilayah (prefektur) Iwate, sebelah utara Jepang. Dan sang anak memilih jurusan perikanan dalam studinya, dengan harapan akan bisa memperbaiki nasib masyarakat lingkungannya. Setelah lulus dari Institut Perikanan Kekaisaran, sesuai dengan cita-citanya, dia bekerja pada sosiasi Perikanan Jepang Raya. Dia ikut menyusun gerakan koperasi kaum nelayan. Sekitar waktu itulah dia menjumpai Sachi, putri seorang kepala sekolah perikanan. Tapi Zenko Suzuki, yang dihidangi nasi tumpeng guna memperingati 70 tahun usianya di Taman Mini Indonesia Indah (11 Januari) juga tertarik pada soal politik sejak di bangku kuliah. Maka seringkali ia menghilang dari asrama mahasiswa pada malam hari untuk mendengarkan tokoh politik berpidato. Walaupun pendiam, dia sendiri mahir berbicara di kampus. Selagi bekerja di asosiasi tadi, pemuda Suzuki suka lewat di depan Diet (parlemen). Menunjuk ke gedung itu, dia mengatakan pada teman-temannya: "Saya akan hadir di situ selusin tahun lagi." Memang itu jadi kenyataan. Sebagai calon Partai Sosialis dari wilayah pemilihan Iwate, Suzuki berkampanye. Tak mudah baginya. Namun dengan bantuan kaum nelayan setempat ia terpilih ke parlemen, April 1947, dalam usia 36 tahun. Di antara orang muda lainnya yang terpilih pertama kali bersamanya waktu itu ialah Kakuei Tanaka (kini bekas PM) dan Yasuhiro Nakasone (kini anggota kabinet Suzuki). Tapi Partai Sosialis itu hanya sebagai batu loncatan baginya. Kemudian dia menyebeang ke suatu partai yang konservatif. Dengan payung konservatif, Suzuki memenangkan lebih banyak uara dalam pemilihan umum berikutnya. Tahun 1955, Liberal dan Demokrasi, keduanya partai konservatif, bergabung menjadi LDP (Liberal-Democratic Party) yang sampai kini berkuasa. Para anggota partai ini yang duduk di parlemen adalah campuran bekas birokrat dan karir politikus. Para politikus bekas birokrat itu -- biasanya lulusan Universitas Tokyo atau Kementerian Keuangan -- disebut golongan elite yang punya kesempatan lebih besar untuk menjadi PM. LDP waktu itu terpecah dalam dua fraksi, masing-masing dipimpin Hayato Ikeda dan Eisaku Sato. Sedang Suzuki memihak Ikeda yang banyak didukung oleh anggota parlemen bekas birokrat. Semula dikira Suzuki yang bukan bekas birokrat tak akan bisa menonjol dalam fraksi Ikeda. Ternyata Suzuki cukup unggul dalam masalah kepartaian, dan mampu merukunkan perselisihan antar fraksi. Malah kemudian Suzuki dianggap salah seorang yang berjasa mengumpulkan dukungan bagi Ikeda jadi perdana menteri, tahun 1960. Karena jasanya itu, Suzuki dapat hadiah jabatan menteri (urusan Pos dan Telekomunikasi) dalam kabinet Ikeda. Dari situ karir politiknya menanjak terus. Terjalin hubungannya dengan Masayoshi Ohira, juga pendukung Ikeda. Kemudian Ohira membina fraksi tersendiri sampai berhasil jadi PM. Dan Suzuki dikenal memihak Ohira dalam pertarungan antar fraksi LDP. Tapi Suzuki bisa juga membina hnbungan baik dengan para pendukung fraksi lain. Dengan Kakuei Tanaka, misalnya. Ketika Suzuki memihak Ikeda, Tanaka berada dalam fraksi Sato. Keduanya bersahabat sekali. Malah keduanya kemudian bekerjasama erat -- Tanaka sebagai Sekjen partai dan Suzuki sebagai Ketua Dewan Eksekutif. Adapun dewan itulah yang mengambil keputusan besar dalam LDP. Berbagai fraksi diwakili di sana. Sebagai ketuanya, Suzuki berperanan cukup lama -- 10 masa jabatan -- dalam zaman Sato, Tanaka dan Ohira jadi PM. Suatu tanda keuletannya bermusyawarah diakui. Pernah para anggota Dewan Eksekutif LDP bertele-tele memperdebatkan soal perjanjian penerbangan dengan Cina. Sesudah berkali-kali rapat, keputusannya masih belum dicapai. Tanaka, PM waktu itu, akhirnya hadir untuk menjawab pertanyaan anggota. Sempat hilang kesabarannya, lantas ia memberikan isyarat pada Ketua Suzuki supaya dipungut saja suara. Tapi Suzuki membiarkan terus orang berdebat sampai lesu. Dan walau tanpa pemungutan suara, keputusan akhirnya tercapai. Suzuki menjunjung semangat wa. Dalam pidato jamuan makan di Istana Negara (10 Januari), Suzuki menjelaskan ada persamaan antara semangat wa dan semangat musyawarah. Ia ingin, sejak semula terjun ke dunia politik, menjaga "Keserasian Politik" dengan semangat tadi. Mungkin karena itu pula PM Ikeda, ketika menyusun kabinetnya yang terakhir dalam tahun 1964, mengangkat Suzuki sebagai Kepala Sekretaris Kabinet. Dan dalam jabatan itu konon Suzuki memegang peranan besar bersama Ohira untuk menjelmakan pemerintahan Eisaku Sato setelah PM Ikeda menyatakan ingin mundur karena alasan kesehatan. Penggantian pimpinan itu berjalan tanpa ribut dalam partai. Ketika kabinet Fukuda terbentuk Desember 1976, Suzuki diminta jadi Menteri Pertanian dan Kehutanan. Sebagian tokoh politik Jepang menyatakan terlalu kecil pos itu bagi Suzuki kalau tidak dibarengi jabatan wakil PM. Tapi karena soal perikanan masuk urusan kementeriannya. Suzuki menyatakan dirinya cukup puas. Dan Suzuki terasa bermanfaat pada tahun berikutnya, dalam serangkaian perundingan soal perikanan dengan Uni Soviet. Perundingan ini tak mudah karena menyangkut pulau-pulau Jepang di bagian utara. Northern Territories itu diduduki Uni Soviet dalam Perang Dunia II dan belum dikembalikan pada Jepang. Sedang batas laut 200 mil perlu ditegaskan pula. Waktu itu Sachi tentu mengira suaminya akan lama lagi mengurus soal perikanan nasional. Tapi perkembangan politik menentukan lain. Ohira, teman Suzuki, jadi PM. Kemudian PM Ohira mendadak sakit, dan meninggal dunia ketika kampanye pemilihan umum sedang berlangsung hebat. Dengan simpati masyarakat meningkat pada Ohira, LDP memenangkan pemilu itu -- dapat suara jauh di atas dugaan semula. Mayoritasnya di Diet sungguh terjamin. Namun LDP dilanda kekhawatiran akan bangkitnya kembali permusuhan antar fraksi. Maka perhatian tertuju pada Suzuki, tokoh luwes yang bisa diterima semua pihak dan tidak kontroversial, sebagai calon ketua partai dan PM. Semula semua anggota fraksi Ohira secara bulat memilih Suzuki. Fraksi Tanaka menyusul mendukung. Akhirnya fraksi Fukuda pun setuju. Rakyat Jepang tak menduga Suzuki akan terpilih. Namanya tak pernah dipromosikan terlebih dulu sebagai calon harapan. Dunia luar lebih terkejut lagi. Sachi yang tak pernah membayangkan kemungkinan ini dulu mengatakan bahwa untuk Zenko tak akan dibukakannya pintu bila jadi PM. Istri itu yang melahirkan seorang putra dan tiga putri tentu bergurau. Tapi sejak kabinet Suzuki terbentuk (Juli 1980), gaya hidup Zenko sekeluarga tak berubah. Jika memang terlalu sibuk. mungkin Zenko belakangan ini mengurangi waktunya berlatih kendo, seni bela diri itu, suatu hobi yang dikuasainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus