Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Di Atas Panggung Helsinki

Pameran Seni Rupa Kiasma-01 di Helsinki menawarkan tema multikulturalisme. Sebuah pameran yang tak hanya memperlihatkan budaya hibrida, tapi juga pluralitas media.

23 Desember 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan secercah cahaya matahari yang menembus Helsinki, suhu lima derajat Celsius itu membungkus Museum Kontemporer Helsinki, Finlandia. Di dalam gedung berlantai lima itulah 73 karya seniman dari 30 negara—termasuk seniman Indonesia—dipamerkan dalam Pameran Seni Kontemporer Internasional, Kiasma-2001, yang berlangsung 30 September 2001 hingga 20 Januari 2002. Perhelatan yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali ini dirancang dengan matang dengan tim kurator Maaretta Jaukkuri, Patrik Nyberg, dan Jari Pekka Vanhala. Sejumlah karya ditempatkan mengikuti bentuk arsitektur museum yang meliuk dan berliku-liku, atau sebaliknya beberapa bagian ruang terpaksa diubah mengikuti format karya untuk mendapatkan efek audio-visual yang maksimal bagi karya multimedia. Penataan ruang dengan pelbagai pertimbangan teknis itu membuat pengunjung dengan mudah mengikuti satu per satu karya, sekalipun dalam keramaian. Pameran ini tampaknya membiarkan para seniman dengan bebas merespons setiap sudut ruang di dalamnya. Sebagian karya ditempel di dinding, digantung di langit-langit, diletakkan di lantai, ditayangkan, dan diperagakan. Ada juga karya yang boleh disentuh, diduduki, dan dimain-mainkan, sehingga mengakrabkan pengunjung dengan karya-karya yang dalam seni modern itu sangat berjarak. Di sini kita lebih banyak dihadapkan dengan soal yang menyesakkan dalam berbagai kebudayaan. Seni lukis tergusur. Ini terlihat dari jumlahnya yang hanya ada satu dua. Itu pun dilihat dengan cara pandang baru, dengan menempatkannya sebagai instalasi lukisan. Tampak benar para seniman yang terpilih ini telah meninggalkan pandangan serba tunggal. Seni rupa, bagi para seniman ini, memiliki jalan sendiri, jalan pembebasan dengan keberagaman dalam segala hal. Lihat saja pilihan media yang mereka gunakan: video-art, digital-art, animasi, instalasi, yang mampu mengguncang seluruh prinsip dasar seni rupa konvensional. Pameran ini cenderung memiliki pemandangan yang konkret, misalnya mereka menghadirkan mobil, kursi, meja, perlengkapan makan yang dibongkar atau dibiarkan utuh sebagai "obyek" atau bagian dari instalasi. Ada juga yang membuat tiruan benda produk massal seperti yang lazim dijual di pasar swalayan. Karya yang banyak bertumpu pada kerajinan tangan dan ketekunan. Namun perlu dicatat, di balik yang tampak dari karya mereka itu, sesungguhnya terdapat jejak stigma murahan atau kitsch, sebuah gejala seni rupa yang dalam tradisi modernis tak pantas disejajarkan dan dipamerkan bersama-sama seni lukis. Tapi jangan salah, ini bukan pameran kitsch atau untuk menghidup-hidupkan tradisi kitsch yang sesungguhnya memang telah berlangsung dengan sendirinya dalam kebudayaan masyarakat di pelbagai tempat sebagai visual culture. Ini hanya semacam politik seni kontemporer, menggunakan kitsch sebagai alat provokasi untuk menohok hegemoni seni rupa modern. Inilah sikap dan cara pandang yang terbukti menjadi pangkal munculnya kembali pandangan hierarkis dalam seni—tinggi dan rendah. Kesimpulan ini mendistorsi perkembangan dan menyingkirkan realitas seni rupa yang lain. Karena itu, pameran ini dengan tegas membelakangi warisan estetik Yunani kuno. Semua khidmat dalam pluralitas, dan memandang kedudukan seni sama adanya sebagai produk kebudayaan. Kini, setelah keyakinan serba tunggal diabaikan, kita segera melihat perubahan revolusioner dalam dunia seni rupa. Ruang pamer yang semula hening dan formal tiba-tiba menjadi berisik dan hiruk-pikuk. Museum yang semula ruang pajangan kini berubah menjadi ruang pertunjukan dan terdiri dari berbagai bunyi. Namun repotnya, seperti dalam pameran ini, pengunjung harus rajin membaca konteks karya dan riwayat senimannya, agar tak tersesat dalam rimba tanda-tanda. Asikin Hasan (Helsinki)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus