Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film
Dari Balik Tembok Vatikan

Berita Tempo Plus

Film Conclave: Detektif dan Kuda Hitam di Kapel Sistina

Cerita misteri di balik pemilihan Paus, cukup tegang, tapi mudah ditebak. Mendapat delapan nominasi Oscar.

1 Maret 2025 | 06.00 WIB

Detektif dan Kuda Hitam di Kapel Sistina
Perbesar
Detektif dan Kuda Hitam di Kapel Sistina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Film Conclave, yang mengantongi delapan nominasi Oscar, mencoba membawa isu dalam gereja Katolik.

  • Film Edward Berger ini menampilkan misteri yang terkuak saat para kardinal bersaing menduduki Takhta Suci.

  • Drama eksistensi yang menggali pertanyaan tentang kekuasaan, iman, dan moralitas.

“Paus telah tiada, takhta itu kosong.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESAN duka itu menyambut Kardinal Thomas Lawrence (Ralph Fiennes) saat ia tiba di ranjang kematian Sri Paus pada suatu malam. Sebelumnya, langkahnya tergesa menyusuri jalanan gelap, memasuki drama yang segera dipenuhi orang hilir-mudik dan bisikan-bisikan tentang kematian mendadak pemimpin gereja Katolik itu. “Mereka bilang serangan jantung,” ucap Bellini (Stanley Tucci) kepada Lawrence.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam kondisi demikian, sebagai dekan Dewan Suci Gereja Katolik Roma, Lawrence harus segera menyiapkan konklaf—pertemuan tertutup untuk memilih paus baru. Tugas berat itu datang di tengah batinnya yang tengah bergulat dengan krisis iman. Pria bermata sayu ini sebetulnya merasa terbebani, apalagi ia masih menyimpan kekecewaan karena keinginannya mundur sebagai dekan ditolak Paus, yang kini telah wafat. Penolakan itu hanya meninggalkan pesan, “Sementara beberapa orang dipilih untuk menjadi gembala, yang lain harus mengelola pertanian.”

Menggelar konklaf ternyata bukan sekadar mengumpulkan para kardinal dari seluruh dunia, mengunci mereka dalam Kapel Sistina, dan menunggu asap putih muncul sebagai tanda terpilihnya paus baru. Setidaknya, untuk sebuah film, suspense harus hadir. Maka, ketika para pemimpin gereja paling berkuasa itu berkumpul di aula Vatikan, Lawrence mulai mencium adanya rahasia yang tertinggal dari Paus sebelumnya—rahasia yang dapat mengguncang fondasi Gereja.

Lawrence perlahan menyadari, sebelum meninggal, Paus mempersiapkan banyak hal untuk mengantisipasi masalah yang bakal muncul dari pemilihan sepeninggalnya. “Paus memata-matai kita semua,” tutur Lawrence saat perlahan mulai menyadari kondisi yang ia hadapi.

Film Conclave. FilmNation Entertainment

Lawrence yakin tak punya ambisi menjadi penerus Takhta Suci. Keinginannya menyepi dan keluar dari Vatikan terganjal tanggung jawab besar yang tiba-tiba kudu ia pikul. Namun sikapnya yang tampak tak punya hasrat berkuasa justru menimbulkan kecurigaan Bellini, yang sebetulnya mendapat suara dari Lawrence. Bellini, si kardinal liberal, tak ingin gereja dipimpin oleh seseorang yang ultrakonservatif yang membenci imigran dan mempunyai tendensi negatif terhadap muslim.

Bahkan Bellini terang-terangan bilang, jika harus dicalonkan, ia mendukung segala yang ditentang seorang kardinal yang berambisi menjaga tradisi lama yang bisa membawa gereja yang progresif kembali mundur ke kondisi puluhan tahun silam.

Kandidat lain yang cukup kuat rupanya menyimpan rahasia besar karena menjadi orang terakhir yang bertemu dengan Paus sebelum ia mangkat. Lainnya, seorang kardinal dari Afrika yang perlahan mencuri perhatian dengan suara mayoritas ternyata punya masa lalu yang cukup berat.

Tapi semuanya tak memperhitungkan kehadiran seorang kardinal dari wilayah konflik. Keberadaannya nyaris tak diketahui siapa pun karena ditunjuk mendiang Paus secara en pectore atau secara rahasia. Statusnya malah baru diketahui saat konklaf akan berlangsung.

Kehadirannya dalam konklaf bak kuda hitam di tengah pemilihan paus yang tak kunjung mendapatkan suara mayoritas berhari-hari walau ada beberapa orang yang dinilai unggul.

Situasi makin rumit saat suara tak terduga mengarah kepada Lawrence. Dia terjebak dalam dilema: menerima panggilan Ilahi atau menolak beban kekuasaan yang penuh tipu daya. Adegan di Kapel Sistina saat Lawrence dengan mata sayunya merenungi lukisan The Last Judgment karya Michelangelo seolah-olah memperlihatkan gejolak spiritual yang ia hadapi.

Dalam film Conclave garapan Edward Berger yang ditulis oleh Peter Straughan berdasarkan novel karya Robert Harris ini, lapisan misteri terkuak saat para kardinal bersaing menduduki Takhta Suci. Lawrence pun tak hanya bertugas mengawal proses konklaf, tapi juga menjadi detektif atas serangkaian temuan yang harus segera terkuak sebelum pemimpin baru ditetapkan. Ia bergerak antara yakin dan ragu sampai akhirnya mesti melanggar aturan untuk bisa mendapatkan fakta serta membuktikan informasi dan desas-desus yang ia dengar.

Kisah soal konklaf atau pengangkatan paus bukan pertama kali diangkat dalam film. Salah satu karya yang cukup melekat mungkin Angels and Demon garapan Ron Howard pada 2009. Film itu dibintangi Tom Hanks, yang berperan sebagai Robert Langdon, seorang pakar simbol. Angels and Demon menitikberatkan pada kisah misteri teori konspirasi iluminati yang membuat Langdon terus bergerak dari satu gereja ke gereja lain di Vatikan untuk memecahkan misteri penculikan empat kardinal.

Film Conclave. FilmNation Entertainment

Dalam Conclave, misteri bertumpu pada siapa yang akan menggantikan Paus di tengah fakta bahwa sejumlah calon kuat ternyata punya kelemahan dan rahasia terdalam yang bisa saja mengguncang stabilitas gereja. 

Lawrence mengetahui satu per satu fakta, tapi nyaris bergerak sendiri di tengah keterbatasan karena ikut terkurung dalam konklaf. Sesekali ia dibantu Monsinyur Raymond O'Malley (Brían F O'Byrne) sebagai perantara dengan dunia luar untuk menemukan bukti-bukti tentang persekongkolan dan masalah lain. Tapi sutradara atau naskah film ini tampaknya cukup kesulitan membuat seorang kardinal yang terkurung menemukan bukti besar hingga akhirnya ia disuguhkan dengan “sebuah kebetulan” agar kisah detektif ini bisa berjalan.

Sebagai cerita misteri yang menyajikan drama politik gerejawi, alur Conclave tak sepenuhnya memberi kejutan besar. Film ini cukup menyajikan ketegangan saat mengungkap perebutan kekuasaan di balik dinding marmer Vatikan yang megah, dingin, dan sepi. Naskah Peter Straughan menyuguhkan dialog-dialog yang mencerminkan intrik politik dalam balutan kesalehan, tapi terkadang seperti slogan belaka.

CONCLAVE

  • Jenis Film: Drama, thriller
  • Sutradara: Edward Berger
  • Penulis: Peter Straughan, Robert Harris
  • Produser: Tessa Ross, Juliette Howell, Robert Harris
  • Produksi: FilmNation Entertainment
  • Pemeran: Ralph Fiennes, Stanley Tucci, John Lithgow, Sergio Castellitto, Isabella Rossellini, Jacek Koman, Lucian Msamati, Bruno Novelli

Sempilan humor gelap dan ketegangan yang dihadirkan mampu menjaga aura misteri hingga akhir, walau jawaban atas misteri sudah tampak saat film berlangsung di babak awal. Twist di akhir cerita yang membawa konflik internal Lawrence pada puncaknya juga membuka misteri lebih dalam—yang sesungguhnya bisa saja menjungkirbalikkan proses pemilihan paus yang telah berlangsung berabad-abad.

Berger menggambarkan konklaf bukan sekadar ritual suci, tapi juga ajang politik penuh taktik dan sebetulnya cukup klise. Namun ia cerdik menciptakan ketegangan melalui gerak kamera yang dinamis serta memanfaatkan sudut-sudut sempit Vatikan yang megah nan lengang dan senyap.

Film Conclave. FilmNation Entertainment

Ruang-ruang di Istana Apostolik dengan pilar-pilar marmer tinggi senantiasa menunjukkan orang-orang di dalamnya seperti gerombolan kurcaci saking megahnya interior bangunan tersebut. Desain produksi Suzie Davies dan sinematografi Stéphane Fontaine menghadirkan atmosfer labirin kekuasaan yang menakjubkan sekaligus mencekam.

Penampilan para aktor menjadi kekuatan film ini. Stanley Tucci, Sergio Castellitto, John Lithgow, Lucian Msamati, juga Carlos Diez, sebagai deretan kardinal yang berpotensi terpilih, menguatkan penceritaan dengan masing-masing karakternya. Tak lupa Isabella Rossellini juga tampil mencuri perhatian sebagai Suster Agnes yang misterius dan tegas dalam beberapa adegan penting.

Film ini mengantongi delapan nominasi Oscar, termasuk nominasi Aktor Pemeran Utama (Ralph Fiennes), Aktris Pemeran Pendukung (Isabella Rossellini), Penyuntingan Terbaik (Nick Emerson), Desain Produksi Terbaik (Suzie Davies; Dekorasi Set: Cynthia Sleiter), Skenario Adaptasi Terbaik (Peter Straughan), Skor Orisinal Terbaik (Volker Bertelmann), Desain Kostum Terbaik (Lisy Christl), dan tentunya nominasi penghargaan tertinggi untuk Film Terbaik yang akan diumumkan pada Maret 2025.

Dalam durasi dua jam, film ini mencoba membawa isu dalam gereja Katolik, seperti perdebatan tentang modernisasi dan keragaman. Conclave juga menyoroti kompleksitas moral dan etika dalam perebutan kekuasaan—isu universal yang bisa terjadi di institusi mana pun. 

Singkatnya, Conclave cukup mendebarkan sebagai drama eksistensi yang menggali pertanyaan tentang kekuasaan, iman, dan moralitas. Dilengkapi eksekusi teknis yang cukup apik, akting para aktor yang cemerlang, serta narasi menarik, film ini cukup menghibur sembari menggugah perenungan tentang kebenaran dan kekuasaan dalam bingkai keimanan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus