Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dialog yang Tak Lagi Lokal

Grup simakDialog konsisten memainkan kerumitan etno jazz rock kontemporer. Kurang diminati di dalam negeri, dipuji di negeri orang.

12 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti air memenuhi botol, kendang itu berbunyi. Tabuh­an pemainnya, Endang Ramdan, makin keras dengan tempo melambat. Kembali ia me­ngetuk pelan. Lalu berubah cepat dan mengentak. Pemain kendang lainnya, Erlan Suwardana, ikut menghasilkan bebunyian eksplosif. Ditambah den­tingan metal toys yang dimainkan Cucu Kurnia, mengalirlah nuansa perkusif nan ritmis dari panggung Gedung Ke­senian Jakarta.

Dalam suasana itu, nada-nada tinggi meluncur dengan cepat menjadi rendah dari piano elektrik Rhodes yang dipegang Riza Arshad. Petikan gitar Tohpati Ario Hutomo melengking dan kadang disertai kocokan cepat. Betotan bas ­Adhitya Pratama yang terkesan sederhana dan berfungsi sebagai pengiring mampu menyempurnakan konsistensi presentasi musik simakDialog yang terjaga hingga akhir lagu Sali Lana.

Lagu ini seperti menjadi puncak permainan simakDialog malam itu, 19 Juni lalu. Teknik individu enam personelnya saling mengisi, padu, dan rapi. Perubahan tempo nan sulit, kadang seperti berlari, kadang pula tenang, mudah saja dilalui. Mereka terlihat santai dan menikmati permainan. Tak menggebu-gebu membawakan sepuluh lagu etno jazz rock kontemporer, meski terkadang terlihat energetik.

Mereka sadar, lagu mereka tak mudah dinikmati. Riza sampai menghentikan Kemarau yang belum usai saat antusiasme penonton tinggi. ”Daripada jadi antiklimaks,” katanya. Sangat mungkin, penampilan mereka selama hampir dua jam terkesan rumit dan aneh. Toh, tak ada penonton yang pulang lebih cepat. Sekitar 90 penonton (ya, hanya 90 penonton dari kapasitas 497 orang), se­pertiganya berkulit putih, tetap memberikan aplaus. Dan grup ini tetap me­nyuguhkan penampilan terbaik.

Soal minimnya penonton, Tohpati memiliki pendapat sendiri. Bukan karena saat itu sedang berlangsung pertandingan Inggris melawan Aljazair. Tapi, ”Musik kami tak menjual di sini. Pencinta jazz pun belum tentu bisa menikmati,” katanya seusai pertunjukan.

l l l

Tahun 1993. Riza Arshad belum lama meninggalkan bisnis rekamannya di Amerika. Ia pulang membawa kekagum­annya pada musisi Amerika yang mempertahankan kepribadian, tak kehi­langan akar budaya, ketika memainkan berbagai jenis musik. Setahun sebelumnya, Riza meluncurkan album solo Borneo yang kental dengan rhythm Kalimantan. Ia pulang dengan ambisi membentuk grup yang kental dengan nuansa etnik.

Jadilah, Riza bersama Arie Ayunir, waktu itu drummer grup Potret, membentuk simakDialog. Riza mengajak Tohpati dan pemain bas Indro Hardjodikoro. Formasi awal ini menghasilkan dua album, Lukisan dan Baur, masing-masing pada 1995 dan 1999. Tapi unsur etnik belum muncul. ”Saat itu belum ada yang setuju memasukkan etnik,” kata Riza tatkala ditemui Tempo di rumahnya. Album pertama terjual hingga 7.500 kaset.

Kepergian Arie ke Amerika pada 2001 membuat Riza memutuskan kembali ke cita-cita awal. Penabuh kendang Sunda, Jalu Pratidina, bergabung dalam pembuatan album ketiga, Trance/Mission, yang dirilis pada 2002. Musisi Indra Lesmana menilai perubahan simakDialog terasa sekali dengan kedatangan Jalu. Grup yang awalnya cenderung fusion pun bertransformasi. Roh etnik muncul dalam permainan simakDialog.

Menurut Indra, peran Riza sangat­ dominan dalam transformasi ini. ”Kom­posisi Riza yang kaya harmoni tetap ter­akomodasi dengan hanya mengambil ritme musik etnik,” kata Indra, yang ikut mengamati perjalanan simakDialog.

Tapi Riza masih belum puas. Personel berganti lagi. Indro digantikan Adhitya Pratama. Budi Haryono, drummer Gigi, sempat bergabung. Belakangan Jalu keluar, Endang Ramdan mengambil posisi perkusi. Pada 2006, Erlan Suwardana bergabung. Adapun Cucu Kurnia baru masuk tahun lalu. Riza pun membuat sistem workshop, tiap pekan para personel bertemu di rumah Riza dan membahas komposisi yang akan digarap. Satu komposisi bahkan bisa tiga bulan dibahas.

Riza, kata Tohpati, memang sangat idealis dalam pembuatan komposisi. Ia menginginkan komposisinya menjadi unik dan kaya warna. Gitaris Dewa Budjana, yang pernah bermain bersama Riza dalam grup Dialog, menilai komposisi Riza termasuk berat dan sulit dimainkan. Di sinilah Tohpati berpe­ran menghaluskan komposisi yang berat itu. ”Karakter permainan Tohpati lebih lembut dan menyempurnakan keindahan komposisi Riza,” kata Budjana.

Beratnya komposisi mungkin menyebabkan musik simakDialog terasa rumit dan hanya kalangan terbatas yang bisa menikmatinya. Perusahaan re­kaman besar pun ogah memproduksi album grup itu. Sejak album pertama, Riza memilih jalur independen. Album pertama berupa kaset terjual 4.000 buah. Karena distribusi album kedua dan ketiga tak jelas, Riza tak mengetahui angka penjualannya.

Belakangan, perusahaan rekaman yang berbasis di Amerika, MoonJune Records, tertarik memproduksi album simakDialog. Pemimpin MoonJune, Leonardo Pavkovic, mengaku jatuh cinta mendengar album Trance/Mission setahun setelah album itu dirilis. Ketika Riza menawarkan album keempat, Patahan, Leo langsung menyambutnya. Album ini dirilis pada 2005. ”Saya memutuskan membantu mereka supaya bisa dilirik penggemar progressive rock dan jazz rock fusion di luar Indonesia,” katanya dalam surat elektronik kepada Tempo. Empat tahun kemudian, album kelima Demi Masa dirilis MoonJune.

Bagi Leo, personel simakDialog adalah para musisi hebat yang mampu menggabungkan musik Timur dan Barat melalui kekayaan musik Nusantara. Meski tak baru, keunikan inilah yang menurut Leo mampu memberikan pe­ngaruh di Eropa dan Amerika. ”Kemampuan menggabungkan dan memberi pengaruh itu melebihi semua band Indonesia yang pernah saya dengar,” kata Leo, yang belakangan juga memasarkan grup Tohpati Ethnomission.

Jadilah. Dipandang sebelah mata di negeri sendiri, simakDialog dinikmati oleh orang asing. Patahan dan Demi Masa diulas oleh berbagai media musik Eropa dan Amerika, dalam berbagai bahasa, dari Inggris, Jerman, Prancis, hingga Latin. Vortex Jazz UK di London, misalnya, dalam ­ulasan Patahan menyatakan: ”… simakDialog menghasilkan musik hipnotis, multitekstur, rumit yang membentuk kekhasan Indonesia seka­ligus memiliki daya tarik universal.”

Kini Riza harus sering berinternet-ria guna membalas tanggapan 400-an anggota milis simakDialog, kebanyakan dari Amerika. ”Mereka mengaku takjub karena belum pernah mendengar musik seperti ini,” ujarnya.

Indra Lesmana dan Dewa ­Budjana pun mengakui simakDialog lebih bisa diterima di luar negeri ketimbang di Indonesia. Menurut Indra, masyarakat­ di negara maju lebih mengapresiasi hal-hal baru dan tak lazim. Di sisi lain, orang Indonesia sendiri tak terbiasa mendengar musik unik semacam simakDialog karena media massa tak memberikan ruang tampil yang cukup. ”Pilihan masyarakat mendengar musik menjadi sangat terbatas,” kata putra musisi jazz Jack Lesmana ini.

Sedangkan Budjana menganggap simakDialog memiliki konsistensi yang sudah teruji. Meski musiknya tak menjual di negeri ini, simakDialog tetap bertahan dan terus berkarya. Bahkan Budjana menilai grup ini sebagai satu-satunya grup jazz yang mampu bertahan belasan tahun di negeri ini. Maka sudah selayaknya grup ini dikenal lebih luas. ”Dialog mereka tak lagi dengan orang lokal, tapi internasional,” ujarnya.

Pengakuan asing atas simakDialog­ memang tak serta-merta membuat lang­kah grup ini mudah. Mereka sebenarnya­ berencana menggelar tur ke sejumlah negara. Tiadanya sponsor dalam negeri membuat rencana itu terus tertunda.

Kendati menjadi kaya susah dicapai melalui simakDialog, para personelnya tegas menyatakan akan terus bertahan. Tohpati, misalnya, mengaku bisa memperkaya musikalitasnya di grup ini. ”Di sini bukan tempat menjadi kaya, tapi tempat berkarya,” kata Cucu Kurnia.

Pramono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus