Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cinderella
Sutradara: Kenneth Branagh
Penulis skenario: Chris Weitz
Pemain: Lily James, Cate Blanchett, Richard Madden, Helena Bonham Carter
Produksi: Walt Disney Pictures
Durasi: 112 menit
Miliki keberanian dan baik hati." Begitu pesan terakhir yang diterima Ella dari sang bunda. Kata-kata laksana mantra yang menjadi penguat semangat gadis cantik yang belakangan lebih dikenal sebagai Cinderella itu mungkin juga dipakai oleh sutradara Kenneth Branagh saat menerima tawaran Walt Disney Pictures untuk menggarap film Cinderella.
Bagaimana tidak? Cinderella bisa disebut sebagai kisah "usang" yang ceritanya telah berulang-ulang dituturkan dari generasi ke generasi di seluruh penjuru dunia. Bertahun-tahun Cinderella hadir dalam bentuk buku, komik, operet, hingga film animasi. Di Indonesia, misalnya, pada 1978 Cinderella hadir dalam bentuk operet lewat akting bintang cilik saat itu, Ira Maya Sopha.
Film (bukan animasi) yang mengadaptasi kisah Cinderella juga tak terhitung banyaknya. Diawali oleh sutradara Prancis, Georges Méliès, yang membuat film Cinderella pada 1899 berdasarkan tulisan penulis Prancis abad ke-17, Charles Perrault, kisah Si Upik Abu ini bolak-balik muncul di layar lebar dalam beragam judul dan modifikasi. Termasuk Ever After: A Cinderella Story (1998), yang diperankan Drew Barrymore.
Jelas ini sebuah tantangan tersendiri bagi Branagh. Secara garis besar, Branagh menyajikan cerita Cinderella tak melenceng dari "pakem", lengkap dengan suara seorang perempuan membacakan narasi dengan kalimat awal: Once upon a time .... Bedanya, film yang naskahnya ditulis Chris Weitz ini dimulai dari masa ketika Ella kecil (diperankan aktris cilik Eloise Webb) masih hidup berbahagia bersama ayah dan ibunya di istana mungil mereka. Sayang, karena penyakit, sang ibu meninggal.
Ketika Ella beranjak dewasa, ayah Ella (Ben Chaplin) menikah dengan Lady Tremaine(Cate Blanchett), yang memiliki dua putri sebaya Ella, Drisella (Sophie McShera) dan Anastasia (Holliday Grainger), serta seekor kucing gemuk bernama Lucifer. Pernikahan itu justru membuat nasib Ella (Lily James) semakin sengsara karena sikap ibu dan dua adik tirinya yang angkuh. Terlebih setelah ayah Ella meninggal. Ella dipaksa tinggal di loteng, membersihkan rumah, menyiapkan makanan, serta menjadi budak ibu dan dua saudara tirinya itu. Gara-gara sering tidur di samping perapian, wajah dan tubuhnya jadi tercoreng-moreng terkena arang. Inilah awal mula dia dipanggil Cinderella. Nasib Cinderella seketika berubah tatkala bertemu dengan pangeran tampan (Richard Madden).
Selanjutnya apa yang mengendap di kepala kita selama bertahun-tahun itu mengalir di layar lebar. Undangan pesta dansa, munculnya ibu peri baik hati, serta semua keajaibannya, termasuk kereta kencana dan sepatu kaca (yang betul-betul kelihatan dari kaca). Juga bagaimana tergopoh-gopohnya sang gadis meninggalkan istana saat lonceng berdentang dan jarum jam tepat di angka 12.
Lantas apakah Cinderella jadi membosankan? Untungnya tidak. Lewat tatapan mata, gerak tubuh, ekspresi wajah, dan intonasinya, Cate Blanchett mampu menjelma menjadi ibu tiri yang jahat, yang pandai menyimpan luka. Di luar pinggang ramping yang jadi perbincangan banyak orang, Lily James sebagai Cinderella mampu menghidupkan karakter Cinderella yang lembut sekaligus pemberani.
Branagh mampu memoles cerita usang ini menjadi tontonan menyegarkan. Di tangannya, Cinderella terasa lebih manusiawi dan logis. Lewat film ini, kita setidaknya bisa tahu siapa yang membentuk kepribadian Cinderella. Juga kenapa sang pangeran langsung memilih Cinderella di pesta dansa.
Nunuy Nurhayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo