Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
EKI Dance Company mementaskan drama musikal Ken Dedes
Cerita berpusat pada kelicikan dan pengaruh Ken Dedes.
Perempuan sejatinya berperan penting dalam setiap peristiwa besar.
Pentas nan megah tersaji di panggung Theater Ciputra Artpreneur pada Jumat malam, 17 Maret lalu. Layar elektronik yang terang penuh warna menyajikan latar bergambar istana kerajaan khas Tanah Jawa. Sebuah takhta gagah berkelir emas berdiri di depan layar elektronik tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di bangku terhormat itu, duduk seorang raja bernama Tunggul Ametung, penguasa Tumapel, sebuah wilayah di bawah Kerajaan Kediri sekitar 1100-1200. Ia tampak teler setelah menenggak bercawan-cawan arak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sekitarnya, ramai orang menari diiringi suara musik nan gaduh. Ya, Tunggul Ametung sedang menggelar pesta besar. Permaisuri Tunggul Ametung, Ken Dedes; dan Panglima Tumapel, Ken Arok, menjadi bintang dalam pesta tersebut.
Untuk sesaat, para peserta pesta, termasuk Tunggul Ametung, menjadi patung. Hanya Ken Dedes dan Ken Arok yang bergerak lincah sembari bernyanyi. Keduanya merajut cinta nan terlarang.
Maklum, bukan cuma Ken Dedes yang sudah bersuami. Ken Arok juga diceritakan sudah punya istri bernama Ken Umang. Hubungan cinta yang rumit ini menjadi tema cerita drama musikal berjudul Ken Dedes yang dipentaskan Eksotika Karmawhibangga Indonesia (EKI) Dance Company. Bagi EKI, pertunjukan yang berlangsung hingga hari ini tersebut menjadi pelepas rindu setelah rehat akibat pandemi Covid-19.
Pementasan musikal Ken Dedes persembahan EKI Dance Company di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta, 17 Maret 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Sesuai dengan judulnya, Ken Dedes menjadi tokoh utama dalam pentas itu. Seperti penampilan yang sudah-sudah, EKI Dance Company sukses menghadirkan hiburan koreografi, akting, dan vokal yang apik.
Istimewanya, tim sutradara dan produser menyuguhkan drama yang agak unik dari babad Ken Arok dan Ken Dedes. Dalam drama berdurasi sekitar dua jam itu, Ken Dedes ditunjukkan sebagai tokoh antagonis, licik, dan penuh tipu daya.
Sekilas, cerita Ken Dedes versi EKI Dance Company berbeda dari naskah Pararaton yang selama ini dikisahkan sebagai cerita rakyat. Dalam cerita versi Pararaton, Ken Arok menjadi pembunuh Tunggul Ametung berbekal keris buatan Mpu Gandring. Namun, dalam pertunjukan ini, digambarkan bahwa Tunggul Ametung terbunuh oleh Ken Dedes.
Ceritanya, Ken Dedes berhasil menghasut Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung. Selain demi memperebutkan diri Ken Dedes, Ken Arok tergoda menjadi raja jika Tunggul Ametung mangkat. Belum juga siasat pembunuhan disusun, Ken Dedes terlibat cekcok dengan Tunggul Ametung yang menuduhnya selingkuh dengan Ken Arok.
Dalam keributan itu, Ken Dedes tak sengaja menikam Tunggul Ametung dengan sebilah keris. Singkat cerita, Ken Arok naik takhta dan sukses menyulap Tumapel menjadi kerajaan baru bernama Singhasari.
Tak berhenti di situ, Ken Dedes kembali berulah dengan menghasut Anusapati, anaknya dengan Tunggul Ametung, untuk mengkudeta Ken Arok. Ken Dedes naik pitam karena Ken Arok lebih memilih Tohjaya sebagai putra mahkota. Tohjaya adalah anak Ken Arok dengan Ken Umang.
Menariknya, Ken Umang ikut-ikutan mengatur siasat jahat. Ia menghasut anaknya, Tohjaya, untuk membunuh Ken Arok demi membalaskan rasa sakit hatinya dikhianati.
Produser sekaligus pendiri EKI Dance Company, Aiko Senosoenoto, mengatakan penggarapan naskah dan cerita memang menjadi tantangan krusial dalam pementasan musikal Ken Dedes. Menurut Aiko, cerita versi lengkap Ken Dedes teramat panjang jika dimainkan dengan durasi dua jam.
Walhasil, tim produser, sutradara, musik, sampai kostum berunding alot untuk menentukan cerita yang ringkas tapi tetap menarik untuk penonton. "Kami persingkat, tapi dengan plot yang tidak melenceng. Salah satunya enggak ada Mpu Gandring," kata Aiko.
Selain itu, Aiko menuturkan, penggambaran Ken Dedes sebagai sosok yang licik memang bukan tanpa alasan. EKI Dance Company sengaja ingin menampilkan sisi lain perempuan. Menurut dia, bisa saja seorang perempuan yang dianggap lemah seperti Ken Dedes dan Ken Umang menjadi otak dari pergerakan besar di sebuah kerajaan.
"Perempuan itu punya pengaruh yang besar. Selama ini, orang hanya lihat Ken Arok atau Tunggul Ametung sebagai tokoh hebat semata."
Selain menyajikan cerita yang menarik, EKI Dance Company menyuguhkan penggunaan bahasa yang lebih luwes. Ada kalanya para pemain memakai bahasa baku, tapi ada pula saatnya pemeran prajurit bawahan berbincang dengan bahasa santai. Bahkan sempat Tohjaya dan Anusapati berdialog menggunakan bahasa khas anak Jakarta Selatan nan kekinian.
Bagi Aiko, penggunaan bahasa tak bisa dipersoalkan dalam pementasan cerita kuno macam Ken Dedes. Menurut dia, penggunaan bahasa kekinian sah-sah saja dilakukan selama cerita dan pesan moral dari kisah tersebut tidak dihilangkan. "Bahkan kita sejatinya tidak tahu zaman dulu Ken Dedes berbicara dengan bahasa apa, seperti apa pakaiannya. Jadi, kami bikin yang menarik saja untuk anak muda," ujarnya.
Pementasan musikal Ken Dedes persembahan EKI Dance Company di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta, 17 Maret 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
EKI Dance Company mempersiapkan pementasan drama musikal Ken Dedes selama enam bulan. Selain naskah cerita; koreografi, vokal, hingga pembuatan lagu orisinal menjadi tugas berat.
Kesulitan sempat dialami Nala Amrytha, pemeran Ken Umang. Ia awalnya kesulitan menemukan karakter Ken Umang yang sesuai. Walhasil, ia harus menggali lebih dalam karakter istri Ken Arok itu lewat berbagai literasi.
Sebab, tak banyak kisah yang menceritakan detail tokoh Ken Umang. Beberapa cerita hanya menulis Ken Umang sebagai selir Ken Arok saat sudah menjadi Raja Singhasari. "Pernah coba jadi ibu-ibu centil, ibu-ibu drama, dan sebagainya sampai ketemu karakter Ken Umang yang ini," kata perempuan berusia 27 tahun itu.
Nala sukses memerankan tokoh yang tak kalah licik dari Ken Dedes. Menurut dia, Ken Umang adalah perempuan tangguh yang sempat ikut Ken Arok hidup di jalan menjadi perampok. Namun ia tetap bisa menampilkan sisi perempuan saat dikhianati Ken Arok.
Dari cerita dan karakter tokoh Ken Dedes, Nala mengambil kesimpulan bahwa perempuan sejatinya punya peran penting dalam setiap peristiwa atau cerita besar. "Perempuan itu bisa memberi pengaruh besar. Tinggal pilih pengaruh positif atau negatif."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo