Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada razia kendaraan di jalan raya, orang berjualan, dan petugas ketertiban pedagang. Ada juga fragmen orang bercukur, petani sedang menanam, gelandangan, dan tiga anak muda sedang mabuk lem bersama. Potret keseharian itu terhampar di kanvas putih berukuran 2 x 2 meter persegi. Ragam kenyataan yang digambar dengan teknik realis oleh Dede Wahyudin itu hanya dikelir warna hitam dari charcoal atau arang. Guru seni budaya di SMA Pasundan 8 Bandung itu menyematkan judul karyanya Dari Pagi sampai Pagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karya dengan teknik dan media serupa juga tampak pada karya Danni Febriana. Ia merupakan peraih Gold Winner pada kategori seniman pendatang baru dalam UOB Painting of the Year 2018. Gambarnya berupa figur orang berkepala buket bunga yang tengah membuka sebuah buku. Di atas kitabnya seakan-akan mencuat sosok kecil seperti dalam lukisan Raden Saleh yang berjudul Perkelahian dengan Singa pada 1870. Dari buku dan sekeliling tubuh figur tersebut muncul cabang-cabang pohon tanpa daun. Tapi karya anyar berjudul Iqro pada kanvas berukuran 150 x 195 sentimeter persegi itu tetap riuh oleh burung-burung kecil yang hinggap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 26 seniman kini tengah memajang karya gambarnya di Galeri Soemardja Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 23-31 Agustus 2019. Pameran bersama dengan tajuk "Contemporary-Drawing-Expanded" itu adalah kerja sama Badan Ekonomi Kreatif dengan ITB yang tengah mengeksplorasi potensi gambar (drawing). Panitia juga menjajal inovasi metode pameran dengan pendaftaran terbuka (open call). Selama dua pekan hingga 1 Agustus lalu, sedikitnya ada 83 orang pendaftar. Tim seleksi, yang terdiri atas Rikrik Kusmara, Rizki A. Zaelani, dan Oco Santoso, memilih karya yang kini terpajang di ruang pamer tersebut.
Pameran bersama bertajuk “Contemporary - Drawing - Expanded” kerjasama Bekraf dan ITB, berlangsung di Galeri Soemardja, 23-31 Agustus 2019.
Eksplorasi gambar dari para seniman itu terlihat dari media dan sajian karya mereka. Muhammad Fakhri Aziz dengan karya berjudul Instrument of Death memunculkan aspek kedalaman atau tiga dimensi lewat gambar yang tersusun dari tumpukan enam lingkaran. Di sela tumpukannya berpendar lampu yang berubah-ubah warna. Efek kedalaman bidang gambar yang rata juga diterapkan Indarto Agung Sukmono lewat karya Orde Machinarium. Gambar penanya disusun pada akrilik berukuran 25 x 33 sentimeter. Kelima seri gambarnya masing-masing tersusun dari empat lapis akrilik.
Ngakan Putu Agus Arta Wijaya juga menampilkan kesan serupa. Gambarnya berpadu dengan potongan kertas yang membentuk lingkaran, segitiga, persegi, serta cahaya. Seri karya terbarunya itu berjudul Balance and Harmony I dan II. Sementara itu, Restu Taufik Akbar dengan corak abstrak terbaru berjudul (In)visible Scape: ‘Infinity’ membuat karya instalasi. Di depan gambar hitam putih berukuran 410 x 150 sentimeter persegi berbahan kertas dan arang itu, ia menyandarkan sebatang pohon mati berwarna hitam legam.
Dari Pagi sampai Pagi karya Dede Wahyudin.
Iqro karya Danni Febriana.
Kurator pameran, Rikrik Kusmara, mengatakan sekitar 80 persen karya yang dipamerkan menampilkan perluasan gambar. Secara khusus seniman menunjukkan gugatan dan eksplorasi dari sisi konvensi media. "Kita memilih yang akan memberikan pesan bahwa drawing bukanlah konvensi yang tertutup," ujar dia, Ahad lalu. Karya gambar, menurut dia, tetap memberikan ruang untuk kreator agar dapat menemukan kebaruan ekspresinya.
Contoh yang mencolok adalah dekonstruksi gambar yang membuatnya tidak saja terhampar di bidang datar. Selain itu, ada pendekatan digital seperti pada dua gambar Astiti Ramdani Elmanisa yang berjudul The Hypocrites dan The Hypocrites-Crucified Pharisee hasil apropriasi karya Gustave Dore. Harapannya, kata Rikrik, gambar tidak lagi sering terpinggirkan sebagai media ekspresi yang kuno dan sederhana.
Dalam sejarah perkembangan media seni, kata dosen di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB itu, gambar dikategorikan sebagai media tradisional yang paling dasar sebelum seni lukis dan patung. Paradigma drawing yang juga cukup lama dekat dengan material kertas berujung stigma. Gambar terkesan hanya dikategorikan sebagai media perekam gagasan awal atau sketsa (preparatory medium).
Umurnya pun dianggap tidak tahan lama dan rapuh. Citra generik itu kini tengah diubah seiring dengan perkembangan zaman. Liga untuk drawing ini perlu dikembangkan seperti halnya medan seni lukis, seni patung, atau seni media baru.
ANWAR SISWADI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo