Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Proses mediasi yang dilakukan Lola Amaria dengan Lembaga Sensor Film di gedung DPR, Senin 28 Mei 2018 terkait film Lima tak berbuah baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lola mendapati hal kurang mengenakan. Ini terkait rating usia penonton 17 tahun ke atas yang diberikan Lembaga Sensor Film terhadap film Lima. Padahal, Lola ingin film tersebut dapat ditonton masyarakat lebih luas setidaknya dari kalangan remaja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses mediasi pun dilangsungkan agar izin rating usia 13 tahun bisa dikantongi film terbarunya tersebut. “Film Lima adalah persembahan kami kepada generasi muda Indonesia dalam rangkaian peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2018,” ujar Lola melalui keterangan pers yang diterima Tempo, Selasa 29 Mei 2018.
Lola memaparkan kronologis soal penetapan batas awal usia penonton filmnya tersebut. Pada Senin, 21 Mei 2018 tim Lola Amalia Productions didampingi tim ahli menghadiri Audiensi dengan Lembaga Sensor Film (LSF). Pada dasarnya, Lembaga Sensor Film sangat mengapresiasi misi progresif dari film Lima. Dengan syarat, ada revisi khusus pada adegan Sila 1 karena dikhawatirkan berpotensi memunculkan kontroversi di masyarakat.
Perdebatan konstruktif dan alot berlangsung selama 3 jam. Kedua belah pihak saling memberikan opini dan alibi (salah satunya dengan mendengarkan pendapat dari pemuka agama dan ahli), untuk memastikan film ini tidak memicu kontroversi.
Kesimpulan akhirnya Lembaga Sensor Film memutuskan memberikan persetujuan lolos sensor Film ini dengan usia penonton 17 tahun ke atas karena pertimbangan bahwa pemahaman Sila 1 hanya dapat dicerna penonton di atas 17 tahun.
Hal tersebut tentunya tak bisa langsung diterima. Sehingga tim Lola mencoba lakukan negosiasi meminta usia tayang mulai 13 tahun. Alasannya film ini memiliki misi Kebangsaan untuk menanamkan nilai Pancasila kepada generasi muda sejak dini. Namun, pihak LSF bergeming. Keputusan mereka tetap pada usia 17 tahun, dan mensyaratkan jika ingin diberikan izin usia tayang 13 tahun maka tim produser harus melakukan revisi dengan menghilangkan bagian tertentu dalam Sila 1.
Menghilangkan bagian tertentu dari film akan membuat pesan film menjadi bias, hambar, dan kehilangan greget. Apalagi ini terkait toleransi antar umat beragama. Lola menegaskan, film Lima merupakan drama realis yang terinspirasi dari kejadian nyata yang ada di masyarakat. Produser bertanggung jawab penuh atas keseluruhan isi film.
Menurut lola, tantangan menuangkan inspirasi Pancasila ke dalam sebuah film tidak mudah. Sehingga ia menggarap film tersebut dengan bantuan lima sutradara yang menggarap masing=masing satu tema sesuai jumlah sila Pancasila. “ 5 sutradara berbakat masing-masing fokus mengerjakan 1 Sila yang kemudian dijahit menjadi 1 cerita utuh gabungan dari ke 5 Sila, terwujudlah film Lima.”
Film LIMA menurut Lola dipoduksi mulai Agustus 2017. Sejak awal film ini diproduksi sebagai inisiatif dan kontribusi gabungan elemen masyarakat dengan para sineas muda untuk menghadirkan Film layar lebar dengan narasi positif yang terinspirasi dari Pancasila.
Film ini menuangkan kisah pergulatan keluarga Indonesia dengan beragam persoalan mengenai keberagaman, aturan agama, dilema pekerjaan, bullying, sampai soal keadilan bagi masyarakat terpinggirkan. “Cerita drama film Lima ini diangkat dari berbagai kejadian nyata yang ada di sekitar kita. Yang kemudian dirangkai dalam sebuah cerita dan dituangkan dalam film Lima,” lanjut Lola.