TUJUH buah film negara Pasaran Bersama Eropa dipilih Kine Klub
untuk menampilkan wajah-dalam benua itu -- 27 Nopember s/d 4
Desember - di Teater Tertutup TIM. 4 kali main setiap hari,
dengan mendapat kunjungan besar. Semuanya memiliki warna
masing-masing, dengan latar belakang alam masyarakat, kwalitas
sinematografi. Kecenderungan mereka bervariasi, tetapi hampir
semuanya seperti digerakkan oleh sikap kemanusiaan -- dan
meninggalkan rasa intim.
Petualangan Peterson
Film Der Lord von Barmbeck (Jerman), disutradari oleh Ottokar
Rune. Tentang petualangan Julius Adolf Peterson, penjahat dan
pembongkar penjara terkenal di Hamburg yang dijuluki Lord von
Barmbeck. Film berdasar laporan polisi dan catatan pribadi
Peterson sendiri yang ditinggalkan sebelum mati.
Penuturan kisahnya menarik. Dimulai dengan kematian Peterson
yang gantung diri di jendela penjara, yang dibuat dengan teliti
dan dramatik. Kemudian muncul wajah Peterson mewakili catatan
yang ia tinggalkan. Ia bercerita tentang masa lalu yang
mengantarkannya jadi penjahat. Berulang-ulang, tanpa usaha
memikat orang untuk memihak. Ia bicara intim tentang sukses,
penderitaan, juga secara tidak langsung kebutuhan orang sekitar.
Memang tidak istimewa, tapi kita melihat seorang penjahat bukan
sebagai hero.
Kota Khayalan
Malpertuis, film Belgia yang dibuat thun 1973, istimewa karena
beberapa hal. Di dalamnya ikut serta Orson Welles, bermain
sebagai seorang paman yang sedang sekarat. Inilah satu-satunya
film surealis dalam pekan ini. Sedang adegan-adegannya dijiwai
oleh warna dan keindahan yang menjadi nafas film Fellini.
Sutradaranya bernama Harry Kumel. Didukung oleh Susan Hampshire
yang sekaligus memainkan 3 peran.
Tokoh utama, Yan, adalah seorang kelasi yang sedang ditunggu
kedatangannya oleh pamannya, Cassavius, di Desa Malpertuis.
Cassavius sedang sekarat - ia menyuruh seluruh keluarga datang
ke tempat tidur. Yan semula tidak mau turun ketika kapalnya
mendarat. Ia hanya berusaha mengejar seorang cewek yang
dikiranya kakaknya, Nancy. Ia terdampar ke dalam sebuah bar, dan
akhirnya terkapar di sana karena dipukul.
Waktu siuman Yan mendapati dirinya berada di rumah pamannya yang
misterius, bersama Nancy. Rumah itu sangat fantastis. Yan hampir
saja pergi, tapi Nancy mencegah. Akhirnya ia terikat dalam rumah
untuk memikul wasiat pamannya bersama semua orang. Siapa yang
bisa selamat sampai akhir, dialah yang berhak mewarisi seluruh
kekayaan, ceritanya.
Yan akhirnya sempat lari. Tapi tiba-tiba ia mendapati dirinya
kembali di rumah cewek yang menyelamatkannya dari perkelahian di
bar. Dari sini, kejadian di rumah pamannya seakan mimpi.
Yan keluar. Berjalan di sebuah kota yang sunyi. Waktu memasuki
sebuah toko tua, tiba-tiba ia masuk lagi dalam kisah pamannya
untuk melanjutkan cerita yang putus tadi. Yan hampir saja
terbunuh, tapi muncul tokoh Euryale yang menyelamatkannya.
Euryale menjelaskan tokoh-tokoh yang dijumpai Yan adalah
dewa-dewi mitologi Yunani. Euryale sendiri lambang cinta kasih,
dewi terakhir yang masih diingat orang dan akan menolong.
Kisah itu kemudian kabur karena disambung adegan Yan di rumah
sakit gila masa kini. Ia dianggap pasien yang baru saja sembuh,
dan diizinkan pulang. Isterinya menjemput. Tetapi di luar,
ketika masuk sebuah pintu, tiba-tiba ia kembali berada di rumah
pamannya di Malpertuis. Kisah berhenti. Orang yang mencoba
mengurut cerita, kecewa.
Yang lebih penting adalah gambar-gambar fantastis tadi, serta
kesan kehidupan yang rahasia. Yang dipuaskan adalah imajinasi
yang hidup lewat gambar-gambar puitis. Satu ketika misalnya,
sebuah pintu dibuka dan terlihat sebuah kaki besar -- seperti
imaji yang muncul dari lukisan Rene Margritte. Atau sebuah kota
yang sunyi dan seorang lelaki berlari sambil berseru-seru
memanggil seseorang. Seperti sebuah mimpi memang, dan sarat
dengan buah fikiran tentang kondisi manusia di bawah permukaan.
Tergolong film yang tentunya membuat ngeri para produser
Indonesia.
Usaha Yang Rawan
Dummy Partner (Denmark), digarap Hans Kritensen, sutradara muda
yang sudah menghasilkan The Escope dan Per yang dianggap produk
sinema baru Denmark. Film ini (dalam folder diterjemahkan:
Pasangan Semu) bercerita tentang usaha-usaha yang rawan untuk
mencoba tegak.
Latar belakang cerita usaha perusahaan asuransi yang hendak
merobohkan rumah tua untuk menggantikannya dengan gedung baru.
Tetapi inti cerita sesungguhnya adalah rasa haru tentang
kenaifan Holger, seorang buta, dan sahabatnya Jesper -- sepasang
orang kumal yang penuh angan-angan. Dengan film dan tape
recorder mereka berusaha menyelidiki rencana pembongkaran gedung
yang tidak mereka sukai itu. Tindakan mereka sampai pada usaha
mencuri dokumen.
Per, bajingan kecil dan tetangga kedua tukang mimpi itu,
kebetulan sedang berusaha merubah nasibnya dengan menjadi
pegawai di tempat kedua orang itu melakukan pencurian. Pencurian
berhasil, tetapi Per mengembalikan dokumen-dokumen. Sedang
Jesper dan Holger dengan konyolnya tertangkap. Jesper dimasukkan
rumah sakit jiwa. Holger tinggal sendirian di gedung baru --
dengan tape recorder. Gambar terakhir film ini adalah bayangan
Holger di sebuah jendela flat yang begitu besar, mengangkat
tangan kanannya yang memegang tape -- untuk berkomunikasi dengan
Jesper. Kesia-siaan.
Secara ironis diperlihatkan ketidak berdayaan anggota masyarakat
yang lemah, hanya tanpa disertai amarah sehingga tidak jatuh
pada protes. Ia secara jernih ingin berkisah. Hans Kristensen
menunjukkan pengamatan cermat serta berhasil melukiskan perasaan
luka dengan hati yang dingin dan terkontrol. Adegan-adegannya
tidak didramatisir, dibiarkan mengalir sederhana. Justru dengan
demikian kekonyolan tokoh-tokohnya muncul dengan keren.
Bapak Anak dan Ibu
Monsieur Papa (Perancis, sutradara: Philippe Monnier), The
Railway Children (Inggeris, sutradara Lionel Jeffries) dan A
Silent Love (Belanda, sutradara Rene van Nie), memiliki
persamaan dalam beberapa hal. Ketiganya melukiskan hubungan
anak, bapak, dan ibu.
Monsieur Papa melukiskan ikatan anak dengan bapak yang sudah
bercerai dengan ibunya mereka sama-sama nyentrik, tapi
bersahabat. Sampai datang seorang wanita yang menjadi kekasih
bapak. Seperti biasanya, anak itu goncang. Bahkan waktu bapak
hendak ke Bangkok bersama pacarnya, ia membantu satu komplotan
pencuri agar dapat duit untuk beli tiket. Pada akhir cerita,
dengan manis tampak ketiganya di lapangan terbang untuk
bersama-sama ke Bangkok .
A Silent Love juga bercerita tentang anak dengan bapaknya yang
juga dalam status cerai. Dimulai dengan sang bapak yang datang
ke sekolah dan menipu guru, supaya dapat membawa anaknya pergi.
Ia mengajak anak itu bertamasya ke mana-mana. Isterinya kemudian
melaporkan kepada polisi agar suaminya ditangkap dengan tuduhan
menculik.
Belakangan perempuan itu ingin menarik pengaduannya -- tetapi
tak bisa. Ketika bapak dan anak pulang -- dengan harapan
samar-samar agar mereka bertiga bersatu kembali polisi datang
menangkap lelaki yang sangat cinta anaknya itu. Meski agak
sentimentil, film ini merupakan tontonan keluarga yang
mengharukan.
The Railway Children adalah kisah tiga orang anak dengan ibu
mereka yang terdampar di sebuah dusun -- karena bapak mereka
tiba-tiba diciduk. Dusun itu dilintasi rel kereta api. Dan
anak-anak itu sempat menyelamatkan kereta api waktu ada tanah
longsor. Mereka membuat banyak tingkah terpuji, sehingga
mengesankan agak berlebihan. Tetapi karena penggarapannya
lancar, memikat.
Di akhir cerita, sang bapak dikeluarkan. Happy ending. Orang
sedesa kecil itu bikin jamuan. Muncul nama-nama pemain, dan
penonton mengira film sudah selesai. Tiba-tiba ada close-up pada
salah seorang anak yang sejak semula sibuk menulis di batu
tulis. Waktu kamera makin dekat, batu tulis diangkat, muncul
tulisan: The End
Bapak Pemilik
Padre Padrone, film Italia yang diputar di hari ke-6 ini,
merupakan karya spesial yang lain. Pernah mendapat hadiah
tertinggi dalam festival di Cannes. Sutradaranya Paolo dan
Vittorio Taviani. Diangkat dari hidup para gembala di Sardinia
yang buta huruf.
Cerita berdasar buku Gavino Ledda, yang menulisnya sebagai
perlawanan atasnama nasib para gembala tersebut. Adegan dibuka
dengan sosok Gavino Ledda sendiri yang sedang meraut cabang
kayu. Dalam set, di muka sekolah berdiri tokoh bapak yang hendak
merampas anaknya dari sekolah. Gavino mengulurkan cabang kayu
itu kepada tokoh bapak supaya membawanya, karena kayu macam
itulah dulu yang dibawa bapaknya. Baru cerita dimulai.
Ini adalah kisah Gavino sendiri. Bapaknya masuk ruang sekolah
dan mengambilnya karena dia diperlukan untuk bekerja di padang
rumput. Ketika anak-anak ketawa melihat air kencing Gavino.
yang ketakutan, sang bapak yang sudah di luar ruangan sekolah,
masuk kembali. Ia memaki semua orang. Memukul meja dengan
tongkatnya, lalu berkata:"Sekarang Gavino. Tetapi besok mungkin
giliran kamu sendiri!"
Selanjutnya hidup Gavino dalam tekanan berkepanjangan. Satu
ketika bapaknya menyuruhnya masuk militer, karena dalam keluarga
harus ada yang dikagumi. Dalam pendidikan militer Gavino mulai
bisa membaca. Ia memutuskan meninggalkan ketentaraan dan pulang
untuk melanjutkan ke universitas. Bapaknya memaksanya bekerja
kembali. Gavino membangkang. Ini bertentangan dengan adat. Pada
puncaknya, terjadi perkelahian. Gavino menang -- dan kemenangan
ini mengantarkannya menjadi seorang sarjana ilmu bahasa --
menembus kebisuan rakyat gembala Sardinia selama itu.
Film ini menjadi sangat menarik dan mengharukan, karena usahanya
memotret warna lokal dengan tidak tanggung tanggung. Ia
melukiskan kesepian manusia di tengah padang -- yang
tergila-gila oleh suara akordeon. Dengan brutal dan spontan
dilukiskan bagaimana anak-anak kecil bersanggama dengan keledai
atau ayam. Ia melukiskan sifat-sifat primitif yang masih
membekas serta aturan-aturan masyarakat yang begitu kuat
sehingga membuat orang tak berdaya.
Satu ketika ada pembantaian biri-biri. Tetapi kemudian palu
diayunkan mengenai kepala yang memegang biri-biri. Satu ketika
Gavino kencing dari mobil untuk menunjukkan kemuakannya kepada
Sardinia yang diwarnai tekanan bapaknya. Satu ketika orang
saling main kentut-kentutan. Alam Sardinia diumbar dan
meninggalkan rasa dekat, karena ternyata lingkungan kita masih
sangat mengenalnya.
Pekan kali ini tidak berakhir dengan rasa pusing oleh eksperimen
sinematograpi. Masih ada tokoh, cerita dan penggarapan yang
menarik dan lancar. Walau baju mereka baju Eropa, seolah masalah
kita yang digarapnya.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini