TAJUK rencana biasanya mencerminkan haluan sesuatu suratkabar.
Di situ opininya disalurkan. Ternyata tidak selalu demikian dari
Merdeka, koran milik B.M. Diah, dalam menanggapi perpecahan di
PDI.
"Makna Tindakan Sanusi Hardjadinata," demikian judul tajuknya
Sabtu pagi, 2 Desember, yang jelas mendukung keputusan ketua
umum DPP PDI tersebut yang membebas-tugaskan Mh. Isnaeni dan
Sunawar Sukowati sebagai ketua DPP PDI. Ditegaskannya bahwa
hampir seluruh eks kader PNI, baik di dalam maupun di luar PDI,
telah mendukung keputusan Sanusi itu.
Senin pagi, 4 Desember, Merdeka berbicara lain lagi. Sekali ini
B.M. Diah sendiri membubuhkan tandatangannya di bawah tajuk
korannya. Biasanya tajuk rencana di koran itu muncul tanpa nama
penulisnya. Diah meralat, malah "menyesalkan sekali" tajuk
korannya, yang tersiar dua hari sebelumnya. Diah meminta
pembacanya supaya "menganggapnya sebagai tidak tertulis."
Siapa penulisnya? Diah tidak menyebut nama anggota redaksinya,
penulis tajuk 2 Desember itu yang, katanya, "telah terbawa
akibat terpengaruh akan perpecahan dan pertikaian yang
berkecamuk dalam kalangan PDI." Tapi redaktur yang dikoreksi
Diah itu, menurut sumber yang mengetahui di Merdeka, adalah
Virga Belan.
Cara pemberitaan Sanusi versus Isneni juga bisa mencerminkan
sikap sesuatu media Tahun lalu dalam pertikaian PDI memihak
kelompok Isnaeni, kini Suara Karya hanya memuat pernyataan
Pangkopkamtib Laksamana Sudomo. Berita Yuda, berbeda dari
tahun lalu, kini jelas menyajikan pemberintaan yang
menguntungkan kelompok Sanusi. Antara seakan-akan memperlakukan
kejadian besar itu tidak sebagai berita. Ia diam. Suratkabar
seperti Kompas dan Sinar Harapan melihat berita penting di situ
dan melaporkan peristiwa PDI sewajarnya dengan mengutip kedua
pihak, tapi tahun lalu mereka cenderung memihak Isnaeni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini