Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Hari Musik, Vokal Solo, dan Tema Putus Cinta

Google Trends mengumumkan lima lirik lagu paling banyak dicari pada 2023 didominasi vokal solo dan tema putus cinta.

10 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Video musik Raim Laode dengan judul lagu Komang. Youtube Raim Laode

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tema asmara dan putus cinta mendominasi lirik lagu paling banyak dicari di Indonesia.

  • Lagu putus cinta sekarang berbeda dengan lagu putus cinta dulu yang lebih melodramatis.

  • Seniman solo memberikan ruang bagi audiens untuk meresapi sisi kemanusiaan yang kompleks.

Aris Setiawan, Etnomusikolog, Pengajar di ISI Surakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menandai Hari Musik Nasional pada 9 Maret, menarik untuk menyoroti tren preferensi musik kalangan pengguna Internet di Indonesia kini, terutama generasi muda. Google Trends mengumumkan lima lirik lagu paling banyak dicari sepanjang 2023 didominasi solo vocal. Pada puncak daftar tersebut ada Komang karya dari Raim Laode. Disusul Sial dari Mahalini, Satu-Satu dari Idgitaf, Jiwa yang Bersedih dari Ghea Indriwari, dan Loneliness dari Putri Ariani. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dominasi vokal solo dalam daftar lagu paling banyak dicari menunjukkan pergeseran signifikan dalam dinamika industri musik. Artis solo seperti Raim Laode, Mahalini, dan Ghea Indriwari berhasil menonjol dengan kemampuan mereka menyampaikan narasi pribadi melalui suara yang ciamik. Keberhasilan lagu-lagu ini mencerminkan keinginan pendengar untuk terhubung langsung dengan ekspresi artistik musikus secara personal. Hal ini menggambarkan era ketika pendengar lebih mengapresiasi keaslian dan keterbukaan dalam musik dibanding, misalnya, menikmati gerombolan musikus yang memecah perhatian.

Uniknya, tema asmara dan putus cinta mendominasi lirik lagu paling banyak dicari di Indonesia. Hal ini menunjukkan pengguna Internet mencari pengalaman emosional mendalam melalui musik untuk meluapkan luka lara berlarat-larat, babak belur ditinggal kekasih. Lagu-lagu seperti Satu-Satu karya Idgitaf dan Jiwa yang Bersedih oleh Ghea Indriwari mampu menciptakan daya tarik karena kemampuan mereka menggambarkan nuansa kompleks dalam hubungan manusia (sepasang kekasih). Fenomena ini dapat dilihat sebagai refleksi keinginan pendengar untuk merenung dan merasakan kedalaman emosi melalui karya musik. 

Menarik untuk dibaca lebih jauh bahwa daftar tersebut tidak mencakup lagu-lagu dari kelompok musik atau grup band. Kecenderungan ini mengindikasikan perubahan dalam dinamika industri musik. Pendengar memilih pengalaman pribadi dan cerita hidup langsung dari penyanyi solo. Hal itu mencerminkan dorongan untuk menikmati musik sebagai medium yang lebih pribadi dan autentik dalam mengungkapkan perasaan.

Keberhasilan video musik pada platform seperti YouTube juga menjadi aspek menarik dari tren musik 2023. Video musik Sial, misalnya, ditonton 5,08 juta kali. Hal ini menjelaskan bahwa audiens tidak hanya menilai musik berdasarkan audio, tapi juga melalui elemen visual yang menyertai lagu (video klip). Dengan kata lain, peran penting visualisasi dalam meningkatkan daya tarik dan dampak dari suatu karya musik tidak dapat dihindari. 

Tidak hanya mencerminkan kepopuleran di dunia digital, lirik lagu yang paling banyak dicari juga menunjukkan bahwa pendengar mencari makna dan kedalaman kata-kata. Lagu-lagu seperti Loneliness oleh Putri Ariani mengindikasikan keinginan untuk merenungi hidup dengan sedih dan air mata. Perhatikan lirik ini: And one think I know, You break my heart, break my hope, Make me so down in a loneliness, You left me when I deep, Thought you are my best scene, Being my prince, but I was wrong. Menyayat, bukan?

Tren pencarian lirik lagu di Google sepanjang 2023 mencerminkan bahwa pendengar menginginkan lebih dari sekadar nyanyian yang enak didengar. Mereka mencari pengalaman musik yang menggugah emosi, original, dan mampu menyentuh sisi paling dalam kemanusiaan (hati). 

Video musik Mahalini dengan judul lagu Sial. Youtube HITS Records

Satu hal yang patut digarisbawahi adalah seniman solo memiliki kebebasan lebih besar dalam menyampaikan cerita pribadi mereka. Berbeda dengan grup band yang mungkin melibatkan dinamika kelompok dan persetujuan bersama. Selain itu, seniman solo dapat lebih leluasa mengungkapkan identitas dan pengalaman personal, menciptakan koneksi lebih intim dan mendalam dengan pendengar.  

 

Interpersonal

Lagu-lagu putus cinta sekarang dibanding yang lalu-lalu (katakanlah era 1990-an dan 2000-an) menunjukkan beberapa perbedaan cukup mencolok. Pada era sekarang, tema putus cinta dalam musik sering kali digambarkan dengan nuansa lebih kompleks atau rumit. Penyanyi solo cenderung mengeksplorasi beragam aspek emosional dari pengalaman. Tidak sekadar menyampaikan kesedihan atau kekecewaan, tapi juga refleksi untuk lebih menyoroti perasaan individu dalam konteks hubungan yang berakhir. Sekaligus mendorong pendengar untuk merenungkan dan memahami nuansa lebih dalam dari arti perpisahan itu.

Dulu lagu-lagu putus cinta mungkin lebih bersifat melodramatis dan sederhana dalam penggambaran emosi (dengarkan Tenda Biru-nya Desy Ratnasari atau Audy lewat nyanyian Dibalas dengan Dusta). Mereka sering menekankan pada kesedihan dan luka lara tanpa banyak menyelami kompleksitas psikologis yang mendasari perpisahan atau putus cinta. 

Namun kini, dengan berkembangnya kesadaran emosional dan keterbukaan untuk merayakan putus cinta (studi tentang Sobat Ambyar dapat mendasari hal ini), lagu-lagu putus cinta cenderung lebih menggali aspek-aspek psikologis yang unik. Memberikan kepada pendengar gambaran lebih utuh dan terbuka tentang hubungan sepasang kekasih yang barangkali sulit dikatakan, tapi mudah dinyanyikan.

Meskipun tema putus cinta tak dapat dipisahkan dari dunia musik, beberapa tahun terakhir, fokus pada aspek individual dan psikologis dari perpisahan tersebut menjadi lebih menonjol. Hal ini bisa dilihat sebagai hasil dari perubahan dalam cara sebuah generasi memandang hubungan dan emosi, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya keterbukaan ketika berbicara tentang perasaan. Jadi bisa dikatakan bahwa fenomena ini tidak hanya menguat, tapi juga mengalami transformasi mendalam dalam konteks budaya dan sosial, terutama pada generasi muda kiwari.

Tema putus cinta yang mendominasi dapat menarasikan bahwa kehidupan manusia modern sering diwarnai oleh kompleksitas hubungan interpersonal. Lagu-lagu bertema putus cinta memberikan ruang untuk merayakan perasaan kehilangan, sakit, dan tentu saja refleksi diri. Dengan kata lain, masyarakat makin terkoneksi secara digital, tapi terasa makin terpencil secara emosional. Lagu-lagu jenis demikian dapat berfungsi sebagai bentuk terapi dan memahami diri. Menciptakan rasa keterhubungan mendalam melalui pengalaman bersama dari kepedihan dan kesedihan.

Adanya kecenderungan untuk mencari lagu-lagu solo dengan tema putus cinta dapat dikaitkan dengan peran media sosial. Seniman solo, terutama yang aktif di platform seperti Instagram, Facebook, dan Twitter, dapat dengan mudah membuka pintu ke kehidupan pribadi mereka. Tren vokal solo juga dapat mencerminkan dorongan untuk merayakan individualitas dengan katalisator keunikan suara setiap musikus. Di era ketika keberagaman makin dirayakan, seniman solo dapat menjadi lambang ekspresi diri yang genuine. Kehadiran berbagai suara solo vocal memberikan pilihan kepada pendengar untuk mengeksplorasi berbagai nuansa dan gaya musik yang sesuai dengan preferensi mereka, dibanding kelompok band yang memiliki kecenderungan gaya musikal kurang-lebih sama dan mungkin monoton.

Video musik Putri Ariani dengan judul lagu Loneliness. Youtube Putri Ariani

Fenomena vokal solo dan tema putus cinta dalam tren musik tidak hanya mencerminkan pergeseran dalam preferensi musik, tapi juga refleksi dari dinamika sosial dan emosional yang mempengaruhi sebuah generasi. Barangkali hal tersebut memiliki keterkaitan secara sosial. Akhir-akhir ini, banyak anak muda gemar merajuk akan banyak hal. Putus cinta harus dipublikasikan, kekasih selingkuh harus divideokan. Melalui musik, seniman solo memberikan ruang bagi mereka untuk meresapi sisi kemanusiaan yang kompleks. Sementara itu, lagu-lagu bertema putus cinta menjadi saluran untuk menambah sisi aspek-aspek emosional berisi luka lara. Tren ini memperkuat peran musik sebagai bahasa universal, dapat menghubungkan, tapi juga menjadi monumen pengekalan atas penghianatan. 

Seiring dengan perkembangan teknologi dan platform streaming, seniman solo memiliki kemampuan untuk dengan cepat dan langsung terhubung dengan pendengar mereka. Ini tidak hanya memberi mereka lebih banyak kontrol atas penciptaan dan distribusi karya mereka, tapi juga memungkinkan interaksi lebih dekat dengan penggemar. Kesempatan ini menciptakan keterlibatan lebih erat dan personal antara seniman solo dan audiens, memberikan pengalaman lebih intens dalam musik yang mereka hayati. 

Hal itu juga berkaitan dengan evolusi citra dan kebutuhan pasar. Seniman solo sering kali menjadi ikon budaya pop yang mengilhami dan mempengaruhi generasi. Keberhasilan mereka dalam membangun merek pribadi dan ikonografi dapat menjadi daya tarik tambahan bagi pendengar yang mencari lebih dari sekadar musik, tapi juga identitas dan narasi yang kuat. Dapat diperhatikan bahwa lagu-lagu dengan lirik yang melibatkan kisah asmara kompleks menciptakan koneksi emosional kuat dengan pendengar.

Dalam kehidupan sehari-hari yang sering kali hectic dan penuh tekanan, lagu-lagu ini memberikan outlet untuk menciptakan ruang pengalaman katarsis. Pilihan untuk merenung, menangis, ataupun meronta pada tema putus cinta dapat mencerminkan keinginan untuk memahami dan memproses pengalaman emosional. Sekaligus mengapresiasi seni musik sebagai sarana penyembuhan, atau bahkan mungkin sebaliknya, menambah luka berlarat.

Fenomena musik dan tren pencarian lirik lagu sepanjang 2023 mencerminkan ekosistem yang tumbuh dari interaksi kompleks antara seniman, industri musik, dan pendengar. Sebagai suatu perayaan, Hari Musik Nasional memberikan pemahaman mendasar bagaimana musik, melalui berbagai genre dan narasi, dapat menjadi bahasa universal yang menginspirasi serta mematik sisi emosional kehidupan dengan segala kompleksitasnya. 

Mengetahui minat pendengar musik tidak saja menjelaskan wawasan tentang pergeseran tren, tapi juga memberikan gambaran tentang peran musik dalam membentuk dan mencerminkan identitas budaya pada sebuah era yang disebut sebagai generasi cengeng. Pada mereka yang banyak menelan kekalahan, keterasingan, kesedihan karena satu hal: ditinggal kekasih saat sedang sayang-sayangnya. Aduh!

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus