Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Herge, tintin, dan sumpah serapah

Georges Remi alias Herge, pelukis komik petualangan Tintin, meninggal di brussel dalam usia 76 th, karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa, diantaranya bahasa Indonesia. (sr)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK-ANAK Indonesia ternyata suka humor. Buktinya, komik petualangan Tintin ciptaan Georges Remi alias Herge - yang dua pekan lalu meninggal di Brussel dalam usia 76 tahun - kini sudah 20 judul yang diindonesiakan. Cerita komik satu ini memang khas. Tokoh utamanya, wartawan Tintin, orang yang penuh akal, cerdik, toleran. Tubuhnya tergolong kecil, tak berotot, toh ia bisa membuat lawannya pingsan dengan pukulan karatenya. Tapi entah siapa orangtua wartawan ini, dan entah media mana pula yang diwakilinya. Yang jelas si Tintin ini selalu terlibat petualangan yang mendebarkan, dan selalu dipecahkan dengan kocak. Entah itu datang dari si Snowy, anjing putih si Tintin. Atau oleh Kapten Haddock, pensiunan pelaut yang sangat kreatif dalam melontarkan sumpah-serapah. Kelucuan bisa juga muncul dari Profesor Calculus yang memang jenius tapi tuli. Atau pembaca tertawa karena ulah si detektif kembar bloon: Thomson dan Thompson. Konon Herge kecil, yang lahir sebagai anak kembar, memang sudah suka mendongeng. Bila berkisah selalu disertai gambar-gambar. Meskipun demikian nilai menggambarnya di sekolah tak lebih dari lima. Mengherankan memang, sebab Herge, dilihat dari komik Tintin-nya, mempunyai garis yang kuat, mampu melukiskan ruang sccara efisien, dan gambar-gambar orang maupun binatang yang dibuatnya selalu tepat dilihat dan antomi dan proporsi. Tintin lahir 10 Januari 1929 di majalah mingguan berbahasa Prancis Au Patit Vingtieme. Mengapa Herge memilihkan profesi wartawan bagi "anak"nya? Soalnya dia adalah pemimpin redaksi majalah tersebut sekaligus mengepalai redaktur gambar. Dan konon kala itu di Belgia ada dua wartawan yang demikian terkenal, hingga semua orang ingin menjadi wartawan. Tintin akhirnya memang menjadi wartawan terkenal yang menjelajahi seluruh dunia denan 30 bahasa (bahasa Indonesia adalah bahasa Tintin yang ke-27). Tintin muncul pertama kali di Indonesia lewat PT Indira, 1975, dalam Rahasia Pulau Hitam. Dalam cerita itu, yang sesungguhnya merupakan serial Tintin yang ketujuh, Kapten Haddock belum muncul. Baru dalam kisah Kepiting Bercapit Emas si Kapten yang kaya akan "kata-kata mutiara" ini muncul. Menurut banyak penggemar komik ini, munculnya sang Kapten merupakan sumbangan besar bagi populernya serial petualangan Tintin. Karena selain tingkah polah Haddock yang peminum itu memang konyol dan kocak, sumpah-serapah yang sering meluncur dari mulutnya memang "indah" dan "khas", yang menjadikan komik Tintin lain dari yang lain. Adalah merupakan tantangan sendiri untuk menerjemahkan sumpah-serapah itu ke dalam bahasa Indonesia. "Yang sulit memang menerjemahkan caci-maki Kapten Haddock itu," tutur Mariam Soebadio, yang sempat mengindonesiakan tiga cerita: Tintin di Tibet, Bintang Jath, dan Tintin di Amerika. Hal itu pun disadari oleh para redaktur di PT Indira. Menurut Melani Budianta yang pernah menjadi editor di situ, 1976-1979, bersama Marion Apitule (yang mengindonesiakan Tintin pertama kali) tantangan yang dihadapi ialah menerjemahkan sumpah-serapah itu agar tetap lucu, tetap klop dengan konteksnya, tapi tidak begitu kasar hingga Tintin tetap layak untuk bacaan anak-anak. Juga harus disesuaikan dengan gambaran, kata Melani. Dalam Kepiting Bercapit Emas terdaftar sekitar 20 kata makian dari mulut Haddock. Dari "jangkrik, setan laut, topan badai," hingga "racun tikus, kodok kesasar, biang panu, jin peot." Sebagian besar diciptakan oleh Marion, yang selalu membandingkan dua versi Tintin - Inggris dan Prancis - sebelum mengindonesiakannya. Maka ketika Marion, mahasiswa Fakultas Sastra UI, sibuk dengan kegiatannya sendiri, dan Melani pun harus meneruskan pelajarannya di Amerika, PT Indira "membakukan" caci-maki Kapten Haddock. Maksudnya, penerjemah Tintin selanjutnya, khusus untuk "kata-kata mutiara" Haddock, tak bebas lagi. Sudah ada patokannya. Ini yang membuat Ny. Mariam Soebadio kemudian agak kikuk menerjemahkan Tintin, meski ia pun maklum akan kebijaksanaan pihak penerbit. Menurut Ny. Mariam dalam bahasa Inggris, caci-maki Haddock terasa lebih lucu. "Terjemahan Indonesianya itu sudah diperhalus, meski masih lucu,' katanya. Bagi nyonya satu ini serial Tintin yang paling lucu ialah Hiu-hiu Laut Merah. Begitu populernya Tintin hingga komik ini pernah disandiwarakan, difilmkan, divideokasetkan. Dan PT Indira pun kemudian mengasetkan dua kisah Tintin: Penerbangan 714 dan Kepiting Bercapit Emas, dengan para pelaku dari kelompok sandiwara Eka Cahya Mahendra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus