Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Menukangi olivetti BRI

BRI cabang Yogya kebobolan. dengan kerjasama orang dalam, seorang nasabah, liaw yoen tjian (atjen) berhasil membuka cek senilai Rp 845 juta dengan cara mengubah mesin komputer.(krim)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMPUTERISASI sistem administrasi bank ternyata tak luput dari incaran "bandit bank". Buktinya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Yogyakarta kebobolan Rp 845 juta, setelah memakai mesin komputer Olivetti untuk mengecek dana nasabah. Komplotan yang juga melibatkan oknum-oknum BRI telah mengubah mesin komputer itu seakan-akan dana seorang nasabah selalu dalam keadaan cukup untuk membayar cek-cek yang ditarik. Kejaksaan Yogyakarta, yang hari-hari ini sibuk mengusut, menyatakan telah berhasil menemukan kunci permainan baru tersebut. Seorang nasabah BRI yang juga nasabah Bank Niaga Yogya, Liaw Yoen Tjian alias Atjen, disangka sebagai pemegang peran penting dalam kasus ini. Atjen, pemilik Toko Serimpi di Jalan Ketandan, Yogyakarta, sejak September sampai Desember telah membuka cek BRI sebanyak 44 lembar dengan nilai Rp 845 juta itu. Cek itu disetorkannya ke rekeningnya di Bank Niaga. Tentu saja proses antar-bank itu harus melalui lembaga clearing. Di sinilah kebobolan terjadi. Ketika petugas BRI mengecek dana Atjen, mesin komputer yang sudah ditukangi, selalu menisyaratkan cukup padahal sebenarnya tidak cukup. Tentu saja setiap kali BRI harus membayar kepada Bank Niaga. Dan giliran berikutnya, Atjen menarik uang dari Bank Niaga, yang tentu saja tak ada persoalan lagi. Dari pengusutan kejaksaan ditemukan orang-orang yang berperan memainkan "mesm pintar". Seoran kepala Bagian Pembukuan di BRI, Salip Jamhari, yang dituduh mengatur mesin itu. Anehnya, sebagai pegawai bagian pembukuan Salip juga bebas memasuki kamar komputer. Karena ulah Salip ini, menurut penusut, saldo Atjen di BRI tidak pernah berubah walau berapa besar cek dibuka dan tanpa pernah ada setoran. Untuk perannya itu, menurut pengusut lagi, Salip pernah dapat imbalan Rp 10 juta. Pihak BRI tampaknya baru menyadari ada ketidakberesan pada Februari lalu. Dalam suratnya tertanggal 15 Februari Kepala Cabang BRI, R. Slamet Wiriokusumo, menegur Atjen agar menutupi ketekoran dananya sebesar Rp 350 juta (waktu itu baru sebanyak itu yang diketahui). Surat yang disertai berbagai ancaman - misalnya akan dilaporkan kepada yang berwajib - rupanya tldak digubris oleh Aten. Sekitar 10 hari kemudian Slamet mengirimkan surat yang kedua. Kali ini Atjen diminta menyetorkan uang sebanyak Rp 845 juta. Disebutkan dalam surat itu bahwa telah diskors dua karyawan BRI, Salip dan Junaedi, karena meloloskan cek Atjen. "Kalau saudara masih ingin hidup normal dan ingin berhubungan baik dengan pemerintah harap segera mengadakan penyetoran," ancam Slamet. Agaknya Atjen memang telah bertekad tidak memenuhi segala macam teguran. BRI lalu menyerahkan urusan kepada Kejaksaan Tinggi Yogyakarta. Kepala Kejaksaan Tinggi cepat-cepat membentuk tim yang terdiri dari Soehadi Muslam, M. Simanjuntak, Sutarmo dan Bayu Hutabarat. "Dalam tempo satu jam kami sudah tahu cara kerja komputer, ujar seorang anggota tim. Dan beberapa hari kemudian semua permaman di BRI bisa terungkap. Senin pekan lalu, kejaksaan resmi menangkap AtJen, setelah lebih dulu menahan Salip. Masih bujangan, Atjen (28 tahun) kepada TEMPO malah mengaku, tidak tahu menahu dengan apa yang terjadi di BRI. "Yang jelas saya mengeluarkan cek dan bank menyatakan ada dananya," ujar Atjen dengan tenangnya.Bahkan, pedagang muda yang bertubuh tegap dan wajah ganteng itu? merasa tidak pernah membuka cek yang tldak ada saldonya. "Kurang satu rupiah pun bank pasti tahu," kata Atjen. Menurut Atjen, ia baru tahu ada ketekoran di BRI, setelah Kepala Cabang BRI, Slamet, datang ke rumahnya 9 Februari lalu. "Saya tentu saja kaget ketika Pak Slamet menatakan saya telah mengambil uang melebihi dana sebesar Rp 350 juta," katanya. Waktu itu pula, kata Atjen, pimpinan BRI menyodorkan surat di atas segel yang harus ditekennya sebagai pernyataan bahwa ia telah salah menarik cek. Tapi ditolaknya. Proses hukum selanjutnyalah yang akan menguii penyangkalan AtJen dan be erapa pegawai BRI yang disebut-sebut terlibat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus