Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Baru, hukuman mati bagi penjahat...

Lee wah ceng dan chang sow ven (warganegara taiwan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan negeri langsa di aceh timur, terbukti menyelundupkan 9,5 kg heroin ke Indonesia. (hk)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH perkara kejahatan narkotik terbesar dalam sejarah peradilan Indonesia. Pengadilan Negeri Langsa di Aceh Timur yang mencatat dengan keputusannya: Lee Wah Ceng dan Chang Sow Ven, keduanya warganegara Taiwan, dijatuhi hukuman mati. Mereka, dalam sidang yang putus Selasa pekan lalu, dianggap terbukti menyelundupkan 91/2 kg heroin ke wilayah Indonesia. Keputusan itu merupakan hukuman mati pertama bagi kejahatan narkotik di sini. "Biar pihak luar tahu sikap kita yang keras terhadap kejahatan semacam itu," ujar Ketua Majelis Hakim, Abdul Rahim Nasution, mengomentari keputusannya sendiri. Cerita kejahatan tersebut terungkap sebagai berikut. Dua orang awak kapal M.V. An Hsing, Wah Ceng (53 tahun) dan Sow Ven (59 tahun) memang lagi tidak hoki, ketika kapal mereka merapat di pelabuhan Kuala Simpang Ulim, Aceh Timur, 23 Oktober lalu. Kapal berbendera Taiwan itu datang dari Belawan, Medan, dengan maksud memuat kayu bakau. Kayu itu akan dibawa ke Taiwan melalui Tembilahan, Riau. Seperti biasanya buruh-buruh pelabuhan di Kuala Simpang berebut naik ke kapal menyambut kapal asing yang masuk. Mereka berharap, kalau-kalau saja kebagian sisa makanan, rokok atau minuman awak kapal. Salah seorang buruh, yang tergabung dalam Yayasan Usaha Karya (Yuka) itu, adalah Ilyas (25 tahun). Secara tak sengaja Ilyas melihat Juru masak d kapal itu, Sow Ven, lagi asyik memaku papan di dasar Palka I kapal itu. Iseng-iseng Ilyas menanyakan apa yang digarap Sow Ven itu. Yang ditanya tak menjawab. Tapi, tak terduga Sow Ven membawa Ilyas ke geladak kaDai dan memberinya hadiah, kaus tangan dan selembar baju kaus. Pemberian itu memancing rasa ingin tahu Ilyas: apa yang disimpan Sow Ven di balik papan yang dipaku itu? Keesokan harinya Ilyas naik kembali ke kapal dan diam-diam membongkar papan misterius tersebut. Ternyata ia menemukan dua bungkusan berisi bubuk seperti tepung. Menyangka bubuk itu tepung kue, Ilyas segera membagibagikan reeki itu kepada rekan sesama buruh. Adalah suatu kebetulan, bila Ilyas bermaksud membawa "tepung" itu ke rumahnya, seorang petugas KP3, Serda Pol Amran Nasution memperhatikannya. "Hanya tepung roti," jawab Ilyas ketika ditanya Amran. Tapi Amran tidak segera percaya. Bersama Bharatu Bustian Agustami dan petugas Bea Cukai Hasballah Bakri, Amran meneliti tepung lari M.V. An Hsing itu. Kecurigaan Amran bertambah ketika ia mencium tepung itu ternyata baunya aneh: rada-rada asam. Malam itu juga Amran melaporkan penemuannya itu kepada komandannya di Langsa. Selidik punya selidik kesimpulannya gawat: tepung yang ditemukan Ilyas adalah heroin. Keesokan harinya, Amran bersama beberapa petugas reserse menggeledah kapal An Hsing. Buruh-buruh yang lagi bekerja diperintakan menghentikan pekerjaan dan mengumpulkan semua tepung yang dibagikan Ilyas kemarin. Hari itu juga polisi berhasil mengumpulkan 16 bungkus bungkus heroin yang ditaksir seberat 9 1/2 dengan harga Rp 5 milyar. Dua orang yang disan-ka kuat sebagai pelaku kejahatan narkol-itu, si juru masak Sow Ven dan seoral perwira kapal Wah Ceng, segera ditahan. Di persidangan, Wah Ceng menga barang terlarang itu diterimanya dari seseorang yang baru dikenalnya di Bangkok, Chen Kou Hwa. Menurut cerita ah Ceng, kenalannya itu diterimanya di sebuah tempat mandi uap. Kemudian ia ditawari membawa barang, yang disebutkan sebagai bahan baku obat, ke Taiwan. Untuk jasanya itu kata Wah Ceng, ia dijanjikan akan mendapat imbalan sebesar Rp 171/2 juta. Semua barang titipan itu, menurut Wah Ceng lagi, diselundupkan ke kapal di pelabuhan Bankok, melalui tumpukan sayuran untuk perbekalan di kapal. Wah Ceng membenarkan ia meminta Sow Ven menyimpan barang itu di kamar juru masak tersebut. Rencananya, kata Wah Ceng, barang titipan itu akan diterima sendiri oleh Chen Kou Hwa sesampainya di Taiwan. Kedua awak kapal asing itu membantah mengetahui bahwa barang yang dibawanya itu heroin. Di persidangan mereka malah mengaku ditipu oleh Chen Kou Hwa. Atas pertanyaan Jaksa Sunyata Wah Ceng merasa tidak curiga dengan janji Chen Kou Hwa, yang akan memberinya imbalan besar hanya untuk membawa tepung obat. "Saya tidak begitu paham dengan nilai uang," kata Wah Ceng melalui penerjemah. Ajaib. Rekannya Sow Ven, malah lebih payah lagi mengaku tidak tahu di negara mana ia tengah diadili. Keterangan yang semacam itu tentu saja menjengkelkan majelis hakim, dianggap berbelit-belit, dan belakangan dipertimbangan sebagai pemberat hukuman. "Tersangka tahu benar barang yang dibawanya itu heroin," kesimpulan Hakim Abdul Rahim Nasution dalam putusannya, baik Wah Ceng maupun Sow Ven, terbukti berusaha menyembunyikan barang-barang terlarang itu. Ke)ahatan kedua awak kapal ltu, menurut hakim, selain membahayakan jiwa manusia, juga ada itikad jelek terhadap pemerintah Indonesia. Sebab itu majeis tidak melihat pilihan lain, kecuali menghukum mati mereka, sesuai dengan tuntutan Jaksa Sunyata. Kedua terhukum hari itu juga menyatakan naik banding atas putusan hakim. Apa pun putusan Pengadilan Tinggi nanti, jelas Pengadilan Negeri Langsa merupakan pengadilan pertama, yang menjatuhkan hukuman mati terhadap kejahatan narkotik di Indonesia. Berdasarkan undang-undang anti-narkotik (UU No. 9/1976), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekitar tiga tahu lalu pernah menjatuhkan hukuman penJara seumur hidup terhadap Lim Teng Pheow, seorang warganegara Singapura yang terbukti menjual 1.920 gram heroin di Indonesia. Tapi beberapa bulan kemudian keputusan tersebut diperingan Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 10 tahun penjara. Ketua Majelis Hakim, D.J. Staa yang menjatuhkan hukuman ringan itu, tidak lama kemudian "dirumahkan" oleh Menteri Kehakiman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus