Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Huru-hara Absurd Miike

Sutradara Takashi Miike gila-gilaan dalam film yang juga dibintangi aktor laga Indonesia, Yayan Ruhian.

13 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YAKUZA APOCALYPSE
Sutradara: Takashi Miike
Penulis naskah: Yoshitaka Yamaguchi
Pemain: Hayato Ichihara, Yayan Ruhian, Riko Narumi, Lily Franky
Durasi: 125 menit

Satu kata untuk menggambarkan Yakuza Apocalypse: kisruh. Berbagai hal beda alam dikumpulkan jadi satu di sudut Jepang yang dikuasai Kamiura (Lily Frankie). Ia adalah bos yakuza yang tak juga mati meski tubuhnya diberondong peluru, ditusuk, atau dibacok. Rahasianya, ia adalah vampir.

Kamiura tak sembarang mengisap darah manusia. Ia tak bisa mengisap darah sesama yakuza karena tak bergizi, sementara ia pantang melukai warga sipil di bawah perlindungannya. Jadilah ia memenjarakan sejumlah kriminal di basement sebuah restoran, memerintahkan mereka merajut demi mengembalikan rasa kemanusiaan mereka. Setelah dianggap kembali suci, mereka lantas disembelih untuk diambil darahnya.

Semua berjalan lancar sampai Kamiura diserang dan dipenggal kepalanya oleh Kyoken (Yayan Ruhian). Sebelum mati, ia sempat mengubah tangan kanannya, Kageyama (Hayato Ichihara), menjadi vampir. Kageyama lepas kendali. Ia menggigit dan menenggak darah warga sipil yang selalu dilindungi bosnya, mengubah mereka menjadi sepasukan vampir. Pada saat yang sama, ia berusaha menuntut balas kematian Kamiura, berhadapan dengan bos Kyoken yang berbentuk manusia berkostum kodok.

Masih banyak lagi makhluk dan logika ajaib serta absurd dalam film laga-komedi ini. Ada kappa, makhluk mitos Jepang yang bentuknya mirip kura-kura. Ada juga otak manusia yang meleleh keluar dari telinga. Takashi Miike, sutradara Yakuza Apocalypse, adalah sutradara Jepang yang telah mengarahkan berbagai jenis film, dari film horor mainstream One Missed Call, film slasher Audition, komedi superhero Zebraman, sampai film kontroversial yang dilarang tayang di sejumlah negara karena dianggap terlalu sadistis, Ichi The Killer.

Format Yakuza Apocalypse yang di luar kenormalan ini sendiri memang menjadi tujuan utama Miike. "Selamat tinggal sinema Jepang yang membosankan," begitu kata Miike. Meski bisa jadi membuat penonton garuk kepala, hal-hal absurd dalam film ini justru menjadi nyawa dari Yakuza Apocalyse. Pasalnya, bila menghiraukan semua "keanehan" di dalamnya, sebenarnya plot film ini sangat sederhana, tentang balas dendam yang diselipi sedikit bumbu romansa antara Kageyama dan gadis cantik yang diselamatkannya.

Elemen nyeleneh adalah pisau bermata dua untuk film ini. Di satu sisi, hal ini yang membuat penonton tetap duduk di tempatnya, untuk mencari tahu apa lagi kejutan yang akan terjadi. Di sisi lain, penonton bisa keblinger dengan kekisruhan logika dalam film ini.

Bisa ditebak, sisi komedi film ini pun berangkat dari hal-hal ajaib tak masuk akal tersebut. Misalnya kekuatan hipnotis manusia berkostum kodok yang membuat korbannya bergoyang ke kanan dan kiri tak terkendali. Namun humor dalam film ini juga kerap disampaikan lewat kekerasan. Selera humor gelap ini adalah satu ciri yang kerap ditemukan dalam karya Miike.

Adapun unsur laga film ini—selain lagi-lagi dimotori oleh keanehan logika tadi—juga dicoba dihidupkan dengan cara yang lebih konvensional. Tetap ada adegan gebuk-gebukan dalam film ini, meskipun koreografinya sebenarnya tak begitu mengasyikkan. Mungkin koreografi yang enak dilihat malah tak begitu menjadi perhatian Miike, karena filmnya sudah ramai dengan hal abnormal. Tapi, dengan begini, keberadaan Yayan Ruhian, pesilat Indonesia, dalam film ini terasa mubazir. Apalagi pertarungan antara Kageyama dan Kyoken, yang seharusnya bisa menjadi klimaks di ujung film, malah terasa melempem.

Yayan sendiri tampak kagok dalam film ini. Sejatinya, ia memainkan dua karakter bertolak belakang. Yang satu sebagai otaku—istilah fan maniak di Jepang—yang culun, satunya lagi sebagai mesin pembunuh. Namun karakter Kyoken lebih terlihat sebagai pembunuh yang dipakaikan baju otaku, sisi nerd dari peran ini tak terlihat. Padahal, dalam Merantau hingga The Raid 2, Yayan sudah cukup mulus melakoni perannya.

Ratnaning Asih

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus