Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Jalan Air

Iyut Fitra

11 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

air meninggalkan hulu. kini terhempas di kelok-kelok

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

menyusur lembah, lekuk serta lurah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

adakah rindu tersimpan. adakah ingatan terpulang

setelah jauh mengalir tujuan tak lebih dari muara

sebuah tempat berjanji

entah damai entah luka

"bila tak sampai pada jalan terakhir

pesan-pesan dititipkan biar menjadi suara sayup saja

bahwa sepanjang batang angin saling setia dengan desir"

kian jauh pergi semakin terasa dekat

tempat pulang

apa lagi akan dijemput?

di atas sampan orang-orang mengulang dendang

menitip gelisah pada batu-batu,

pasir juga air

"sudah petang harilah senja. anak gembala

menghapus peluh. jalan terbentang

bila kan tiba. malam datang hatilah rusuh"

hulu, muara, hanya cinta tak sudah

pergi lalu kembali

siapa mencatat entah

dari kampung orang-orang terus pergi

kendati tak lagi berpedati

dari rantau satu-satu kembali pada janji tak pasti

ke mana akan pulang

apakah pada mitos, legenda, atau sejarah?

dari hulu air terus mengalir

Luka Sungai Luka Batang

sesudah banjir besar itu. samudera diarungi

perahu leluhur melaut sampai jauh

sampai daratan sebesar telur itik

bermukim serta berketurunanlah!

dari mana asal titik pelita, dari telong tali-bertali

dari mana asal nenek moyang kita, dari lereng gunung merapi

selain gunung juga laut. sungai tak disebut

liuk batang-batang. datang serta pulang

tambo hanya untuk orang-orang berkapal

tapi ia tak menangis. kendati segala hanya laut

dari hulu ia alirkan beragam keberangkatan

ada beberapa menemu tuju. ada sebagian diam setengah jalan

bermukim dan berketurunanlah!

telah ia antarkan banyak orang

ke rumah-rumah

telah ia sampaikan mereka ke ladang

pula sawah-sawah

sungai atau batang terus mengalir. dalam sejarah tertulis getir

telah lama banjir besar itu reda

tapi ia

tetap tak ada


Iyut Fitra lahir di Payakumbuh dan bergiat di Komunitas Seni INTRO. Buku puisinya, Mencari Jalan Mendaki, mendapatkan penghargaan dari Perpusnas RI 2019.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus