Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Jangan sampai mati

Pekan sandiwara daerah diadakan tanggal 1-5 pebruari dengan ketua proyek suyatna anirum, di gedung ke senian "rumentang siang" bandung, untuk mengetahui kemampuan mereka dan jangan sampai mati. (ter)

21 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BULAN lalu, Pemerintah Daerah Jawa Barat teringat akan adanya sandiwara-sandiwara yang menyusup di 20 Kabupaten dan 4 buah Kotamadyanya.Rupa-rupanya tanpa banyak gembar-gembor, sandiwara-sandiwara berkelana masih tetap ada. Ia merupakan dunia hiburan yang bergerak menggisi kehausan hiburan di kalangan rakyat pojokan. Bahkan di kantor Pembinaan Kesenian Jawa Barat tercatat dengan jelas sejumlah 90 buah perkumpulan yang sudah mengadakan operasi langsung -- entahlah apa semuanya masih tetap aktif sampai sekaang. Tapi data ini rupanya memang alasan kuat buat menggerakkan Pekan Sandiwara Daerah yang telah berlangsung tanggal 1 sampai 5 Pebruari ini. Suyatna Anirun, yang dikenal sebagai gembong drama modern kawasan sana, dan juga nyambi jadi wartawan, dikasih jabatan ketua proyek. Ia berhasil melangsungkan pekan itu di gedung kesenian "Rumentang Siang" -- Bandung. Rp 2,5 juta yang telah dikeluarkan untuk kegiatan itu. Separuhnya dipakai untuk menyelidiki adakah angka 90 tersehut dapat dipertanggunjawabkan. "Ternyata hanya ada 30 buah saja", kata Suyatna. la menambahkan bahwa itupun banyak yang tak cocok lagi dengan data tertulis yang ada. Mungkin juga ada yang sulit dicari. Tapi rupanya memang kebanyakan sudah mati, di samping diberitakan juga memang sudah ada juga yang baru lagi. Ini pun tak semuanya bisa digedongkan di Bandung. Biaya dianggap terlalu mepet. Maka diadakanlah semacam seleksi tak langsung dengan cara mengisi formulir. "Nah, ternyata banyak yang kewalahan mengisi fomulir ini", kata sang ketua. Misalnya, bagi mereka ada keharusan unuk membuat sinopsis cerita. "Mereka kelabakan", kata Suyatna. Terang saja, kata sinopsis atau ringkasan cerita saja banyak yang tak tahu bagaimana maksudnya -- belum lagi faktor jiwa sandiwara mereka yang lebih mengutamakan spontanitas, bukannya kerangka cerita. Tetapi heran juga dari 30 kertas formulir yang disodorkan semuanya kembali dengan sinopsis yang diminta. "Dari cara membuat sinopsis saja kita sudah dapat memilih mana sandiwara daerah yang harus diundang ke Bandung", ujar Suyatna selanjutnya menjelaskan kriteria pemilihannya. Beruntunglah di sini 7 buah perkumpulan yang dapat menyusun sinopsis seperti yang diinginkdn oleh Suyatna. Mereka tersebut berasal dari Kabupaten 5 Sukabumi-Garut-Karawang-Majalengka-Bandung dan akhirnya Kota Madya Bandung sendiri yang menampilkan 2 buah perkumpulannya. Kepada mereka masing-masing diulurkan Rp 75 ribu termasuk segalanya sehingga panitia tinggal nonton saja. Cukup tidak cukup pokoknya harus dicukupkan semacam belajar untuk hidup sendiri, demikian kira-kira maksud panitia. Suyatna pun menjelaskan, bahwa niat Pemerintah Daerah dengan meloloskan rupiahnya itu adalah untuk mengakui hak hidup dari suatu kegiatan yang memang sudah hadir di tengah masyarakat. Soalnya sebelumnya masih terbengkalai. Katakanlah ini semacam perangsang. "Nantinya diharapkan mereka harus belajar secara profesionil, harus dapat hidup dari bermain sandiwara, minimal hidup perkumpulan itu jangan sampai mati", kata ketua yang bersemangat itu. Pantas diketahui bahwa Bapemka -- semacam Bapenas Daerah-Jawa Barat merencanakan di setiap Kecamatan harus ada sebuah gedung kesenian untuk pertunjukan. Di Indramayu misalnya tahun ini sudah dimulai memasukkan gagasan itu dalam APBD daerahnya. Barat Dan Asli Dari 7 peserta yang beruntung main adalah "Gaya Baru" dari Karawang yang menampilkan cerita "Brahmana" -- yang dinyatakan sudah terpengaruh oleh unsur-unsur Barat. Sayang sekali tak dijelaskan unsur bagaimana. Hanya dijelaskan juga bahwa di samping itu perkumpulan "Sri Asih" dar Sukabumi dianggap betul betul masih asli. Di sana lalu dianggap telah ada dua aliran yang sedikit berbeda. Para penilai bersepakat untuk membiarkan perkawinan antara yang modern dan yang asli. "Penilaian diberikan atas dasar kriteria antara yang sudah modern dengan yang masih asli, dilihat adakah pertunjukan itu komunikatif atau tidak dengan penonton atau berbobot atau tidak", kata Suyatna. Keputusan ini diambil lantaran festival itu memilih 3 perkumpulan yang akan menjadi yang terbaik selama satu tahun, dan diniatkan untuk berkeliling. "Tetapi sudah tentu di daerah-daerah yang akan dikunjungi setiap perkumpulan itu boleh menentukan segi-segi mana yang dianggap cocok untuk mereka sendiri" demikian panitia. Setelah tiap malam 2 perkumpulan menunjukkan giginya, maka dapat dinobatkan Karawang sebagai nomor wahid. Diikuti oleh Sukabumi dengan cerita "Heulang Bungbang Megantara" dan kemudian dikunci oleh perkumpulan "Purwasetra" (Kodya Bandung) dengan judul "Ambarawati Labuh Geni". Mereka inilah yang akan berkeliling di samping dapat piagam dan uang sejumlah Rp 75 ribu. Boleh disebutkan juga di sini sejumlah nama yang beruntung -- untuk perangsang -- yang telah dinobatkan sebagai pemain-pemain terbaik. Mereka adalah Mimi Dimyati (Karawang), Mimi Karwati (Majalengka), Ipah Saripah (Bandung), M.A. Dimyati (Karawang), Rochmana (Bandung), Baum Gozali (Bandung). Yang unik adalah dipilihnya juga pembanyol-pembanyol terbaik. Sehingga beruntunglah Waski dari Sukabumi, Basah (Bandung) dan Kayem (Majalengka). Dari pihak juri tak ada catatan yang perlu disampaikan di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus