BULAN lalu, Pemerintah Daerah Jawa Barat teringat akan
adanya sandiwara-sandiwara yang menyusup di 20 Kabupaten dan 4
buah Kotamadyanya.Rupa-rupanya tanpa banyak gembar-gembor,
sandiwara-sandiwara berkelana masih tetap ada. Ia merupakan
dunia hiburan yang bergerak menggisi kehausan hiburan di
kalangan rakyat pojokan. Bahkan di kantor Pembinaan Kesenian
Jawa Barat tercatat dengan jelas sejumlah 90 buah perkumpulan
yang sudah mengadakan operasi langsung -- entahlah
apa semuanya masih tetap aktif sampai sekaang. Tapi data ini
rupanya memang alasan kuat buat menggerakkan Pekan Sandiwara
Daerah yang telah berlangsung tanggal 1 sampai 5 Pebruari ini.
Suyatna Anirun, yang dikenal sebagai gembong drama modern
kawasan sana, dan juga nyambi jadi wartawan, dikasih jabatan
ketua proyek. Ia berhasil melangsungkan pekan itu di gedung
kesenian "Rumentang Siang" -- Bandung.
Rp 2,5 juta yang telah dikeluarkan untuk kegiatan itu.
Separuhnya dipakai untuk menyelidiki adakah angka 90 tersehut
dapat dipertanggunjawabkan. "Ternyata hanya ada 30 buah saja",
kata Suyatna. la menambahkan bahwa itupun banyak yang tak cocok
lagi dengan data tertulis yang ada. Mungkin juga ada yang sulit
dicari. Tapi rupanya memang kebanyakan sudah mati, di samping
diberitakan juga memang sudah ada juga yang baru lagi. Ini pun
tak semuanya bisa digedongkan di Bandung. Biaya dianggap terlalu
mepet. Maka diadakanlah semacam seleksi tak langsung dengan cara
mengisi formulir. "Nah, ternyata banyak yang kewalahan mengisi
fomulir ini", kata sang ketua. Misalnya, bagi mereka ada
keharusan unuk membuat sinopsis cerita. "Mereka kelabakan",
kata Suyatna. Terang saja, kata sinopsis atau ringkasan cerita
saja banyak yang tak tahu bagaimana maksudnya -- belum lagi
faktor jiwa sandiwara mereka yang lebih mengutamakan
spontanitas, bukannya kerangka cerita. Tetapi heran juga dari 30
kertas formulir yang disodorkan semuanya kembali dengan sinopsis
yang diminta.
"Dari cara membuat sinopsis saja kita sudah dapat memilih mana
sandiwara daerah yang harus diundang ke Bandung", ujar Suyatna
selanjutnya menjelaskan kriteria pemilihannya. Beruntunglah di
sini 7 buah perkumpulan yang dapat menyusun sinopsis seperti
yang diinginkdn oleh Suyatna. Mereka tersebut berasal dari
Kabupaten 5 Sukabumi-Garut-Karawang-Majalengka-Bandung dan
akhirnya Kota Madya Bandung sendiri yang menampilkan 2 buah
perkumpulannya. Kepada mereka masing-masing diulurkan Rp 75
ribu termasuk segalanya sehingga panitia tinggal nonton saja.
Cukup tidak cukup pokoknya harus dicukupkan semacam belajar
untuk hidup sendiri, demikian kira-kira maksud panitia. Suyatna
pun menjelaskan, bahwa niat Pemerintah Daerah dengan meloloskan
rupiahnya itu adalah untuk mengakui hak hidup dari suatu
kegiatan yang memang sudah hadir di tengah masyarakat. Soalnya
sebelumnya masih terbengkalai. Katakanlah ini semacam
perangsang. "Nantinya diharapkan mereka harus belajar secara
profesionil, harus dapat hidup dari bermain sandiwara, minimal
hidup perkumpulan itu jangan sampai mati", kata ketua yang
bersemangat itu. Pantas diketahui bahwa Bapemka -- semacam
Bapenas Daerah-Jawa Barat merencanakan di setiap Kecamatan harus
ada sebuah gedung kesenian untuk pertunjukan. Di Indramayu
misalnya tahun ini sudah dimulai memasukkan gagasan itu dalam
APBD daerahnya.
Barat Dan Asli
Dari 7 peserta yang beruntung main adalah "Gaya Baru" dari
Karawang yang menampilkan cerita "Brahmana" -- yang dinyatakan
sudah terpengaruh oleh unsur-unsur Barat. Sayang sekali tak
dijelaskan unsur bagaimana. Hanya dijelaskan juga bahwa di
samping itu perkumpulan "Sri Asih" dar Sukabumi dianggap
betul betul masih asli. Di sana lalu dianggap telah ada dua
aliran yang sedikit berbeda. Para penilai bersepakat untuk
membiarkan perkawinan antara yang modern dan yang asli.
"Penilaian diberikan atas dasar kriteria antara yang sudah
modern dengan yang masih asli, dilihat adakah pertunjukan itu
komunikatif atau tidak dengan penonton atau berbobot atau
tidak", kata Suyatna. Keputusan ini diambil lantaran festival
itu memilih 3 perkumpulan yang akan menjadi yang terbaik selama
satu tahun, dan diniatkan untuk berkeliling. "Tetapi sudah tentu
di daerah-daerah yang akan dikunjungi setiap perkumpulan itu
boleh menentukan segi-segi mana yang dianggap cocok untuk mereka
sendiri" demikian panitia.
Setelah tiap malam 2 perkumpulan menunjukkan giginya, maka dapat
dinobatkan Karawang sebagai nomor wahid. Diikuti oleh Sukabumi
dengan cerita "Heulang Bungbang Megantara" dan kemudian dikunci
oleh perkumpulan "Purwasetra" (Kodya Bandung) dengan judul
"Ambarawati Labuh Geni". Mereka inilah yang akan berkeliling di
samping dapat piagam dan uang sejumlah Rp 75 ribu. Boleh
disebutkan juga di sini sejumlah nama yang beruntung -- untuk
perangsang -- yang telah dinobatkan sebagai pemain-pemain
terbaik. Mereka adalah Mimi Dimyati (Karawang), Mimi Karwati
(Majalengka), Ipah Saripah (Bandung), M.A. Dimyati (Karawang),
Rochmana (Bandung), Baum Gozali (Bandung). Yang unik adalah
dipilihnya juga pembanyol-pembanyol terbaik. Sehingga
beruntunglah Waski dari Sukabumi, Basah (Bandung) dan Kayem
(Majalengka). Dari pihak juri tak ada catatan yang perlu
disampaikan di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini