MALAM Final Festival Lagu & Penyanyi Populer ke-V di Balai
Sidang, Jakarta, 24 September yang lalu, sedikit kacau. Hampir 1
jam terlambat dari waktu buka yang tertera dalam undangan.
Penonton, hanya separuh dari seluruh kursi yang ada, sempat
berkoar-koar. Pembawa acara, Olan Sitompul mencoba angkat suara
agar penonton menyurutkan darah. Acara tersebut sudah
sedemikian kasep gara-gara salah seorang yang disebut "peserta
dari daerah" belum datang. "Maklum latihan baru selesai pukul 5
sore tadi," ujar Olan.
15 peserta kemudian bergantian, menunjukkan pamor dengan iringan
band pengiring Maryono & His Boys plus sejumlah musisi Jakarta.
Buby Chen pun tampak memainkan piano dan sekali-sekali nongol
juga Mus Mualin memimpin kalau kebetulan aransemen lagu peserta
berasal dari tangannya. Berbeda dengan festival sebelumnya,
malam itu lagu wajib dan lagu pilihan tidak sekaii gebrak. Ini
memberi kesempatan para penyanyi itu bertukar pakaian, ganti
sanggul, atau barangkali juga meneguk air dingin atau buang air
kecil di belakang pentas.
Sepuluh juri, dengan ketua Frans Hasibuan, menilai suara,
teknik, penjiwaan dan penampilan. Tak heran para penyanyi itu
berusaha tampil komplit. Perhatian mereka pada alat-alat pikat
kelihatan amat khusus. Melky Goeslaw yang berduet dengan Diana
Nasution misalnya, sengaja sedikit mencat putih rambut mereka,
sementara busana mereka sama sanla hitam. Sedang Lana Karamoy
dari Manado yang sesungguhnya baru berusia 24 tahun, tiba-tiba
kelihatan seperti tante karena sanggulnya yang spektakuler.
Menjurai dan menjulang bagai ekor ayam jago, sehingga para
penonton jadi geregetan bersorak. Sedang Alex Suprapto dari
Yogya dengan yakinnya muncul dengan busana pemuda ngepop yang
sama sekali tidak sesuai dengan jiwa lagu yang dibawakannya. Tak
seorang pun kelihatan berusaha-untuk percaya pada suara mereka
sendiri. Penonton memang separuhnya diajak yakin, bahwa ini
lomba bergaya sambil menyanyi.
Tiba-tiba terjadi pula keonaran. Mik di tangan Melky membisu,
sementara Diana sudah membuka mulut lebar-lebar. Penonton
mula-mula heran -- Kemudian mulai protes. Titiek Puspa yang
duduk di deretan depan pun, meloncat dari tempat duduknya. Band
berhenti. Para petugas tata suara, dengan kaos bertuliskan
Altec, gentayangan membereskan peralatan yang mogok itu.
Sementara penonton langsung mengejek-ejek Altec yang memasang
huruf gede-gede pada pengeras suara mereka di sisi panggung.
"Jangan terulang lagi!" seru mereka. Beberapa orang dengan
lucunya memberikan semangat pada Melky supaya tenang-tenang
saja. Panitia tampaknya menyesal sekali dengan kejadian yang
membuat acara formil itu jadi sedikit buyar. Untunglah kemudian
dapat diamankan. Kedua penyanyi dapat terus membawakan lagu
wajib Bila Cengkeh Berbunga (Mingus Tahitu) dengan dukungan
simpati penonton. Dukungan ini amat besar artinya buat pasangan
yang menyanyi dengan iringan Lex's Trio ini.
Pada kesempatan lagu pilihan, penonton terpikat oleh penampilan
Ira Puspita. Wakil Surabaya yang berusia 30 tahun ini biasanya
merekam lagu-lagu Jawa bersama band Varia Nada. Ia sudah punya
anak berusia 2 tahun. Kendatipun malam itu ia sudah mengandung
3 bulan, toh ia bergoyang dengan enak. Bahkan tak terduga
mengeluarkan harmonika, langsung meniupnya. Banyak orang
terkesima oleh harmonika ini. Ia jadi unik, sehingga banyak yang
mengjagokannya akan berhasil meraih hadiah. Ia dapat menguasai
diri, ada penahanan, ada kesadaran bentuk penampilan, tidak
seperti Lana yang meledak-ledak tapi menakutkan itu. Tetapi
suara Ira, terutama untuk lagu wajib, belum memiliki kematangan
seorang juara. Kalau kemudian Ira sempat juga merenggutkan
tempat ke-lII, di samping mungkin ada pertimbangan juri yang
benar-benar jitu, kita sangsi kalau ini semacam kebijaksanaan.
Maklum juara I dan II telah jatuh di Jakarta. Masak Jakarta
melulu kan !
Hetty Menang
Diah Iskandar yang mengantarkan lagu wajib Sadarilah Sayang
(Iskandar & Ireng M), sebenarnya telah menyanyi dengan mantap.
Tetapi mungkin karena nasibnya lagi malang ia tidak ketiba
apa-apa. Kursi juara I digondol oleh Hetty Koes Endang (20
tahun) dengan biji 359. la membawakan lagu wajib Damai Tapi
Gersang (Ajie Bandi) dan lagu pilihan Kepergianmu (Titiek
Puspa). Biduanita yang rajin bertempur sejak festival I ini
memang menunjukkan kematangan malam itu. Ia tenang,
sungguh-sungguh, tekun, tekniknya bagus, tidak tergelincir
berkelebihan. Pada lagu Kepergiannya dapat menguasai suaranya
sedemikian rupa, sehingga lengkingan-lengkingan pada klimaks
terlewati dengan halus.
"Lagu itu dihikin khusus Mbak Titiek buat malam final saya di
festival tingkat nasional ini, ' ujar lletty lepas menerima
piala. Sebelum pasti menang ia masih menyatakan akan tetap ikut
bertarung dalam kesempatan berikutnya manakala gagal. Sesudah
jelas berhasil mengalahkan finalis lainnya, ia menyatakan akan
beristirahat, tidak ikut lagi festival. "Saya ikut festival
bukan untuk menang, bukan juga untuk tenar. Mumpung ada
kesempatan," kata biduanita yang selalu didampingi ibunya itu.
Ia memang bernasib mujur. Kalau acara berlangsung tepat menurut
jam sebagaimana mestinya, tentunya ia tidak akan sempat jadi
juara. Meskipun Olan menyatakan peserta daerahlah yang terlambat
datang, ternyata Hetty inilah yang tak kelihatan waktu dilakukan
acara perkenalan.
Pemenang kedua, duet Melky dan Diana, berhasil mengantongi nilai
351 sedikit sekali di bawah Hetty, tapi jauh di atas Ira Puspita
(333,5). Dari segi penampilan kedua mereka inilah yang paling
atraktif. Variasi-variasi yang mereka garap pada lagu
menimbulkan suasana segar, karena finalis-finalis lainnya tampak
begitu ngotot hanya dalam soal penjiwaan. Mereka berdua berhasil
memadukan bau pop dan teknik yang meskipun tidak lentur toh
kekompakamya lumayan. Yang banyak menolong mereka adalah
dukungan suara Lex's Trio yang memang n.erdu itu. Suara Melky
yang empuk dikombinasikan dengan suara Diana yang lantang dan
menggebu-gebu jadi serasi. Apalagi lagu pilihan mereka adalah
lagu yang benar-benar sudah mereka kuasai di luar festival.
Orang-Orang Tokyo
Ada beberapa hal yang menarik dalam festival kali ini. Pertama,
penyanyi yang menang tidak akan otomatis mewakili Indonesia di
Tokyo. 10 lagu finalis: Sadarilah Sayang (Iskandar & Ireng M),
Hari Yang Indah (Chandra Darusman), Di Batas Angan-Angan (Kinan
Nasution), Pengabdian Tiada Akhir, Semusim Lalu (Anggrian
Sukamto), Bila Cengkeh Berbunga (Minggus Tahitu), Queen Of The
Rain (Jim Rais), Darnai Tapi Gersang, Kehidupan (Ajie Bandi),
akan dikirim semuanya ke Tokyo. Orang-orang di Tokyo akan
memilih lagu mana yang merka anggap paling bagus. Lalu
pengarang lagu yang terpilih boleh memilih penyanyi mana yang
mereka percaya untuk menyanyikan. Ini berarti Minggus Tahitu
dengan lagunya Bila Cengkeh Berbunga, sebagai juara I, tidak
otomatis akan jadi wakil Indonesia. Ajie Bandi dengan lagu Damai
Tapi Gersang sebagai juara II dan Angrian Sukamto dengan Semusim
Lalu (juara III), bahkan yang lain-lain, masil1 tetap memiliki
kesempatan.
Memang kegiatan yang sudah berusia 5 tahun ini amat berbeda
dengan kegiatan festival sebelumnya. Arahnya makin jelas Tokyo.
Kadangkala kengebetan untuk menang di Tokyo benar-benar
menakjubkan. Segalanya sudah benar-benar diarahkan pada selera
orang Tokyo itu. Ini disadari juga oleh para panitia. "Habis
kita nggak punya uang. Bang Ali memberi Rp 1,25 juta, Menteri P
& K Rp 0,25 juta, selebihnya orang Jepang itu," kata drs.
Hoegeng Imam Santosa, Ketua Panitia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini