Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Jangan terulang lagi

Malam final festival lagu dan penyanyi populer ke v di balai sidang, jakarta. pertunjukan mengalami kericuhan karena terlambat 1 jam dari jadwal.

8 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM Final Festival Lagu & Penyanyi Populer ke-V di Balai Sidang, Jakarta, 24 September yang lalu, sedikit kacau. Hampir 1 jam terlambat dari waktu buka yang tertera dalam undangan. Penonton, hanya separuh dari seluruh kursi yang ada, sempat berkoar-koar. Pembawa acara, Olan Sitompul mencoba angkat suara agar penonton menyurutkan darah. Acara tersebut sudah sedemikian kasep gara-gara salah seorang yang disebut "peserta dari daerah" belum datang. "Maklum latihan baru selesai pukul 5 sore tadi," ujar Olan. 15 peserta kemudian bergantian, menunjukkan pamor dengan iringan band pengiring Maryono & His Boys plus sejumlah musisi Jakarta. Buby Chen pun tampak memainkan piano dan sekali-sekali nongol juga Mus Mualin memimpin kalau kebetulan aransemen lagu peserta berasal dari tangannya. Berbeda dengan festival sebelumnya, malam itu lagu wajib dan lagu pilihan tidak sekaii gebrak. Ini memberi kesempatan para penyanyi itu bertukar pakaian, ganti sanggul, atau barangkali juga meneguk air dingin atau buang air kecil di belakang pentas. Sepuluh juri, dengan ketua Frans Hasibuan, menilai suara, teknik, penjiwaan dan penampilan. Tak heran para penyanyi itu berusaha tampil komplit. Perhatian mereka pada alat-alat pikat kelihatan amat khusus. Melky Goeslaw yang berduet dengan Diana Nasution misalnya, sengaja sedikit mencat putih rambut mereka, sementara busana mereka sama sanla hitam. Sedang Lana Karamoy dari Manado yang sesungguhnya baru berusia 24 tahun, tiba-tiba kelihatan seperti tante karena sanggulnya yang spektakuler. Menjurai dan menjulang bagai ekor ayam jago, sehingga para penonton jadi geregetan bersorak. Sedang Alex Suprapto dari Yogya dengan yakinnya muncul dengan busana pemuda ngepop yang sama sekali tidak sesuai dengan jiwa lagu yang dibawakannya. Tak seorang pun kelihatan berusaha-untuk percaya pada suara mereka sendiri. Penonton memang separuhnya diajak yakin, bahwa ini lomba bergaya sambil menyanyi. Tiba-tiba terjadi pula keonaran. Mik di tangan Melky membisu, sementara Diana sudah membuka mulut lebar-lebar. Penonton mula-mula heran -- Kemudian mulai protes. Titiek Puspa yang duduk di deretan depan pun, meloncat dari tempat duduknya. Band berhenti. Para petugas tata suara, dengan kaos bertuliskan Altec, gentayangan membereskan peralatan yang mogok itu. Sementara penonton langsung mengejek-ejek Altec yang memasang huruf gede-gede pada pengeras suara mereka di sisi panggung. "Jangan terulang lagi!" seru mereka. Beberapa orang dengan lucunya memberikan semangat pada Melky supaya tenang-tenang saja. Panitia tampaknya menyesal sekali dengan kejadian yang membuat acara formil itu jadi sedikit buyar. Untunglah kemudian dapat diamankan. Kedua penyanyi dapat terus membawakan lagu wajib Bila Cengkeh Berbunga (Mingus Tahitu) dengan dukungan simpati penonton. Dukungan ini amat besar artinya buat pasangan yang menyanyi dengan iringan Lex's Trio ini. Pada kesempatan lagu pilihan, penonton terpikat oleh penampilan Ira Puspita. Wakil Surabaya yang berusia 30 tahun ini biasanya merekam lagu-lagu Jawa bersama band Varia Nada. Ia sudah punya anak berusia 2 tahun. Kendatipun malam itu ia sudah mengandung 3 bulan, toh ia bergoyang dengan enak. Bahkan tak terduga mengeluarkan harmonika, langsung meniupnya. Banyak orang terkesima oleh harmonika ini. Ia jadi unik, sehingga banyak yang mengjagokannya akan berhasil meraih hadiah. Ia dapat menguasai diri, ada penahanan, ada kesadaran bentuk penampilan, tidak seperti Lana yang meledak-ledak tapi menakutkan itu. Tetapi suara Ira, terutama untuk lagu wajib, belum memiliki kematangan seorang juara. Kalau kemudian Ira sempat juga merenggutkan tempat ke-lII, di samping mungkin ada pertimbangan juri yang benar-benar jitu, kita sangsi kalau ini semacam kebijaksanaan. Maklum juara I dan II telah jatuh di Jakarta. Masak Jakarta melulu kan ! Hetty Menang Diah Iskandar yang mengantarkan lagu wajib Sadarilah Sayang (Iskandar & Ireng M), sebenarnya telah menyanyi dengan mantap. Tetapi mungkin karena nasibnya lagi malang ia tidak ketiba apa-apa. Kursi juara I digondol oleh Hetty Koes Endang (20 tahun) dengan biji 359. la membawakan lagu wajib Damai Tapi Gersang (Ajie Bandi) dan lagu pilihan Kepergianmu (Titiek Puspa). Biduanita yang rajin bertempur sejak festival I ini memang menunjukkan kematangan malam itu. Ia tenang, sungguh-sungguh, tekun, tekniknya bagus, tidak tergelincir berkelebihan. Pada lagu Kepergiannya dapat menguasai suaranya sedemikian rupa, sehingga lengkingan-lengkingan pada klimaks terlewati dengan halus. "Lagu itu dihikin khusus Mbak Titiek buat malam final saya di festival tingkat nasional ini, ' ujar lletty lepas menerima piala. Sebelum pasti menang ia masih menyatakan akan tetap ikut bertarung dalam kesempatan berikutnya manakala gagal. Sesudah jelas berhasil mengalahkan finalis lainnya, ia menyatakan akan beristirahat, tidak ikut lagi festival. "Saya ikut festival bukan untuk menang, bukan juga untuk tenar. Mumpung ada kesempatan," kata biduanita yang selalu didampingi ibunya itu. Ia memang bernasib mujur. Kalau acara berlangsung tepat menurut jam sebagaimana mestinya, tentunya ia tidak akan sempat jadi juara. Meskipun Olan menyatakan peserta daerahlah yang terlambat datang, ternyata Hetty inilah yang tak kelihatan waktu dilakukan acara perkenalan. Pemenang kedua, duet Melky dan Diana, berhasil mengantongi nilai 351 sedikit sekali di bawah Hetty, tapi jauh di atas Ira Puspita (333,5). Dari segi penampilan kedua mereka inilah yang paling atraktif. Variasi-variasi yang mereka garap pada lagu menimbulkan suasana segar, karena finalis-finalis lainnya tampak begitu ngotot hanya dalam soal penjiwaan. Mereka berdua berhasil memadukan bau pop dan teknik yang meskipun tidak lentur toh kekompakamya lumayan. Yang banyak menolong mereka adalah dukungan suara Lex's Trio yang memang n.erdu itu. Suara Melky yang empuk dikombinasikan dengan suara Diana yang lantang dan menggebu-gebu jadi serasi. Apalagi lagu pilihan mereka adalah lagu yang benar-benar sudah mereka kuasai di luar festival. Orang-Orang Tokyo Ada beberapa hal yang menarik dalam festival kali ini. Pertama, penyanyi yang menang tidak akan otomatis mewakili Indonesia di Tokyo. 10 lagu finalis: Sadarilah Sayang (Iskandar & Ireng M), Hari Yang Indah (Chandra Darusman), Di Batas Angan-Angan (Kinan Nasution), Pengabdian Tiada Akhir, Semusim Lalu (Anggrian Sukamto), Bila Cengkeh Berbunga (Minggus Tahitu), Queen Of The Rain (Jim Rais), Darnai Tapi Gersang, Kehidupan (Ajie Bandi), akan dikirim semuanya ke Tokyo. Orang-orang di Tokyo akan memilih lagu mana yang merka anggap paling bagus. Lalu pengarang lagu yang terpilih boleh memilih penyanyi mana yang mereka percaya untuk menyanyikan. Ini berarti Minggus Tahitu dengan lagunya Bila Cengkeh Berbunga, sebagai juara I, tidak otomatis akan jadi wakil Indonesia. Ajie Bandi dengan lagu Damai Tapi Gersang sebagai juara II dan Angrian Sukamto dengan Semusim Lalu (juara III), bahkan yang lain-lain, masil1 tetap memiliki kesempatan. Memang kegiatan yang sudah berusia 5 tahun ini amat berbeda dengan kegiatan festival sebelumnya. Arahnya makin jelas Tokyo. Kadangkala kengebetan untuk menang di Tokyo benar-benar menakjubkan. Segalanya sudah benar-benar diarahkan pada selera orang Tokyo itu. Ini disadari juga oleh para panitia. "Habis kita nggak punya uang. Bang Ali memberi Rp 1,25 juta, Menteri P & K Rp 0,25 juta, selebihnya orang Jepang itu," kata drs. Hoegeng Imam Santosa, Ketua Panitia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus