Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DOA YANG MENGANCAM
Sutradara: Hanung Bramantyo
Skenario: Jujur Prananto
Pemain: Aming Sugandi, Titi Kamal, Ramzi, Nani Wijaya, Dedi Sutomo
Produksi: Sinemart Pictures (2008)
HIDUP adalah petaka bagi Madrim. Pontang-panting jadi kuli serabutan di pasar nyaris tak menghasilkan apa pun. Kantong melompong, utang bertimbun. Istrinya minggat. Ia pun ditendang dari rumah kontrakannya yang kumuh. Lapar dan sendiri. Seolah belum cukup menderita, ia menguak rahasia pahit: ibunya adalah seorang pelacur.
Maka, di depan mimbar masjid, Madrim pun mengutuk Sang Pencipta: ”Aku capek, ya Allah. Gue rajin salat dan bekerja mati-matian, tapi kenapa hidup gue begini?”
Ia tak sudi lagi beribadah dan mengancam murtad jika Tuhan tak mengubah nasibnya dalam tiga hari. Puas menyerapah, Madrim berkelana dalam hujan dan disambar geledek. Sejak—simsalabim!—itulah hidupnya berubah.…
Ia tiba-tiba bisa meneropong masa lalu dan masa depan. Polisi menggamitnya untuk menangkapi para buron. Sebaliknya, penjahat pun berhasrat merekrutnya untuk mencari perlindungan. Kehidupan Madrim menanjak dengan gelimang uang. Kemiskinan menjadi sejarah. Namun ia justru semakin menderita karena tak jua dipertemukan dengan sang istri, Leha.
Tokoh Madrim diperankan dengan cemerlang oleh Aming Sugandi. Ya, Aming yang itu: yang selalu gemulai sebagai banci di Extravaganza dan aneka sinetron. Yang selama ini lebih sering tampil bodor dengan tampang karikaturalnya itu. Bersiaplah menyaksikan transformasi seorang Aming. Komedian asal Bandung ini sukses menanggalkan semua label yang melekat di dirinya. Ia ”lahir” sebagai orang yang baru. Aming adalah sang bintang!
Komedi religius garapan sutradara Hanung Bramantyo ini diangkat dari cerita pendek Jujur Prananto dengan judul yang sama. Di sini, dakwah tak disampaikan lewat nasihat yang menggurui. Pesan moral justru mengalir tanpa terasa dalam obrolan santai. Misalnya, saat Madrim berkeluh kepada Kadir (Ramzi), sahabatnya balik bertanya: ”Yang paling makbul itu doa ibu. Gimana mau dapat berkah kalo lo enggak pernah nyenengin emak lo.”
Meskipun memiliki label komedi, film ini jauh dari adegan slapstick—seperti yang selama ini dijual Aming. Film Doa yang Mengancam terasa sebagai film dengan humor yang cerdas melalui dialog. Saat Madrim mempertanyakan doanya yang tak berjawab, Kadir menjawab ringan: ”... kan bukan cuma elo yang minta.”
Di sinilah kehebatan Jujur Prananto, sang penulis skenario, menjalin cerita. Meski tak terlalu patuh pada naskah aslinya, pengembangan cerita dalam film ini bisa dimaklumi. Memang, sesekali Aming pernah juga tak tahan, dan muncul dengan gaya Extravaganza. Misalnya, saat ia menggerung-gerung di teras masjid atau adegan percintaannya dengan Titi Kamal. Namun, lagi-lagi, itu ibaratnya hanya noda kecil dalam keseluruhan aktingnya dalam film ini.
Napas film ini juga terembus lewat pemilihan bintang-bintang film senior yang pas. Nani Wijaya sebagai ibu Madrim, seorang bekas pelacur; Dedi Sutomo sebagai buron kelas kakap; Jojon yang sukses membuat kita lupa akan profesi aslinya sebagai pelawak.
Sebaliknya, akting aktris muda cantik dan laris—yang mungkin jadi jualan film ini—justru redup. Titi Kamal sebagai Leha, istri Madrim, terasa hanya tempelan belaka. Memang, dialah sosok yang mengikat awal dan akhir film berdurasi 90 menit ini. Namun, apa boleh buat, dia tak ada apa-apanya disandingkan dengan Aming.
Andari Karina Anom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo