Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
THE TALENTED MR.RIPLEY | ||
Sutradara&Skenario | : | Anthony Minghella |
Pemain | : | Matt Damon, Gwyneth Paltrow, Jude Law |
Distributor | : | Miramax Film |
Tapi siapakah Tom Ripley? Sebenarnya, anak muda berkacamata ini hanya pegawai rendahan di sebuah hotel. Jangankan kuliah, apalagi di kampus bergengsi macam di Princeton, Tom hanyalah orang miskin yang tinggal di sepetak rumah kumuh. Perihal jaket almamater itu? Cuma pinjaman, kok. Namun, Tom memang pintar dalam banyak hal. Ia piawai bermain piano dan pandai menirukan suara orang lain. Ia juga ahli memalsu tanda tangan dan berbohong. Herbert adalah korban pertamanya.
Sesampai di Italia, Tom Ripley langsung bertemu Dickie, yang tinggal bersama tunangannya, Marge Sherwood (Gwyneth Paltrow). Seketika, karena sama-sama penggemar jazz, Dickie mengajak Tom tinggal bersama. Tentu ajakan ini adalah sesuatu yang sembrono karena pasangan itu belum mengenal Tom.
Selain homoseks, Tom mempunyai gangguan jiwa. Diam-diam ia jatuh cinta kepada Dickie dan kepada gaya hidup Dickie yang hedonis. Ia pun ingin sepenuhnya menjadi seorang Dickie Greenleaf. Dan, terjadilah tragedi itu. Suatu saat, mereka berdua pelesir ke Roma. Di tengah laut, mereka terlibat pertengkaran hebat. Ketika kehilangan kata-kata, Tom memukul Dickie hingga mati. Ia membohongi Marge: Dickie pergi meninggalkannya. Di Roma, Tom berubah menjadi "Dickie". Ia mengubah potongan rambut dan busananya menjadi seperti Dickie. Ia hidup berfoya-foya dengan harta Dickie.
Film terbaru garapan Anthony Minghella, sutradara peraih Oscar lewat English Patient ini, adalah kisah tentang jiwa yang sesat. Moralitas dikalahkan oleh ambisi dan jiwa yang sakit menjadi tema besar yang bergulung dalam film ini. Minghella memang tidak sedang bermaksud menampilkan sebuah potret budi pekerti yang cantik. Dengan menggunakan sosok Tom Ripley sebagai tokoh sentral, ia menghadirkan sebuah sisi lain dari kehidupan manusia. Bagi Tom, moralitas adalah debu yang mudah diembuskan, sehingga apa pun akan dilakukan asal keinginannya bisa terpenuhi.
Sosok busuk itu dapat diperankan dengan baik oleh Matt Damon (Goodwill Hunting, Saving Private Ryan). Ia memerankan sosok Tom Ripley dengan wajar hingga jiwanya yang sakit tak kasat mata. Pada saat kepribadian yang ganjil menyergapnya, ia berubah menjadi bengis sekaligus culas. Aktingnya dalam film ini membuat dia masuk nominasi aktor terbaik dalam Golden Globe. Dalam ajang yang sama, film ini juga menyisipkan empat nominasi lainnya, termasuk film terbaik dan aktor pendukung terbaik.
Pemain lainnya, Jude Law (sebelumnya berperan dalam film eXistenZ), berhasil memerankan seorang playboy yang hedonis dan flamboyan. Tokoh lainnya, Peter, pria homoseks yang menjadi korban Tom berikutnya, dimainkan Jack Davenport dengan cemerlang.
Sedangkan Minghella sebagai sutradara juga berhasil membangun karakter tokoh-tokohnya dengan perlahan tapi menyentak. Aroma thriller Hitchcockian yang kental, tanpa efek khusus apa pun, terasa benar dalam film ini.
Minghella tak membiarkan sebuah segmen berlangsung begitu lama, ia memunculkan dengan letupan konflik baru. Akibatnya, The Talented disesaki dengan ketegangan yang susul-menyusul sepanjang adegan.
Sebenarnya, penggarapan The Talented dengan thriller gaya Hitchcock bukanlah hal yang mengherankan. Sebab, bahan baku film ini, novel Patricia Highsmith, memang memiliki napas segemuruh film-film Hitchcock. Alfred Hithcock juga pernah mengangkat novel Strangers on a Train menjadi sebuah film. Film The Talented sesungguhnya sudah pernah diangkat ke layar putih oleh Rene Clement pada 1960, dengan judul Plein Soleil (Purple Noon) dan dibintangi Alain Delon. Dan, The Talented cocok ditampilkan dalam gaya thriller yang menegangkan, sehingga berbagai ketegangan yang tercipta akibat keganjilan dan ketidakwajaran yang dilakukan Tom mendapatkan wadah yang tepat.
Film ini diakhiri adegan mesra Tom dan Peter. Hanya erangan samarentah sakit atau ekstase kenikmatanyang mengiringi langkah Tom dalam menyusuri kesendiriannya. Raut wajah Tom Ripley menyiratkan sebuah penyesalan. Ia merindukan kembali hadirnya moralitas dalam dirinya. Namun, semua sudah terlambat. Ia memang seorang yang berbakat membunuh budi pekerti manusia. Dia adalah the talented Mr. Ripley.
Irfan Budiman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo