Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANK Pacific sudah tiga tahun tak beroperasi gara-gara dilikuidasi. Tapi sensasi di sekitar bank milik keluarga Ibnu Sutowo itu tak habis-habis. Di jalur pidana, tuduhan korupsi yang ditimpakan kepada pengendali bank itu, Endang Utari Mokodompit—putri kedua Ibnu Sutowo yang mantan direktur utama Pertamina—seolah-olah menguap. Padahal, beberapa tahun lalu, kejaksaan dikabarkan menyidik Endang karena melanggar batas maksimum pemberian kredit dan terlibat surat utang (commercial paper) di Bank Pacific.
Di jalur perdata, nasib kasus itu pun serupa. Buktinya, upaya salah satu kreditor Bank Pacific, yakni Bank Ekspor Impor Indonesia (Exim), untuk memburu piutangnya Rp 560 miliar, baru-baru ini dipatahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim yang diketuai R. Soenarto membatalkan penyitaan terhadap 12 jenis aset Bank Pacific senilai Rp 876 miliar.
Menurut majelis hakim, pelbagai aset yang sebelumnya disita oleh pengadilan yang sama bukanlah milik Endang ataupun Bank Pacific, tapi telah menjadi kepunyaan Pontjo Sutowo, adik Endang. Kemenangan Pontjo itu, Senin pekan lalu, diiklankan di beberapa koran Jakarta. ’’Supaya tak ada lagi pihak lain yang mengajukan tuntutan serupa atas aset tersebut,” kata pengacara Pontjo, Dedy Kurniadi.
Apakah pengumuman itu akan membuat banyak kreditor Bank Pacific bingung dan gigit jari? Kemungkinan ini bukan tak ada. Mungkin karena itu pula Bank Exim bersikeras menempuh jalur hukum dengan memburu piutangnya ke pengadilan. Soalnya, nama Pontjo dan Endang terkait erat dengan Bank Pacific, yang sahamnya dimiliki Bank Indonesia serta keluarga Ibnu Sutowo.
Sebagaimana dulu diberitakan, Bank Pacific sakit parah semasa Endang menjadi direktur utamanya. Waktu itu, tahun 1995, Bank Pacific terbelit kredit macet sekitar Rp 1 triliun dan masalah surat utang senilai Rp 800 miliar. Adapun bisnis Endang di bidang properti—dengan proyek Lido Resort di Sukabumi, Jawa Barat—dan pemborongan saham beberapa perusahaan melalui bursa Singapura, tak membuahkan hasil.
Akhirnya, Bank Indonesia bertindak. Bank Pacific diakuisisi Bank BNI dan kemudian dilikuidasi pemerintah pada November 1997. Namun, urusan Bank Pacific dengan para kreditor pembeli surat utang yang dijamin bank tersebut tak kunjung tuntas. Bank Exim, yang bergabung dengan beberapa bank pemerintah lainnya menjadi Bank Mandiri, juga tak bisa memperoleh kembali piutangnya sekitar US$ 70 juta atau senilai Rp 560 miliar dengan kurs Rp 8.000.
Bank Exim pun mengajukan gugatan ke pengadilan. Ternyata, aset Bank Pacific berupa proyek Lido yang nilainya Rp 1,3 triliun telah diambil alih oleh Bank Indonesia. Menurut Yunus Husein dari Bank Indonesia, aset Lido sudah dijaminkan Bank Pacific pada Bank Indonesia, jauh sebelum Bank Pacific dilikuidasi.
Harapan Bank Exim tinggallah pada aset non-Lido, termasuk proyek Bukit Timah di Singapura. Rupanya, aset senilai Rp 876 miliar itu dikabarkan telah pula dialihkan ke Pontjo dengan harga hanya Rp 250 miliar. Pembeliannya pun dengan dana kredit dari Bank Pacific. Tentu saja pengambilalihan yang janggal itu diketahui oleh Bank Indonesia.
Pada 28 Oktober 1998, permohonan Bank Exim agar pengadilan menyita aset non-Lido dikabulkan hakim. Kali ini giliran Pontjo yang keberatan atas penyitaan tersebut. ’’Pontjo sudah rugi karena terpaksa membeli aset itu untuk membantu beban Bank Pacific, kok, aset itu malah disita,” kata Dedy Kurniadi.
Menurut Dedy, seperti juga Bank Indonesia, Pontjo telah membeli aset non-Lido jauh sebelum Bank Pacific dilikuidasi. Uang pembeliannya berasal dari deposito Pontjo di Bank Pacific dan uang Pontjo senilai US$ 75 juta yang ditransfer dari rekeningnya di Bangkok Bank, Singapura. Karena itu, Pontjo menyatakan bahwa dirinya tak punya hubungan dengan kasus utang-piutang antara Bank Exim dan Bank Pacific.
Ternyata, pada 18 April 2000, pengadilan memenangkan Pontjo dan membatalkan penyitaan tadi. Menghadapi putusan itu, kuasa hukum Bank Exim, Atmajaya Salim, menyatakan akan naik banding. Bagaimanapun, ’’Piutang itu termasuk milik negara. Karena itu, Bank Exim tak akan mundur dengan tangan kosong,” katanya tegas.
Pengacara ini mengaku tetap yakin bahwa aset non-Lido itu milik Bank Pacific. Artinya, bukan milik Pontjo. ’’Kalau pengalihan aset itu hanya berdasar bukti transfer uang, kan hasil transfernya bisa ditransfer lagi, semacam transaksi back to back. Itu sama juga bohong,” tutur Atmajaya, yang juga akan mengajukan pembatalan atas pengalihan aset non-Lido.
Happy S., Hendriko L. Wiremmer, dan Ardi Bramantyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo