Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Karya Pribumi Sebagai Etalase ?

Pameran seni rupa Australia diselenggarakan di Hotel Sahid Jaya. Tampak bukan pameran serius, mengutamakan propaganda pariwisata. Belum jelas arah seni rupa australia.

12 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU di Ruang Pameran LPKJ ada barang kerajinan tangan Amerika, di pendapa hotel Sahid Jaya ada barang seni dari Australia (28 Januari- 1 Pebruari). Dalam penataan yang lebih terasa sebagai propaganda pariwisata, terlihat 3 buah patung, sejumlah lukisan, selembar batik sutera dan sejumlah alat pribumi yang berisi ornamen-ornamen sederhana, dan akhirnya sebuah senjata yang sangat tersohor: bumerang. Negara kangguru yang belakangan ini terasa dekat - antara lain oleh paket-paketnya berupa rombongan musik atau penyair - rupanya memang punya keinginan lebih memperketat hubungan. Terasa juga arus tersebut dalam pameran kecil ini dengan ikut sertanya 2 buah lukisan dari Donald Friend yang lama bercokol di Bali. Dengan warna-warna yang lebih meriah dari rekan-rekannya, Friend telah melangkah cukup jauh dari hanya sekedar turis. Kendatipun ia belum sempat menggali keintiman dengan Bali sebagai pernah dilakukan dengan baik sekali oleh orang semacam Bonnet. Ia masih mencoba masuk lebih jauh, dan kini sedang dalam taraf mengorek lubang mana yang hendak dilaluinya. Elaine Haxton adalah orang kedua yang juga mencoba menampilkan Indonesia melalui ilustrasi-ilustrasinya yang sebenarnya dimaksudkan sebagai isi buku Tentang Indonesia yang ditulis oleh Maslyn Williams. Tak kurang 8 buah ilustrasi merekam ulah para penabuh, baik tatkala meniup suling atau memukul gong. Garis-garisnya lentik, sederhana, tetapi lebih menonjolkan kesan Mongolia daripada Jawa atau Bali. Lukisan-lukisan lain, di samping memang terlalu sedikit dan kurang petunjuk, belum sempat membayangkan peta seni lukis Australia masa ini. Memang kita tertarik juga melihat kesederhanaan dan pulasan-pulasan bidang Michael Taylor yang trampil dan memancing banyak asosiasi, misalnya pada Scrubby Ridge-1973. Atau pada lukisan-lukisan mini James Gleeson yang terasa naif dan purba. Tetapi kitapun mengeluh melihat ada Picasso dalam Children and Pegeons (195)-nya Elaine Haxton. Mungkin sekali usaha pameran ini tidak begitu serius sehingga yang benar-benar hendak disabet adalah keterpikatan kita untuk mengunjungi negeri tersebut. Patut diperhatikan beberapa barang dari suku-suku Manggalili, Mararba, Dalwongu, Gunwinggu, yang sempat memamerkan alat musik, alat berburu, alat menangkap ikan, tabung tempat abu dan sebagainya. Banyak di antaranya dibuat dari kulit kayu. Ditoreh-toreh dengan warna putih, coklat dan hitam, dalam ornamen-ornamen sederhana tetapi memperlihatkan pengamatan pada bentuk, menilik proporsi binatang-binatang yang menghiasi ornamen tersebut. Barang-barang inilah yang terasa lebih menampilkan kekayaan Australia daripada lukisan-lukisan tadi. Mati "Suku-suku penduduk asli memiliki sistim agama yang kompleks dalam organisasi hukum dan sosial dan kaya akan upacara dan mitologi. Lukisan dan ukiran yang dibuat di dinding batu dan kulit kayu, dan tari-tarian mereka, telah dikenal masyarakat luas", demikian selebaran yang mengiringi pameran. Adakah segala kekayaan itu nantinya ikut ambil peranan dalam perkembangan senirupa Australia? Atau hanya warisan mati, sekedar etalase, lalu senirupa Australia meneruskan tradisinya yang hanya bertolak dari senirupa Barat? Pameran senirupa Australia yang lebih serius tentunya menarik. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus