Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Film Pengkhianatan G30S/PKI merupakan salah satu karya kontroversial dalam dunia perfilman Indonesia yang diangkat pada 1984 hingga 1997.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film ini tidak hanya mencoba untuk menghidupkan kembali peristiwa sejarah yang mengguncang bangsa pada 30 September 1965 dan 1 Oktober 1965, tetapi juga menjadi sebuah alat propaganda yang dipakai oleh rezim Orde Baru untuk menggambarkan versi resmi dari peristiwa tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film ini menghadirkan banyak detail yang mendalam. Ceritanya berpindah-pindah dari Istana Bogor ke pertemuan rahasia PKI (Partai Komunis Indonesia), lalu ke rumah pahlawan revolusi, dan akhirnya ke Lubang Buaya. Namun, selain mengungkapkan beberapa fakta yang sudah umum diketahui, film ini juga menggambarkan kondisi ekonomi saat itu dengan adegan antrean dan kemiskinan.
Sementara itu, ancaman politik ditunjukkan melalui aksi PKI menyerang sebuah masjid di Jawa Timur, potongan koran, berita di radio, dan komentar-komentar tajam. Poster Bung Karno juga tersebar di berbagai tempat, dan tulisan Manipol Usdek (Manifesto Politik/Undang-Undang Dasar 1945) terlihat di dinding dan atap rumah.
Meskipun inti ceritanya sudah umum diketahui oleh banyak orang dan plotnya sederhana, film ini menghadirkan gambaran yang mendalam, seperti diorama yang hidup, terutama dalam adegan di Lubang Buaya, yang begitu kuat dalam pesan dan penggambarannya.
Pembuatan Film yang Memakan Waktu dan Tenaga
Film ini tidak hanya memakan waktu dua tahun untuk produksinya, tetapi juga melibatkan sekitar 120 tokoh utama dan 10 ribu figuran. Sutradara Arifin C. Noer, yang dikenal sebagai seniman multitalenta, menjalani proses panjang dalam menciptakan film ini. Ia membaca berbagai sumber, mewawancarai saksi sejarah, dan mencari properti asli untuk menghadirkan detail yang seakurat mungkin.
Meskipun ini bukan film epik pertama yang disutradarai oleh Arifin, mengelola dan merancang pemeran dalam skala yang begitu besar memang sangat menantang. Arifin menggambarkan situasinya dengan kata-kata, "Benar-benar gila. Edan!" dalam sebuah artikel yang berjudul Pengkhianatan Bersejarah dan Berdarah yang dimuat dalam Majalah Tempo edisi 7 April 1984.
Kaya dengan Detail dan Kontroversi
Film Pengkhianatan G30S/PKI tidak hanya menghadirkan peristiwa sejarah yang sudah umum diketahui, tetapi juga memperlihatkan sketsa kerawanan ekonomi dan politik masa itu. Film ini menggambarkan serangan PKI ke masjid, guntingan koran, berita radio, dan komentar tajam yang mencerminkan suasana politik yang tegang.
Banyak poster Bung Karno dan tulisan Manifesto Politik/Undang-undang Dasar 1945 bertebaran di berbagai tempat, menciptakan atmosfer zaman itu.
Kontroversi dan Pengaruh Film
Film Pengkhianatan G30S/PKI menjadi wajib tonton pada era pemerintahan Presiden Soeharto. Namun, setelah tumbangnya rezim tersebut, film ini menjadi kontroversial dan pengaruhnya dipertanyakan.
Beberapa pihak menganggapnya sebagai propaganda Orde Baru yang menciptakan versi resmi dari sejarah, sementara yang lain menganggapnya sebagai karya seni sinematik yang rapi dan detail.
Film ini menciptakan banyak perbincangan, baik mengenai kontroversi sejarahnya maupun kualitas sinematiknya. Meski film ini tidak lagi wajib ditayangkan sejak 1998, kecuali TVOne yang secara rutin menayangkannya, dalam dunia perfilman Indonesia masih diperhitungkan.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | GRACE GANDHI