Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Katakan Lewat Poster

Pameran poster Polandia di ruang pameran IKJ, menampilkan film, teater dan beberapa poster pameran dan sirkus. Kesan pameran tidak mencerminkan komunis, propaganda.

24 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POLANDIA sedang menarik perhatian. Pergolakan buruh, di sebuah negara Eropa Timur, memang hampir tak masuk akal. Masyarakat macam apa sebenarnya yang ada di sana? Yang juga menarik, pameran poster Polandia di ruang pameran Institut Kesenian Jakarta (dulu LPKJ) di Taman Ismail Marzuki, 15-31 Oktober, terasa jauh dari kesan komunis. Bebas dari propaganda, dan setaraf kualitasnya dengan poster negara "kapitalis". Kebanyakan poster untuk film dan teater. Hanya beberapa terlihat poster pameran, sirkus dan festival musik. Dari kumpulan itu, poster teater sendiri sebenarnya tidak terlampau mengejutkan. Seperti juga di Indonesia, poster jenis ini biasanya digarap khas: serius, agak aneh, dramatik. Umpamanya yang untuk pertunjukan Cavalleria Rusticana -- dibuat oleh Krzyszlof Nasteter. Sebuah potongan pedang pasukan kavaleri digambar melintang, dengan warna khromatik biru, memberi kesan "hitam putih". Pada pangkal pedang terikat sebuah kain putih --terletak di pusat bidang poster mengesankan bagian utama yang membawa beban cerita. Namun pesona tidak ditarik ke sana. Tak jauh dari kain putih, di tengah bilah pedang, ada sebua garis merah--warna yang kontras untuk seluruh poster -- tipis, meleleh, meng gambarkan darah yang melekat pada pedang. Di situ pandangan terpaku. Contoh lain karya Yerzy Csermawski untuk International Theatre Day. Sebuah gambar tirai lusuh kuning oker dengan bintik-bintik cokelat tua. Misteri digambarkan lewat sepasang mata pada tirai--yang bisa juga mengubah tirai itu seakan kulit muka. Yang luar biasa adalah poster film. Justru pada poster jenis ini sama sekali tak nampak gambar bintang film, potongan adegan ataupun deretan kalimat iklan film. Poster film Polandia digarap serius--justru dengan teknik cetak yang yang sangat biasa, tak beda dari poster teater dan lain-lainnya. Misalnya karya Franciszek Starowieyski, untuk film So Close to Heaven. Sebuah ranjang susun. Di ranjang itu ada buah apel yang sebagian sudah digerogoti. Nampak benar, benda-benda yang digambarkan lebih dekat ke tanda-tanda yang jadi media ungkapan pembuat poster--daripada isi film. Tafsiran perancang poster (terhadap filmnya) kelihatan benar dominan. Yang lain, poster Jakub Erol untuk Dagny. Ini malah sama sekali tak mengesankan poster film: terlalu bagus. Teknik art noveau-nya mengingatkan pada karya-karya Mucha, tokoh art noveau yang sangat terkenal. Poster gaya Mucha di Eropa Barat biasanya dijual sebagai 'karya', dengan harga tinggi. Di Polandia, perancang poster beruntung menghirup kebebasan. Termasuk untuk penafsiran yang aneh-aneh, baik terhadap film dalam negeri maupun asing. Poster untuk film Charade, misalnya, model Polandia, rasanya jauh sekali dari posternya yang pernah terpampang di bioskop. Entah mengapa negeri ini terlihat punya perhatian khusus pada poster. Pada pengantar pameran disebutkan, minat ini sudah mulai begitu Perang Dunia II selesai. Tercatat sebagai tokoh perintis: lenryk Tomasewski, Waldemar Swierzky, Franciszek Starowieyski, Jan Lenica dan beberapa lagi. Pengantar--yang penuh ditulis siapa--juga menyebutkan, kecenderungan membuat poster di Polandia mengikuti prinsip 'seni untuk seni'. Dan kalangan mana pun di Polandia--termasuk pemerintah--nampaknya tak keberatan. "Membeli Seniman" Polandia juga dikenal sebagai salah satu kolektor poster terbesar. Dua tahun sekali, di Warsawa, diselenggarakan pameran poster internasional--yang sampai kini sudah kedelapan kali. Bukubuku maupun majalah yang mengulas perkembangan poster hampir tak pernah mengabaikan pameran ini. Di Indonesia, kendati belum meluas, perkembangan perancangan poster sebenarnya sudah lanjut. Sudah boleh dikatakan setaraf kualitasnya dengan karyakarya senirupa yang lain. Tidak sekedar menjadi media publikasi, tapi sering juga ungkapan yang lebih serius. Ini penting karena, lebih dari itu, poster tampak punya prospek yang lebih baik dibanding umpamanya seni lukis. Poster -- seperti juga karya grafislainnya--terasa tidak dibebani berbagai 'kebiasaan menilai" yang cenderung memberatkan. Umpamanya dalam senikis ada tradisi mengamati tarikan garis, mengekspresikan emosi dan sebagainya. Kendati bukan ketentuan, ini bisa! dipastikan membuat "olah lukis" kaku dan terasa berat. Dan ini tak ada pada perancangan poster dan seni grafis -- yang mengakibatkan kegiatannya bisa terasa main-main. Ekspresi bisa mengalir lebih wajar. Pun poster lebih "membumi". Tak sampai, seperti yang sering dilakukan senilukis, bergerak ke permasalahan sangat lanjut yang tak dimengerti "orang awam". Poster selalu dituntut bisa berkomunikasi, dan justru dari situ sering lahir ide-ide kreatif. Teknik pembuatan poster jadinya tidak terbatas. Fotografi, kolase dan tipografi, semuanya memberi manfaat. Tak aneh kalau sekarang jenis ini lantas cenderung mendesak senilukis. Di Eropa dan Amerika Serikat, pasaran poster naik meyakinkan. Bisa dipaham: dengan kualitas gambarnya yang bisa tinggi, harganya jauh lebih murah. Kan dicetak sekian ribu lembar? Orang pun nampaknya tidak terlampau peduli, apakah sebuah poster mulanya dicetak untuk tujuan komersial. Sebuah perusahaan poster di Prancis telah membeli hak mencetak dua poster komersial -- Coca-cola dan Rothmans--kemudian memperbanyaknya sebagai karya seni. Ternyata laku. Barangkali di masa kini orang tak akan lagi hanya "membeli seniman". Lebih suka menilai, kemudian ikut memasalahkan, ide-ide pada karya seni yang muncul sebagai 'bahasa tanda-tanda'. Dan inilah yang menonjol pada poster. Lihat saja karya Marcin Mroszczak, sebuah poster teater. Berupa kartu pengenal yang dibesarkan. Pada bagian foto ada potret si pemegang kartu -- tapi membalik diambil dari belakang--seperti bergerak menjauh. Nah, poster itu untuk pertunjukan berjudul: Ia meninggalkan rumah. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus