DESA Sitalang di kaki Gunung Pasaman itu dingin dan sepi.
Sesekali harimau keluar dari hutan lebat di sekitarnya,
menampakkan belang. Tapi penduduk desa di Kecamatan Lubuk
Basung, Kabupaten Agam, ini sekarang mulai berani keluar malam
hari.
Listrik sudah masuk desa ini, bersumber dari sebuah pembangkit
listrik ciptaan Zamri Syaf, 23 tahun. Kincir air yang memutar
dinamo itu menghasilkan 1.000 watt. Sedikitnya 30 rumah
penduduk, termasuk rumah orangtuanya, Sahrul Sutan Sinaro,
mendapat listrik.
Ciptaan Zamri itu bermula dari kegagalan. Lulusan STM
Muhammadiyah, Padang, 1976, anak pertama dari sembilan
bersaudara ini gagal kuliah di ITS Surabaya. Ia juga ditolak
waktu melamar kerja di PT Caltex Pacific, Riau. Tapi selama dua
tahun ngendon di Surabaya, ia sempat giat mengikuti kursus
radio, mesin dan montir mobil. Majalah elektronika pun
dilalapnya.
Karena Penasaran
Balik ke Sitalang (3.500 penduduk), ia sudah penuh gagasan. Tiap
hari ia membongkar pesawat radio, yang dirakitnya jadi
walkie-talkie dan lampu disko. Ia sering dicemberuti tetangga
karena pemancar mininya suka mengganggu suara radio.
Oktober 1979, ia beruntung berkenalan dengan ahli listrik bangsa
Jerman, Alfred E. Gold. Melihat air mengalir dari sawah yang
bertingkat-tingkat, Gold merangsang Zamri membuat pembangkit
listrik. Pemuda itu tergugah, lalu mengadakan percobaan. Kincir
tua bekas penumbuk padi neneknya berdiameter 2 meter ia benahi.
Kincir bisa berputar setelah dialiri air. Zamri menghubungkannya
dengan sebuah dinamo bekas. Percobaannya menghasilkan nyala
kecil yang tak stabil. Karena penasaran, ia mengganti kincir
bekas roda pedati dengan roda besi bekas buller. Dinamo pun
diganti dengan yang baru, berdaya 3.000 watt.
Nyala listrik jadi terang, 750 watt. Ia masih belum puas.
Peralatan pada roda kincir ia sempurnakan. Air terjun bukan
ditinggikan, tapi justru diturunkan dari 2 menjadi 1,5 meter. Ia
berpendapat, air terjun hanya berfungsi sebagai sumber gerak,
bukan sumber tenaga.
Seorang sarjana listrik, Ir. Thamrin, lewat Harian Singgalang
justru menyarankan air terjun ditinggikan supaya mencapai hasil
maksimal. Zamri menolak. "Saya ingin mengembangkan pembangkit
tenaga listrik di tempat yang tak ada air terjunnya," begitu
alasannya. Dan penyempurnaan tadi akhirnya bisa menghasilkan
listrik 1.000 watt.
Apa yang dilakukan Zamri bukan hal baru. Tahun 1972, menurut Ir.
Januar Muin, Kepala PLN Induk Pembangkit Jaringan Sum-Bar, Riau
dan Kabupaten Kerinci, hal serupa pernah ada di Desa Pekan
Rabaa, Bukittinggi. Pembangkit listrik ciptaan pemuda Ican dari
Desa Koto Alam, Kecamatan Plambayan pun mirip. Dan Udin alias
Syahruddin (TEMPO 31 Maret 1979) yang bisu dan tuli pernah
melakukan hal sama. Pembangkit listrik dari kincir air buatannya
bisa menerangi rumah dan masjid di desanya, Candung Koto Lawas,
Kabupaten Agam.
Tapi Zamri dianggap pembaharu di desanya. Menteri
Perindustrian, A.R. Suhud, ketika berkunjung ke Sum-Bar belum
lama ini, mengharapkan agar PT Semen Indarung mengernbangkan
generator model Zamri. Jika berhasil, tidak sedikit tenaga
listrik yang bisa dibangkitkan di pedesaan. Sedikitnya ada 4.000
kincir air yang tidak berfungsi lagi, karena didesak oleh
penggiling padi modern (huller). Bila tiap kincir bertenaga 25
kw, demikian terbayang di gubernuran Sum-Bar, semua itu mungkin
bisa mengimbangi PLTA BatangAgam yang berkekuatan 10 Mw.
Gubernur Azwar Anas jelas ikut mendukung. Dengan pembangkit
listrik mini ini, katanya, "transmisi bertegangan tinggi, yang
banyak menyedot uang, mungkin tak perlu dibuat." Ini dianggap
penghematan.
Keuntungan lain: pembangkit listrik model Zamri ini tidak bising
seperti diesel. Hanya, kata Ir. Muin, "listrik itu tak bisa
digunakan untuk radio atau tv." Antara lain karena tegangannya
tidak merata dan kurang teratur. Model Zamri memang masih perlu
lebih disempurnakan. Sementara itu Azwar Anas pekan lalu
menganjurkan Zamri memperdalam pengetahuannya di ruang praktek
STM I Lubuk Lintah, Padang.
Pemuda itu tampak bersemangat. Apalagi kini ia punya modal.
Untuk setiap pemakai lampu neon 10 watt listrik di desanya, ia
mengutip Rp 75/bulan. Lumayan pula penghasilannya dari cas aki
yang tarifnya sekitar Rp 200 saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini